"Sampeyan ngomong itu darimana? Sampeyan juga gak pernah baca koran?" Suja bertanya.
"Bukankah setiap musim tanam kita mengalami kelangkaan pupuk? Bukankah pula setiap musim panen kita mengalami anjolknya harga gabah? Aku ngomong berdasarkan pengalaman ini," jawab Sikun
Sikun berheti berkata, asap tebal menyembur dari bibirnya. Bau kemenyam menyebar di sekitar gardu.
"Kita ini pelaku pertanian, petani," lanjut Sikun. "Kita mengalami banyak hal dengan sawah-sawah kita. Dulu, ketika masih muda, tahun 80-an, kita diminta ini dan itu oleh pemerintah. Termasuk kita juga diminta untuk menggunakan bibit dan pupuk tertentu. Sebagai orang kecil tak ada yang bisa kita tolak. Kita pun senang pada akhirnya, karena pengunaan bibit dan khususnya pupuk-pupuk itu ternyata menghasilkan yang lebih baik dari sebelumnya."
Sikun mengebulkan asap dari bibirnya kembali. Orang-orang yang ada di gardu diam, mereka berhenti membaca koran, mendengarkan Sikun.
"Kita juga tahu, dan sadar," Sikun melanjutkan, "bahwa kita kemudian bergantung dengan pupuk-pupuk itu. Kita tidak pernah mempersalahkan, karena memang secara nyata produksi pertanian kita meningkat. Aku kira semua orang senang dengan ketergantungan ini. Hanya mereka yang bodoh saja yang tidak mau menggunakan pupuk-pupuk itu."
Suasana makin hening. Sikun melanjutkan kata-katanya, "Tapi, kemudian kita menjadi lalai, yang disebabkan karena rasa ketergantungan yang berlebihan kepada pupuk-pupuk itu. Kita tidak lagi bisa berbuat apa-apa ketika pupuk yang kita butuhkan ternyata sudah tidak ada, entah tidak ada ini karena memang 'sudah tidak ada sama sekali' ataupun karena 'ditiadakan atau ditimbun oleh oknun tertentu. Kalau saja rasa ketergantungan itu tidak berlebihan, tentu kita tetap punya alternatif lain dari pupuk-pupuk itu."
"Sebentar kang," potong salah seorang dari mereka. "Alternatif, apa maksudnya. Sama-sama orang kampung jangan pake istilah aneh-aneh lah"
"He hehe," Sikun tertawa. "Aku kira sampeyan biasa membaca koran, masa kata alternatif gak tahu maksudnya." Orang yang bertanya itu cengar-cengir.
"Tapi sungguh aku gak ngerti," kata orang itu. Masih cengar-cengir. Giginya yang kecoklatan, bukan karena sering makan coklat, tapi karena gak pernah gosok gigi, makin memperjelas cengar-cengirnya.
"Maksudnya begini," Sikun melanjutkan. "Karena rasa ketergantunan yang berlebihan pada pupuk-pupuk itu, kita jadi kelabakan ketika ada kelangkaan pupuk. Semestinya tidak demikian seandainya kita tidak bergantung yang berlebihan. Kita masih bisa mencari pupuk-pupuk lain, selain pupuk-pupuk itu. Sehinga ketika musim tanam begini, kita tak bingung manakala pupuk menjadi langka."