Menjadi analis yang tajam itu butuh waktu. Kita punya hak bicara. Komentar sana sini boleh. Tapi kualitas "pembicaraan" kita menurun akhir-akhir ini, sebab publik kerap latah dan rentan gagalpaham.
Sebaiknya kita kembali ke muasal cara belajar kita: iqro', membaca. Kita himpun ulang kekuatan kata, fakta, analisa, dan sintesa. Agar produksi kata-kata di jagat medsos kita berkualitas. Menenangkan kata-kata dalam percakapan demokrasi kita.Â
Jangan sampai, seperti yang di bilang Fahri Hamzah di ILC beberapa waktu lalu, kita akan menjadi korban dari ketidakmampuan kita memahami apa yang terjadi dalam masyarakat kita. Tersebab, kata-kata yang diproduksi itu adu domba, tidak tenang, dan memicu perbenturan.
Satu lagi sosok yang kerap kita gagalpahami: Pak Joko Widodo, satu kata, beragam makna. Penjelasannya? Cari sendiri.
Perkara lain, terserah anda. Selamat melanjutkan perkelahian!. []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H