Luas wilayah Bangsa Indonesia begitu luas. Tercatat dari  timur ke barat mulai Sabang sampai Merauke, kemudian dari utara ke selatan mulai Nias sampai Pulau Rote. Dalam sudut pandang geografis bangsa kita di sebut sebagai bangsa maritim dikarenakan  wilayah perairan lebih luas  dari pada  wilayah daratan. Meskipun demikian karena iklim di negara kita adalah iklim tropis. Maka luas wilayah daratan sangat potensial untuk perkebunan dan pertanian.
Pertanian adalah salah satu mata pencaharian yang digeluti sebagian masyarakat Indonesia . Mereka mengolah lahan, menanami dengan bermacam-bermacam tanaman untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.Â
Terlepas dari kwalitas sumber daya manusia para petani kita, tentunya menjadi bahan refleksi  bersama bahwasanya di antara kitalah yang akan meneruskan aktivitas pertanian, di antara kitalah para kaum muda yang akan melanjutkan, mengembangkan serta memajukan pertanian di Indonesia.
Tidak bisa dipungkiri bahwasanya animo kaum muda, istilah kekinianya adalah "kaum milenial" relatif sangat rendah dalam upaya membawa perubahan yang signifikan di sektor pertanian. Kaum milenial cenderung tertarik bekerja menjadi buruh di pabrik-pabrik atau menjadi karyawan di perusahaan-perusahaan.Â
Jika antara buruh,karyawan dan petani sama-sama mencari uang untuk  memenuhi kebutuhan hidup. Maka logika sederhana mengatakan mereka sama-sama bisa mendapatkan uang dari bekerjanya di pabrik,perusahan dan lahan.Â
Namun petani lebih berdaulat atas lahannya sedangkan para buruh dan pabrik hanya menjalankan perintah jari para atasan dan terikat oleh peraturan. Artinya jikalau memang pertanian di kelola dengan baik dan di modifikasi sedemikian rupa, maka kesejahteraan petani akan terjamin dan memberi dampak positif ke segala sektor.
Baru-baru ini, survey yang di lakukan Lembaga Ilmu pengetehuan indonesia (LIPI) menunjukkan, sekitar 4% pemuda usia 15-36 tahun yang berminat menjadi petani. sisanya, sebagian besar lebih tertarik bekerja di sektor industri.Â
Ini di perparah lagi dengan catatan data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pada tahun 2013 terdapat 26.135.469 juta rumah tangga petani yang tercatat dan mengalami penurunan dari tahun 2003 sebanyak 5 juta rumah tangga petani.Â
Petani milenial adalah petani muda yang lahir antara tahun 1990 an ke atas. Petani muda yang harus siap membawa ide-ide Serta gagasan-gagasan yang cemerlang  dan kreatif dalam rangka mengembangkan dan memajukan sektor pertanian. Dengan jargon dan fasilitas pemerintah wajib belajar 12 tahun. Tidaklah sulit mendampingi serta mengimplementasikanya.
Mengubah mindset petani muda indonesia
Dewasa ini, kita sama-sama tahu bahwasanya petani-petani di desa maupun di kota adalah mereka-mereka yang rata-rata usianya  sudah menginjak kepala empat,lima hinggaa enam atau usia 40 tahun keatas. Pola pikir seperti ini begitu berkembang di masyarakat yang sadar maupun tidak disadari selama ini adalah penyematan istilah petani kepada mereka yang secara usia sudah tak lagi muda. Sehingga ada kesan "Jaim" dan "Minder" bagi kaum muda  bila harus Bertani.
Bertani selalu diidentikan dengan tempat yang terpencil, kumuh dan kotor. Anggapan diatas sering terhembus sehingga petani milenial semakin ogah dan enggan menggeluti bidang pertanian. semua hal selalu mempunyai klausul-klausul tersendiri.Â
Contoh sederhananya jikalau kita mau menanam tanaman apapun di tanah dan tidak ada air.  Maka barang tentu tidak jadi menanam dan tubuh kita pasti masih rapi dan bersih. Kegiatan  bercocok tanam pun mustahil berhasil.  Kumuh,kotor merupakan bagian dari sebab-akibat yang mutlak. Jika mau panen, ya harus menanam, jika menanam ya harus berani kotor, semuanya menjadi siklus rotasi yang satu dan lainya saling berurutan dan melengkapi.
Kreatif mengolah hasil panen menjadi produk aneka olahanÂ
Kebanyakan para petani sudah sangat bahagia bilamana musim panen tiba. Mereka berduyun-duyun mengambil untuk kemudian langsung dijual ataupun disimpan di rumah sebagai cadangan kebutuhan makanan pokok.Â
Kebiasaan seperti ini sudah tidak lagi relevan bila di kaitkan dengan pencapaian dan kemajuan yang signifikan. Tangan-tangan kreatif dituntut untuk mengolah hasil panen menjadi aneka macam produk olahan yang bernilai ekonomis.Â
Hasil panen tadi bila dijual ke pengepul atau tengkulak pasti akan langsung lenyap, meskipun kita mendapat uang yang banyak, jika di simpan di rumah selama apapun tidak akan berubah dari bentuk semula.Â
Dari padi lansung menjadi makanan cepat saji misalnya. Petani milenial punya pekerjaan rumah dalam hal ini yaitu menciptakan sumber daya manusia yang kreatif mengubah hasil panen menjadi beraneka ragam produk turunan.
Catatan dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, ekspor komoditas perdagangan pertanian pada bulan April 2019 meningkat sebesar 6,11% (month on month) dan 7,38% (year on year). Alangkah lebih sejahteranya para petani indonesia, jika hasil produk olahan pertanian tangan-tangan kreatif mereka mencapai nilai ekspor seperti data diatas.
Inovatif dalam pengelolaan lahan dan mengolah hasilnya
Pertanian yang serba konvensional lambat laun telah beralih ke pertanian modern. Kalau tempo dulu para leluhur kita membajak sawah dengan hewan-hewan seperti kerbau,sapi. Hari ini para petani sudah dimudahkan dengan adanya alat traktor.Â
Dulu hasil panen sangatlah tidak maksimal dikarenakan minimnya pupuk, sekarang berbagai macam pupuk dengan beragam jenisnya sudah marak di pasaran. Dari mulai pupuk kimia,organik dan lainnya.
Mengolah lahan tidak hanya bisa di lakukan di area persawahan saja. Seiring maju pesatnya pertanian. petani milenial harus jeli dan berinovasi. Contoh dari problem ini dengan menciptakan:
- Rumah Ketahanan Pangan
Dengan di motori kaum muda. Setiap rumah warga yang mempuyai pekarangan, di haruskan menanami beberapa jenis tanaman. Sehingga setiap rumah memiliki minimal satu atau lebih bahan sayuran. Sehingga dalam satu dusun bisa saling barter atau jual beli satu sama lain.
- Area Lahan Hijau
Setiapdesa tentunya mempunyai "lahan bebas". Lahan ini adalah lahan milik pemerintah yang bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan  masyarakat setempat. Memodifikasi lahan seperti ini menjadi area pertanian yang dikelola oleh pemerintah setempat tentunya menjadi nilai lebih dalam hal pertanian. sehingga hasilnya bisa menjadi dana khas pemerintah setempat yang bisa dikembangkan lebih maksimal lagi.
Senantiasa tanggap dan progresif melihat tantangan menjadi peluang
merujuk pada judul tulisan ini yaitu petani milenial yang kreatif inovatif dan progresif. Mewujudkan petani seperti konteks di atas memang tidak mudah juga bukan sesuatu yang sulit. Tantangan ke depan jelas semakin berat. Perang dagang negara-negara maju, masyarakat Indonesia yang semakin konsumtif tanpa mengimbanginya dengan produktif. Alih fungsi lahan secara besar-besaran.Â
Kesemuanya menjadi tantangan tersendiri bagi sektor pertanian pada umumnya dan kepada petani pada khususunya. Menciptakan  "Petani milenial yang kreatif,inovatif dan progresif" menjadi instrumen penting dalam rangka menjadikan regenerasi petani yang mewujudkan pertanian maju dan berdaya saing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H