Menurut laporan dari Institute for Essential Services Reform (IESR), emisi gas rumah kaca dari sektor energi di Indonesia meningkat sebesar 8,5% per tahun antara 2000 dan 2018.Â
Hal ini disebabkan oleh masih tingginya penggunaan bahan bakar fosil dan kurangnya inisiatif dari perusahaan untuk beralih ke energi terbarukan.
Krisis Sosial dan Lingkungan yang Ditimbulkan
Aktivitas perusahaan yang mengabaikan lingkungan ini tidak hanya berdampak pada kerusakan alam, tetapi juga memicu krisis sosial bagi masyarakat sekitar.Â
Masyarakat adat, petani, dan nelayan yang bergantung pada alam sering kali menjadi korban utamaÂ
[Lihat: artikel mongabay (https://www.mongabay.co.id/2022/04/07/nasib-nelayan-indonesia-ditengah-jepitan-krisis-iklim-dan-industri-ekstraktif/; dan https://www.mongabay.co.id/2024/04/30/nelayan-kecil-hadapi-ancaman-kehilangan-penghidupan-dampak-dari-pembangunan/), Artikel Kantor Berita Ekonomi & Politik Republik Merdeka (https://rmol.id/nusantara/read/2024/08/30/634872/masyarakat-adat-petani-dan-nelayan-dalam-bahaya), serta artikel Human Rights Watch (https://www.hrw.org/id/report/2021/06/03/378784)]
Mereka kehilangan mata pencaharian, menghadapi polusi, dan bahkan harus pindah karena lahan mereka diambil alih untuk kepentingan korporasi.
Sebuah studi dari Rainforest Action Network menunjukkan bahwa lebih dari 700.000 orang di Indonesia terdampak langsung oleh praktik perusahaan sawit dan tambang yang tidak bertanggung jawab.Â
Mereka mengalami krisis air bersih, kesehatan yang buruk akibat polusi, serta konflik lahan yang terus berlanjut.
Kritik Terhadap Kebijakan Pemerintah dan Lemahnya Penegakan Hukum
Kritik tidak hanya ditujukan kepada perusahaan, tetapi juga kepada pemerintah Indonesia yang dianggap gagal mengawasi dan menegakkan hukum secara tegas.Â