Mohon tunggu...
Ahmad Nasrulloh
Ahmad Nasrulloh Mohon Tunggu... Mahasiswa - universitas insya alloh negeri bandung

mode hemat energi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Revitalisasi Nilai Aswaja di Tengah Arus Politik Neoliberalisme

13 Desember 2023   20:39 Diperbarui: 13 Desember 2023   20:52 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara umum, Materialisme Historis adalah metode kritis-ilmiah untuk menyelidiki perkembangan masyarakat dari sejarah produksi materialnya. la pada hakikatnya adalah sejarah, namun metode sejarah yang didasarkan kepada prinsip materialis, yaitu konsepsi bahwa sejarah bergerak dari hal-hal material yang bisa diukur, diamati, dan dipelajari. "Mater" di sini lebih luas dari sekadar pengertian "benda" atau "harta". "Materi" berarti segala hal yang melingkupi semesta empiris yang bisa diamati manusia, yaitu alam fisik, lingkungan hidup, kehidupan biologis, bahan bahan mentah, dan hasil-hasil produksi.

Sementara itu, Materialisme Dialektis adalah doktrin bahwa realitas bekerja dengan hukum-hukum pertentangan dialektis, di mana hal-hal yang bertentangan akan melebur dan melahirkan sintesis baru yang lebih rumit dan kompleks. Materialisme Dialektis adalah doktrin filsafat, dan sebagai doktrin filsafat, la banyak diambil dari pemikiran filsafat Yunani tentang alam. Di antara dua paham berpengaruh di balik Materialisme Dialektis adalah Naturalisme (pandangan bahwa kehidupan manusia tidak lepas dari perkembangan alam dari harus didasarkan kepada "hukum-hukum alam") dan Evolusionisme (pandangan bahwa kehidupan manusia berkembang dari satu fase ke fase lain).

Pada sisi Materialisme Dialektis ini sebenarnya rawan terjadi persinggungan keras dengan ajaran Islam, yaitu ketika doktrin doktrin tentang realitas dan dialektika diterapkan begitu saja kepada hal-hal yang bersifat metafisik atau gaib, seperti pembuktian eksistensi Allah, akhirat, pahala, malaikat, dan lain-lain, mengingat dialektika adalah konsep filsafat yang diturunkan dari pengamatan empiris atas realitas fisik, yang kemudian didalilkan (dipostulatkan) sebagai logika bagi segala kejadian di alam.

Ketidaksetujuan Hadratussyaikh adalah pada sisi ketika materialisme ini diterapkan secara membabi-buta kepada hal hal yang gaib, yaitu ketika orang tergoda untuk berpikir bahwa Materialisme Dialektis adalah padanan atau bahkan lebih unggul daripada ajaran agama. Na'udzubillah. Hal ini berarti perpindahan dari Materialisme sebagai metode ilmiah menjadi Materialisme sebagai keyakinan atau akidah.

Singkatnya, sebagai metode ilmiah-kritis, Materialisme dapat kita pelajari, yaitu Materialisme Historis, guna memahami perkembangan umat manusia di dunia dan sejarahnya. Sebagai metode ilmiah, Dialektika juga masih bermanfaat untuk membaca kecenderungan-kecenderungan realitas empiris. Namun, ketika Materialisme diyakini sebagai akidah, meresap menjadi keyakinan, ia wajib dihindari, karena otomatis bertentangan dengan ajaran Islam yang mengimani hal-hal yang gaib (nonempiris).

Barangkali karena tingkat literasi umat Islam yang saat itu masih rendah, para ulama dengan tegas menghalau berkembangnya Marxisme dengan segala aspeknya, karena saat itu barangkali tidak ada jaminan bahwa orang yang mempelajari Marxisme terhindar dan "bahaya akidah" Marxisme dengan turut meresapi dan meyakini segala ujaran dan wacana lontaran Marx sebagai butir-butir keimanan yang kudu diyakini. Padahal, Marx sendiri memperlakukan karya-karyanya bukan sebagai kitab suci untuk diimani, tetapi sebagai teks ilmiah yang terus diuji, dikritik, dan disempurnakan. Barangkali karena kebutaan sejumlah kalangan Marxis yang demikian fanatik pada pesona dan kehebatan Marx yang membuat "sakralisasi Marx" ini muncul, sehingga menempatkan Marxisme berhadapan langsung dengan agama. Hal ini makin diperburuk dengan propaganda kapitalisme dan "kaki-tangannya" yang ikut memfitnah Marxisme sebagai ajaran "dogmatis" dan "berbahaya".

Untuk saat ini, dengan tingkat literasi umat Muslim yang jauh berkembang di mana banyak karya Marx mudah diakses, bahkan Marxisme telah menjadi ranah perdebatan yang dinamis dan bidang studi yang berpengaruh pada berbagai keilmuan (modern), juga di mana banyak situasi kapitalisme mutakhir makin membenarkan prediksi dan teori Marx sendiri.

Relevansi Aswaja dan Materialisme

            Ekspansi kapitalisme semakin menjadi-jadi. Logika dan hukum gerak yang mengharuskannya memperbesar diri secara terus menerus menyebabkan berbagai dampak merusak: krisis lingkungan, krisis ekonomi, krisis kemanusiaan, dan lain sebagainya. Di Indonesia belakangan, kekuatan kapital mewujud dalam bentuk UU Cipta Kerja yang memfasilitasi agenda-agenda destruksi sosial-ekologis hingga menjadi momok bagi rakyat dan lingkungan yang semakin terdegradasi akibat eksploitasi tak berkesudahan.

Menyikapi pandemi Covid-19 yang tidak kunjung merede, rezim justru semakin memperlihatkan watak eksploitatif kapitalistiknya dengan lebih memprioritaskan kepentingan pelaku bisnis di atas kemaslahatan sosial. Hal ini semakin diperparah dengan besar-besaran dana bantuan social oleh pihak kementerian, hingga penggusuran ruang hidup warga di Tamansan dan Pancoran melalui tindak repres aparatus negara yang tidak lain hanyalah cerminan dar persekutuan pihak pengusaha dan rezim

Belum tuntas persoalan kemanusiaan yang mendera rakyat, kegagapan rezim penguasa dalam menyikapi berbagai bencana ekologis yang disebabkan perusakan sumber daya alam secara masif juga semakin mencekik kondisi rakyat. Alih alih mematuhi berbagai regulasi lingkungan dan efektivitas dampaknya terhadap pemulihan lingkungan, rezim malah cenderung abai dengan industri ekstraktif yang dioperasikan secara kemaruk dengan izin yang ugal-ugalan. Lantas dengan mudahnya melempar statement fatalistik dengan berbagai pembenaran religius terhadap berbagai bencana yang terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun