FENOMENA KECELAKAAN DI DEKAT PALANG KERETA API
Beberapa hari lalu, beredar video di internet yang memperlihatkan seorang pengendara motor yang berusaha menerobos palang kereta api. Mirisnya saat coba dicegat oleh “pahlawan” yang kebetulan ada disitu, pengendara motor tersebut justru marah dan terlibat cekcok dengan sang “pahlawan.”
Mengapa penulis menggunakan kata “pahlawan?”, jika teman-teman pernah menonton video tersebut, tentu teman-teman tahu persis, beberapa detik setelah dicegat, sebuah kereta api melintas. Bayangkan jika kebetulan saat itu tidak ada yang berjaga di sekitar palang tersebut. Dan pengendara motor tersebut tetap nekat menerobos, probabilitas mengerikan macam apa yang bisa terjadi.
Peristiwa itu sendiri terjadi di Jalur Perlintasan Langsung (JPL) di Stasiun Cikudapateuh, Bandung, Jawa Barat. Kereta yang kebetulan melintas di video tersebut merupakan Kereta Api Commuter Line Bandung Raya dengan tujuan Stasiun Cicalengka.
Setelah ditelusuri asal-muasal videonya, ternyata para “pahlawan” yang mencegah pengendara motor tersebut melintas merupakan bagian dari Komunitas Edan Sepur Indonesia (KESI). Perlu untuk diketahui KESI sendiri merupakan salah satu komunitas pecinta kereta api di Indonesia. Mereka berupaya untuk mengajak masyarakat agar lebih peduli dan menghargai aset-aset perkeretaapian. Selain itu mereka juga mengajak masyarakat untuk lebih memahami dan mematuhi berbagai peraturan yang terkait dengan perkeretaapian.
Dan salah satu cara untuk merealisasikan hal tersebut adalah dengan melakukan sosialisasi dan edukasi lansung ke masyarakat. Dengan “terjun langsung” ke lapangan, diharapkan masyarakat sadar akan pentingnya memahami, menjaga dan mematuhi segala hal yang berkaitan dengan perkeretaapian di Indonesia.
Sayangnya, sosialisasi yang dilakukan pada hari itu, tepatnya pada tanggal 29 November 2024, jam 15:09, tidak berjalan sesuai harapan. Sebab sebagaimana yang sudah dijelaskan diatas, ada seorang pengendara motor yang tetap “nekat” untuk menerobos dan malah berujung cekcok dengan para “pahlawan” ini.
Namun meski terlibat cekcok, aksi para “pahlawan” ini tetap mendapat apresiasi dari netizen. Hal tersebut dapat dilihat dari komentar netizen sebagai berikut:
- “Hebatnya petugasnya benar2 amanah. Luar biasa Pak”;
- “Profesionalitas dan nahan rasa sabarnya keren komunitas edan sepur ini, kalo kita mungkin belum bisa menahan emosi seperti itu memang harus di sikat”;
- “Semangat untuk berelawan @edansepurid atas edukasinya kepada masyarakat agar lebih disiplin berlalu lintas terutama di perlintasan KA. Jangan pernah bosan menjadi orang baik dan terbaik. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan relawan @edansepurid”;
Sebenarnya, jika membaca komentar yang ada di video terkait, kita justru akan lebih banyak menemukan “serangan online” netizen. Bisa kita lihat dari komentar berikut:
- “Udah diselametin, terus marah marah? Tolong tolong jangan lupa bawa otak sebelum berkendara”;
- “Begitulah SDM Indonesia😢 Bukannya bersyukur dan berterima kasih, malah marah-marah”;
- “Masalahnya kalo ketabrak lu nyusahin orang lain pak”;
- “Kalau mau pindah alam minimal jgn nyusahin orang lain dan ngajak orang lain 🗿”;
Penulis sendiri sebagai bagian dari netizen, sangat setuju dengan dua perspektif yang tercemin dari komentar netizen. Di satu sisi mengapresiasi kepedulian para “pahlawan” ini. Dan di satu sisi sangat mengecam apa yang dilakukan oleh pengendara motor tersebut.
Hal ini bukan tanpa alasan. Berdasarkan data milik PT Kereta Api Indonesia, tercatat setidaknya 535 kejadian tabrakan atau 'temperan' kereta api sepanjang Januari—Agustus 2024, yang melibatkan kendaraan atau orang di berbagai perlintasan sebidang.
Itu merupakan jumlah yang fantastis. Mari kita coba hitung, jika ada 535 kasus selama 8 bulan, setidaknya ada 2 kasus atau bahkan lebih yang terjadi setiap harinya. Bayangkan, 2 kasus, kita tidak sedang bicara kasus kecelakaan biasa di jalan raya. Tapi kita sedang bicara kasus kecelakaan di palang kereta api. Dimana tentu melibatkan variable utama yaitu kereta api yang mengakibatkan chance untuk selamat dari kecelakaan tersebut bisa dibilang sangat kecil.
Inilah yang kemudian penting menjadi perhatian bagi kita semua. Sebab seringkali jika ada kasus kecelakaan di palang kereta api, yang menjadi “tersangka” adalah petugas yang kebetulan sedang berjaga di sekitar jalur tersebut. Efek dominonya tentu lagi-lagi yang disalahkan adalah PT KAI. Masyarakat akan berasumsi bahwa petugas yang direkrut tidak kompeten, sebab masih ada kecelakaan yang terjadi.
Padahal perlu lah untuk diketahui, bahwa kereta api merupakan salah satu jenis kendaraan yang memang sudah memiliki jalur tetap dalam perjalanannya. Kereta api bukanlah mobil yang bisa seenaknya memotong jalan untuk meringkas waktu. Kereta api juga bukanlah motor yang bisa seenaknya melawan arah untuk mempercepat perjalanannya.
Jalur kereta api telah ditentukan sejak awal. Dalam pembuatannya melibatkan banyak pihak bahkan harus sesuai dengan peraturan menteri perhubungan.
Karena itulah ketika ada kasus kecelakaan yang melibatkan kereta api, macam kecelakaan di palang kereta, tentu tidak bisa hanya pemerintah dan PT KAI saja yang disalahkan. Perlu lah kemudian untuk ditelaah lebih dalam, menggunakan perspektif yang lain.
“Tidak ada asap kalau tidak ada api”; merupakan sebuah perumpamaan yang berkaitan erat dengan konsep kausalitas.
Konsep kausalitas meyakini, bahwa sesuatu yang ada, itu tercipta sebagai sebuah “akibat” dari sesuatu yang lain. Konsep ini meyakini bahwa suatu hal dapat menjadi penyebab yang melahirkan suatu hal lain yang nantinya akan disebut sebagai akibat. Dan konsep kausalitas ini sering digunakan untuk menilai banyak fenomena, sebab melalui konsep ini, kita bisa secara adil menilai penyebab dari munculnya fenomena tersebut.
Jika kita mencoba menerapkan konsep ini pada fenomena kecelakaan di palang kereta api. Maka akan ditemukan beberapa hal yang kemudian dapat disebut sebagai seuatu sebab-musabab. Dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Pemerintah
Pemerintah menjadi salah satu variable yang kemudian menjadi salah satu “penyebab” kecelakaan di palang kereta api. Sebab pemerintah punya kewajiban untuk membuat infrastruktur yang memadai dan peraturan yang ketat. Faktanya, infrastruktur yang dibuat terkadang tidak bisa berfungsi, entah hal tersebut karena kurangnya dana yang berdampak pada kualitas infrastruktur atau karena memang faktor usia dan sebagainya yang kemudian menyebabkannya menjadi tidak berfungsi.
Jika membahas aturan, sebenarnya peraturan yang ada terkait perkeretapian di Indonesia sudah komperehensif, yang kemudian menjadi masalah adalah sumber daya manusia yang digunakan untuk memastikan penerapan peraturan tersebut di lapangan. Ada beberapa pegawai yang sebenarnya tidak kompeten namun entah mengapa tetap bisa masuk ke dalam instansi.
2. Masyarakat
Tentu tidak adil jika hanya melihat dari perspektif pemerintah. Sebab yang paling sering menjadi korban kecelakaan di palang kereta api adalah masyarakat. Sebenarnya jika kita bicara terkait penyebab dari masyarakat itu sendiri, maka akarnya adalah kebudayaan.
Ya kebudayaan. Kebudayaan yang dimaksud disini adalah kebudayaan MELANGGAR. Ini jelas merupakan fakta yang tidak bisa dibantah. Hari ini, mungkin sebelum anda meihat tulisan ini, anda pasti melihat orang yang MELANGGAR peraturan. Entah mengapa kebiasaan ini sangat jamak dilakukan oleh masyarakat kita sehingga penulis kemudian menyebutnya sebagai sebuah kebudayaan (untuk budaya melanggar mungkin penulis akan coba buat pembahasan tersendiri).
Masyarakat kita seringkali tidak peduli dengan peraturan yang ada. Bahkan meskipun telah ada terpampang dengan jelas rambu yang menandakan bahwa tidak boleh melanggar, masih dilanggar juga.
Dan jika kita bicara terkait penyebab mereka melanggar, maka jawabannya bermacam-macam. Salah satunya adalah efisiensi waktu. Seringkali seseorang merasa bahwa menunggu di palang kereta merupakan aktivitas yang buang-buang waktu. Perasaan inilah yang kemudian mendorong mereka untuk tetap nekat menerobos meskipun sudah ada palang bahkan petugas yang berjaga—sebagaimana yang sudah dijelaskan diatas.
Selain faktor efisiensi waktu, seringkali mereka yang menerobos ternyata ditemukan sedang asik bermain hp. Fokus yang terbagi inilah yang kemudian menyebabkan mereka seringkali tidak menyadari situasi sekitar.
Dari penjelasan diatas, dapatlah ditarik sebuah penjelasan bahwa fenomena kecelakaan di dekat palang kereta api bukan sepenuhnya kesalahan dari pemerintah. Namun masyarakat juga turut berpartisipasi dalam menjadi “penyebab” timbulnya kecelakaan tersebut, kompleksitas inilah yang kemudian menyebabkan fenomena kecelakaan di palang kereta api menjadi tinggi.
Lalu bagaimana solusinya?
Kali ini penulis tidak akan membahas lebih dalam solusi dari perspektif pemerintah. Sebab jika kita sadar sebenarnya pemerintah sudah memberikan berbagai solusi untuk menurunkan tingkat kecelakaan di palang kereta api. Seperti pemberian sosialisasi terkait bahaya yang “pasti” timbul jika nekat menerobos, rencana peningkatan infrastruktur dan sebagainya.
Namun nyatanya, berbagai solusi tersebut masih tidak kunjung memberikan cahaya akan gelapnya tragedy kecelakaan di palang kereta api. Sebab seperti yang sudah dijelaskan diatas, masyarakat kita sudah terbiasa dengan budaya MELANGGAR.
Teguran dan sirine peringatan diabaikan, palang kereta pun diterobos. Jika sudah seperti ini, apakah masih logis jika hanya menyalahkan pemerintah saja? Tanpa berkaca pada diri sendiri?
Karena itu, sangatlah penting untuk menanamkan kesadaran dalam diri “jika saya nekat menerobos, maka probabilitas saya berada dalam bahaya sangatlah besar”, kesadaran diri inilah yang sangat penting. Yang kemudian menjadi dasar utama untuk menurunkan tingkat kecelakaan di palang kereta api.
Sebab semua upaya akan menjadi sia-sia jika tidak dimulai dari diri sendiri. Dengan menanamkan kesadaran diri, akan pentingnya menjaga keselamatan di jalan, terutama di palang kereta api, diharapkan angka kecelakaan di palang kereta api bisa menurun.
Tentu sebagai manusia yang sayang keluarga, anda tidak mau bukan ketika anda pulang yang terdengar justru isak-tangis bukan panggilan sayang dan seruan anak? Anda tidak mau pertemuan dengan keluarga sebelum berangkat kerja menjadi pertemuan yang terakhir bukan?
Anda tidak mau hal seperti itu terjadi bukan? Karena itu berhati-hatilah di jalan. Hilangkan kebiasaan menerobos rambu lalu-lintas serta bermain hp ketika berkendara. Dengan begitu anda tidak hanya melindungi diri sendiri, tetapi juga melindungi orang lain.
Karena perubahan dimulai dari diri kita sendiri. Sekian terimakasih
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI