Pengguna metafora ini mencerminkan pengaruh budaya dan sistem kalender jawa dalam memahami arah mata angin dan mengkaitkannya dengan aspek spiritual dan kehidupan sehari-hari. Interprestasi dan makna metafora ini dapat bervariasi di berbagai komunitas atau kelompok dalam budaya Jawa.
Istilah dalam metafora yang dikaitakan dengan "Sadulur Papat Lima Pancer" dalam budaya Jawa. Pada empat karakteristik atau atribut yang dikaitkan dengan masing-masing bagian dari metafora tersebut.
1.) Watman : Rasa cemas/khawatir dari seorang ibu ketika hendak melahirkan anaknya. Ini Merupakan atribut yang dikaitkan dengan Utara (Wage).
2.) Wahman : Kawah atau air ketuban, Â menjaga agar janin dalam kandungan tetap aman dari goncangan. Merupakan atribut yang dikaitkan dengan Barat (Pon).
3.) Rahman : Darah persalinan, gambaran kehidupan, nyawa, dan semangat. Merupakan atribut yang dikaitkan dengan Timut (Legi).
4.) Ariman : Ari-ari atau plasenta, sebagai saluran makanan bagi janin dalam kandungan. Merupakan atribut dikaitkan dengan Selatan (Pahing).
Metafora ini mengubungkan karakteristik atau atribut yang berbeda dengan empat arah mata angin dalam "Sadulur Papat Lima Pancer" dan mencerminkan peran dan makna yang terkait dengan masing-masing arah mata angin dalam kehidupan dan jiwa manusia dalam budaya Jawa.
"Sadulur Papat Lima Pancer" dikaitkan dengan bagian-bagian tubuh manusia yang melambangkan empat arah mata angin dalam budaya Jawa. Berikut penjelasannya :
- Mata (Utara) => warna hitam, sukma langgeng, dihuni oleh Batara Sriten, atau teks Sunda Wiwitan Sang Hyang Tunggal_Mandala Agung. Mata memungkinkan kita melihat dan memahami dunia disekitar kita dan konteks ini menecrminkan kamampuan untuk melihat dan memahami secara holistik.
- Telinga (Barat) => warna kuning, dihuni Batara Sambu atau teks Sunda Wiwitan Sang Hyang Wenang_Bharma. Telinga memungkinkan kita menerima informasi dan suara dari lingkungan sekitar, dalam konteks ini mencerminkan pentingnya mendengarkan dengan teliti dan memperhatikan.
- Lobang hidung (Timur) => warna putih, Sukma Purba, dihuni oleh Batara Bayu atau teks Sunda Wiwitan Sang Hyang Wening_Wisnu. Lobang hidung memungkinkan kita mengalami dunia melalui indra penciuman, dalam konteks ini mencerminkan sensitivitas tehadap lingkungan dan kemampuan untuk mengenali dan memahami aroma yang ada.
- Bibir atau mulut (Selatan) => warna merah, Sukma Wasesa, Â dihuni oleh Batara Brahma atau teks Sunda Wiwitan Sang Hyang Guring Tunggal_ Sang Hyang Guru Siwa. Bibir atau mulut memungkinkan kita untuk mengungkapan pikiran, perasaan, dan gagasan kita, dalam konteks ini mencerminkan pentingnya berbicara dengan bijaksana dan bertanggung jawab.
Metafora ini menunjukkan hubungan antara empat bagian tubuh manusia dengan empat arah mata angin dalam budaya Jawa. Ini menyoroti pentingnya menggunakan indra kita secara bijaksana, berkomunikasi dengan baik, dan memperhatikan lingkungan kita dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Penjelasan What, Why, Who pada Etika Jawa Kuna :
- What (Apa) : Etika Jawa Kuna menekankan prinsip-prinsip moral dan nilai-nilai yang di junjung tinggi dalam kehidupan sehari-hari. Ini meliputi nilai-nilai seperti kejujuran, kehormatan, kesopanan, tanggung jawab sosial, gotong royong, keseimbangan, keadilan, dan rasa syukur.
- Why (Mengapa) : Etika Jawa Kuna mengajarkan prinsip-prinsip ini penting dalam kehidupan yang baik dan bermanfaat. Niai-nilai ini di anggap penting karena mereka memperkuat hubungan sosial, menciptakan harmoni dalam masyarakat, memupuk rasa saling menghormati, menyebarkan keadilan, dan menjaga keseimbangan dengan alam semesta.
- Who (Siapa) : Etika Jawa Kuna mengajarkan siapa yang bertanggung jawab untuk menerapkan prinsip-prinsip ini dalam budaya Jawa Kuna, setiap individu diharapkan untuk mempraktikkan nilai-nilai etika dalam tindakan dan perilaku sehari-hari. Masyarakat Jawa Kuna Mengakui tanggung jawab kolektif untuk menciptakan lingkungan sosial yang baik dan individu-individu secara kolektif bertanggung jawab untuk menjaga niai-nilai tersebut.