Mohon tunggu...
Ahmad Nasrulloh
Ahmad Nasrulloh Mohon Tunggu... Mahasiswa - universitas insya alloh negeri bandung

mode hemat energi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Revitalisasi Nilai Aswaja di Tengah Arus Politik Neoliberalisme

13 Desember 2023   20:39 Diperbarui: 13 Desember 2023   20:52 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Para pewaris nabi menghadapi tantangan yang cukup pelik untuk bisa teguh memajukan agenda-agenda pro terhadap kemanusiaan dan lingkungan. Di saat berbagai wacana keaswajaan menjadi komoditas murahan yang banyak dipergunakan sebagai legitimasi berbagai kerusakan yang ada, alih-alih sebagai wacana tandingan arus utama yang memperjuangkan senyata-nyatanya jalan keselamatan.

Pada saat yang sama, materialisme (marxisme) sebagai ilmu yang menjadi tonggak kritisisme ekonomi-politik untuk membedah cara kerja kapital masih belum familier pasca penghancuran intelektual dan khazanah keilmuan yang menguliti kapitalisme oleh Orde Baru. Geliat kebangkitan wacana kritis yang memadukan wacana teologis dengan marxisme sebetulnya sudah dimulai dengan kehadiran tulisan tulisan di Islam Bergerak maupun rubrik tabayyun IndoPROGRESS. Meski demikian, wacana-wacana demikian dapat dikatakan masih berputar di kalangan terbatas.

Hidup di bawah rezim kapitalisme global dan nasional sekarang. jutaan warga Nahdliyin pengamal Aswaja terjerat dalam krisis sehari-hari yang mengancam pekerjaan (ma'isyah) mereka, juga lahan-lahan dan ruang hidup mereka, baik disebabkan kebijakan Negara yang merugikan rakyat atau oleh ulah elite dan perusahaan yang melakukan kezaliman berupa pemerasan tenaga, eksploitasi sumber daya alam, diskriminasi, atau perampasan ruang hidup (aset dan tanah). Semua penyebab  krisis ini secara sistemik dipupuk oleh kapitalisme, sister, ekonomi dan politik yang menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan materi (profit) dan menghimpunnya di tangan sejumlah kecil manusia (baca: kelas kapitalis).

Jutaan warga Nahdliyin hidup sehari-hari dengan kesulitan ekonomi yang menghimpit, dan hanya sebagian kecilnya saja

yang berhasil lolos dan bergabung dengan kelas menengah yang mapan. Hal itu sudah kita ketahui bersama. Namun sayangnya, secara keagamaan, belum ada kerangka pemikiran yang utuh untuk memahami akar persoalan ini dengan keilmuan yang memang diperuntukkan untuk membedah "kapitalisme". Tentu, kapitalisme tidak mungkin dikaji secara utuh dengan Ilmu Nahwu atau Shorof. Atau ilmu Fiqh dan Tasawuf, ilmu-ilmu pesantren. Tidak nyambung. Kapitalisme dengan segala software dan hardware-nya, yaitu sebagai teori dan kenyataan, hanya dapat dipahami dengan perangkat ilmu yang memang difokuskan mempelajarinya, yakni Marxisme, atau dalam istilah lain (lagi-lagi istilah yang "elitis"), ilmu kritik atas ekonomi-politik. Sumbangan Karl Marx untuk keilmuan ini adalah bukunya sejumlah tiga jilid berjudul Capital (Modal), yang berisi uraian mendalam mengenai cikal bakal kapitalisme dan cara kerjanya.

Di sinilah buku ini mengajak kita berpikir: bisakah kita ber Aswaja dengan mengadopsi pemikiran kritis Marx atas kapitalisme?

Pertama, perlu diperjelas mana ranah Aswaja dan manakah ranah Marxisme, karena ini berpotensi rancu. Aswaja adalah ranah akidah dan nilai-nilai, sedangkan Marxisme adalah ranah wawasan keilmuan yang dinamis dan aktual.

Sebagai contoh, Aswaja an-Nahdliyah yang diikuti warga Nahdliyin di Indonesia, atas tihad KH Achmad Siddiq, Rais 'Aam PB NU periode 1984-1991, berhasil merumuskan tiga butir nilai utamanya: tawassuth, i'tidal, dan tawazun Muncul kemudian tafsir beliau bahwa "prinsip tawassuth, jalan pertengahan, tidak tatharruf (ekstrem) ke kanan-kananan atau kekiri-kirian" Dari prinsip ini tercermin penerapan Aswaja dalam bentuk upaya "mencegah ekstremisme dan sikap berlebih-lebihan (al-ghuluww) yang menjerumuskan orang kepada penyelewengan aqidah dan syariah"

Sementara itu, Marxisme dalam praktiknya mendorong penerapan nilai-nilai seperti "progresif-revolusioner (tagaddu miyah wa tsauriyah), nilai yang mensyaratkan militansi dalam mem bongkar tatanan yang menindas dan keberpihakan yang utuh.

Pertanyaannya, bisakah "mendamaikan" atau mencari titik temu antara prinsip tawassuth dan prinsip perjuangan revolusioner? Itu di satu sisi. Di sisi lain, kapitalisme yang berkembang sekarang benar-benar dalam tahap yang sangat destruktif, dan telah menghasilkan kerusakan yang nyata di segala sendi kehidupan, baik kerusakan moral maupun materiil. Menghadapi kapitalisme tidak dapat dilakukan dengan setengah-setengah, kecuali menoleransi sebagian atau seluruh kerusakan yang ditimbulkannya.

Di sinilah permasalahan praksis-amaliyah Aswaja yang Harus mengkonstruk materialism sebagai landasan menghadapi realitas sekarang. Aswaja hari ini seakan-akan menjadi apologi atas pembiaran kapitalisme, pembiaran ketertindasan dan eksploitasi sistemik keseharian. praksis-amaliyah Aswaja yang seolah "melempem menghadapi realitas sistem kapitalisme, malah terkadang ada pihak yang bersikap oportunis dan mencari untung dari kapitalisme untuk pundi-pundi pribadi atau lembaganya, misalnya dengan tanpa merasa bersalah bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan besar, yang menghisap para buruhnya atau memiliki catatan kejahatan lingkungan hidup (ecological crime, seperti tambang, dll.), untuk membiayai kegiatan keagamaan. Kritik buku ini, lebih jauh, mencoba menelusuri akar akarnya pada bangunan ideologi Aswaja yang mendasari praksis-amaliyah tersebut untuk memeriksa benarkah Aswaja memang membiarkan ketertindasan, atau sebaliknya memiliki potensi mengubah masyarakat ke arah perubahan struktural yang adil dan sosialistik. Atau, lebih eksplisit lagi: ke arah Sosialisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun