Meski sudah ada berbagai regulasi seperti Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 32 Tahun 2009, penegakannya masih jauh dari harapan.Â
Sebagian kalangan berasumsi, banyak perusahaan besar yang memiliki hubungan kuat dengan elit politik, sehingga terhindar dari sanksi meski terbukti melanggar aturan.Â
[Lihat: artikel greenpeace (https://www.greenpeace.org/indonesia/publikasi/1243/elite-politik-dalam-pusaran-bisnis-batu-bara/; dan https://www.greenpeace.org/indonesia/siaran-pers/1016/pengaruh-elite-politik-dalam-pusaran-bisnis-batubara/)]
Pemerintah juga dinilai terlalu lambat dalam merespons permasalahan ini. Sejumlah aktivis lingkungan menyarankan agar pemerintah memperketat pengawasan terhadap perusahaan yang beroperasi di sektor pengolahan sumber daya alam serta memberikan insentif bagi perusahaan yang menerapkan prinsip keberlanjutan.
Penutup
Kritik terhadap perusahaan yang tidak bertanggung jawab dalam pengelolaan sumber daya alam di Indonesia semakin keras.Â
Praktik eksploitasi yang tidak memperhatikan lingkungan tidak hanya merusak alam, tetapi juga mempengaruhi kehidupan masyarakat lokal dan ekosistem yang lebih luas.Â
Untuk itu, diperlukan tindakan tegas dari pemerintah, serta kesadaran perusahaan untuk beralih ke model bisnis yang lebih berkelanjutan.Â
Keberlanjutan lingkungan seharusnya tidak dianggap sebagai penghalang keuntungan, melainkan investasi jangka panjang untuk kesejahteraan bersama.
Keseimbangan antara profitabilitas dan keberlanjutan adalah kunci untuk menjaga sumber daya alam Indonesia tetap lestari dan dapat dinikmati oleh generasi mendatang.