Menurut laporan dari Institute for Essential Services Reform (IESR), emisi gas rumah kaca dari sektor energi di Indonesia meningkat sebesar 8,5% per tahun antara 2000 dan 2018.Â
Hal ini disebabkan oleh masih tingginya penggunaan bahan bakar fosil dan kurangnya inisiatif dari perusahaan untuk beralih ke energi terbarukan.
Krisis Sosial dan Lingkungan yang Ditimbulkan
Aktivitas perusahaan yang mengabaikan lingkungan ini tidak hanya berdampak pada kerusakan alam, tetapi juga memicu krisis sosial bagi masyarakat sekitar.Â
Masyarakat adat, petani, dan nelayan yang bergantung pada alam sering kali menjadi korban utama (Lihat: artikel situs berita lingkungan "mongabay" berjudul Nasib Nelayan Indonesia ditengah Jepitan Krisis Iklim dan Industri Ekstraktif; dan Nelayan Kecil Hadapi Ancaman Kehilangan Penghidupan Dampak dari Pembangunan, artikel yang ditulis oleh "Kantor Berita Ekonomi & Politik Republik Merdeka" berjudul Masyarakat Adat, Petani dan Nelayan dalam Bahaya!; serta artikel "Human Rights Watch" berjudul Mengapa Tanah Kami?).
Masyarakat adat, petani, dan nelayan kehilangan mata pencaharian, menghadapi polusi, dan bahkan harus pindah karena lahan mereka diambil alih untuk kepentingan korporasi.
Sebuah studi dari Rainforest Action Network menunjukkan bahwa lebih dari 700.000 orang di Indonesia terdampak langsung oleh praktik perusahaan sawit dan tambang yang tidak bertanggung jawab.Â
Mereka mengalami krisis air bersih, kesehatan yang buruk akibat polusi, serta konflik lahan yang terus berlanjut.
Kritik Terhadap Kebijakan Pemerintah dan Lemahnya Penegakan Hukum
Kritik tidak hanya ditujukan kepada perusahaan, tetapi juga kepada pemerintah Indonesia yang dianggap gagal mengawasi dan menegakkan hukum secara tegas.Â
Meski sudah ada berbagai regulasi seperti Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 32 Tahun 2009, penegakannya masih jauh dari harapan.Â