b.) Sementara itu melihat bahwa Dewan-dewan daerah lain hanya dibentuk oleh Belanda dengan cara penunjukan saja. Maka SKI memutuskan bersedia turut dalam Dewan Banjar dengan syarat Dewan itu dibentuk secara demokratis, yaitu dengan mengadakan pemilihan.Â
Selanjutnya untuk memperkuat tuntutan atas sikap yang diambil oleh SKI maupun SERMI itu, maka Badan Koordinasi SKI-SERMI beserta dengan wakil-wakil dari organisasi bawahannya mengadakan pertemuan pada tanggal 16 September 1947 di Pasar Lama, Banjarmasin. Pertemuan ini menghasilkan keputusan suatu resolusi yang disampaikan kepada Residen Belanda di Kalimantan Selatan.
Resolusi Badan Koordinasi SKI-SERMI Â diterima oleh Belanda, terlepas dari kemungkinan hanya sebagai siasat. Dari notulen pelaksanaan pemilihan yang dilakukan digambarkan bahwa sesudah pemilihan 60% dari kursi Dewan Banjar direbut oleh blok Republiken, tetapi itu telah menjadi 45 % ketika diadakan tambahan dari angkatan pihak yang berkuasa.
Tidak kalah menarik dalam masa-masa revolusi juga kian berkembang pesat pers atau atau media massa di Kalimantan Selatan, khususnya daerah Hulu Sungai ( Afdeling Hoeloe Soengai ), pada kurun waktu yang relatif singkat tersebut tidak kurang peran perjuangan pers dalam menyuplai masyarakat dengan berbagai informasi perjuangan merebut kemerdekaan indonesia.Â
Surat kabar seperti Suara Kalimantan, Asahi Shimboen, Borneo shimboen edisi Hoeloe Soengai  yang juga terbit di Kandangan tak urung memuat berita-berita yang memotivasi masyarakat di daerah tersebut,  Selain koran-koran seperti disebut diatas masih ada lagi koran terbitan lokal dalam bentuk stensilan dan penerbitannya terbilang nonberkala.
Kehidupan Pers di wilayah Afdeling Hoeloe Soengai  nyaris lebih menonjol dibanding daerah lain khususnya di kota Kandangan sebagai ibukota Afdeling Hoeloe Soengai.  Selain Banjarmasin, Kandangan merupakan daerah tersubur bagi kehidupan pers, terelebih di periode revolusi fisik, diwilayah ini tidak saja memiliki banyak warga yang terbilang tokoh dalam hal berpolitik, tetapi memiliki "aset" sejumlah wartawan perintis yang brilian, tak kalah pentingnya adalah "diwarisinya" alat percetakan sisa jepang yang sempat bercokol didaerah tersebut.Â
Perangkat percetakan tersebut tadinya dikuasai oleh NICA. Dalam rangka memantapkan keberadaan dan kepentingan propaganda pemerintahannya, NICA merekrut sejumlah tenaga untuk dipekerjakan di penerbitan koran lokal Kandangan. Oleh Asissten Residen Hoogenber dan Kiai Besar Merah Nadalsjah menunjuk Haspan Hadna dan Merah Danil Bangsawan mantan wartawan Borneo Shimboen sebagai pengelolanya.
Koran atau Surat Kabar terbitan edisi Kandangan, Barabai dan Amuntai yang ada saat itu antara lain :
1. SINAR HULU SUNGAI (di awali dari  alat percetakan sisa jepang yang sempat berada di Kandangan, yang kemudian perangkat percetakan tersebut tadinya dikuasai oleh NICA. Dalam rangka memantapkan keberadaan dan kepentingan propaganda pemerintahannya, NICA merekrut sejumlah tenaga untuk dipekerjakan di penerbitan koran lokal Kandangan.Â
Oleh Asissten Residen Hoogenber dan Kiai Besar Merah Nadalsjah menunjuk Haspan Hadna dan Merah Danil Bangsawan mantan wartawan Borneo Shimboen sebagai pengelolanya. Mengingat bahwa kepemilikan dari peralatan tersebut adalah pemerintah NICA, kedua oknum tersebut sudah membayangkan bagaimana misi yang akan dilimpahkan oleh pemerinta kepada mereka.Â
Namun atas saran dari Zafry Zamzam dan H.M. Rusli yang memberikan pertimbangan dari sudut keuntungan misi perjuangan dan nasionalisme, keputusan tersebut bisa diubah oleh yang berkepentingan. Lahirlah koran tengah mingguan yang diberi nama SINAR HOELOE SOENGAI.Â