ISU PILGUB JATENG 2018:
Pola Relasi Pemerintah dan Masyarakat Sipil pada Kasus Penolakan Masyarakat terhadap Pembangunan Pabrik Semen di Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah
Oleh: Ahmad Munir
A. Pendahuluan
Isu penolakan masyarakat atas pembangunan pabrik semen di Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah termasuk dalam kategori unik. Pertama, kasus ini melibatkan pola relasi yang komplek.Â
Kedua, kasus berkembang melebihi pola biasa yang muncul pada lahan tambang di lokasi lain. Alasan pertama, penolakan tidak serta-merta terjadi, akan tetapi melalui tahapan-tahapan penolakan, sampai pada pencapaian keterlibatan antar aktor yang kompleks. Alasan kedua, keunikan dari sisi kasus justru muncul di Daerah Jawa.Â
Permasalahan pendirian pabrik semen muncul dengan penolakan yang demikian kuat. Dasar penolakan pembangunan pabrik semen adalah dasar hidrologis dan ekologis, yaitu hilangnya sumber daya air dan mematikan sektor pertanian di daerah sekitar.Â
Beberapa dokumen yang dijadikan rujukan dalam penolakan warga adalah 1) Peraturan Daerah Nomor 06 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Tengah pasal 63 disebutkan daerah tersebut merupakan kawasan lindung. 2) Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Rembang.Â
Pada bagian ini, yang menjadi penting bukan pada substansi umum, tapi pada detail tata ruang yang hendak dimanfaatkan, jadi perlu telaah mendalam tentang posisi kawasan Pegunung Kendeng. Padahal pokok kebijakan peraturan-peraturan tersebut tidak berarti melarang berdirinya pabrik semen, akan tetapi serangkaian instrument kebijakan, untuk memastikan keseimbangan lingkungan secara ekologis dapat terjaga.Â
Beberapa masalah yang mengemuka, dari kasus penolakan warga, dapat dijadikan pembanding antara dasar masyarakat dan dasar perusahaan. Beberapa pokok permasalahan yang mengemukan antara lain:
1.Identifikasi masalah paling objektif muncul pada prosedur rencana pendirian yang cacat prosedural. Cacat prosedural berarti teradapat prosedur dari rangkaian rencana yang tidak dipenuhi. Prosedur perizinan menjadi faktor penyebab kegagalan beberapa perusahaan berusaha berinvestasi di Wilayah Pegunungan Kendeng.Â