Mohon tunggu...
Ahmad Mukhlish
Ahmad Mukhlish Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Hobi traveling, play game, kuliner

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Integrasi Tasawuf dengan Syariah

30 Desember 2023   18:15 Diperbarui: 30 Desember 2023   22:19 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

 "Dia mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi dan mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan yang kamu nyatakan. Dan Allah Maha Mengetahui segala isi hati." (Q.s. al-Taghbun [64]: 4).

 "Dan rahasiakanlah perkataanmu atau lahirkanlah. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati." (Q.s. al-Mulk [67]: 13).

Menurut al-Sarrj (w. 988 M/378 H) ada empat langkah yang harus dilakukan seorang Muslim guna mewujudkan agenda tazkiyah al-nafs, mensucikan jiwa, yakni: (a) al-'Ibdh, yaitu melakukan pelbagai ibadah secara istiqmah-mudawwamah, konsisten dan berkesinambungan, baik ibadah yang wajib maupun ibadah yang sunah, yang bersifat 'ibdah mahdhah maupun 'ibdah mu'malah yang berdimensi sosial; (b) al-Mujhadah, yaitu perjuangan atau jihad melawan dorongan hawa nafsu. Motivasi, idea, atau dorongan untuk berbuat dosa sekecil apa pun harus dilawan dan dikendalikan agar tidak menjadi virus yang mematikan; (c) al-riydhuh al-rhniyyah, pelatihan ruhani atau altarbiyyah al-rhniyyah, pendidikan spiritual (spiritual education); (d) al-inqith` ila Allh, mengorientasikan diri dengan satu prinsip bahwa hidup ini semata-mata untuk Allah.13 Kesucian jiwa menjadi perhatian utama Alquran, bahkan salah satu tugas pokok seorang utusan Allah adalah menyucikan jiwa manusia dari kekufuran, kemusyrikan, dan kemunafikan, penyakit hati, dan sifat-sifat tercela.

  • Ihsan adalah tasawuf, tasawuf adalah ikhsan  

Dari penjelasan di atas, dapat ditarik suatu perspektif bahwa ihsan adalah tasawuf, dan tasawuf adalah ihsan. Ihsan adalah tasawuf qur'ani, suni, akhlaki, amali, dan salafi yang tidak bercampur dengan syaahat dan bidah. Mahmud Amin al-Nawawi, Guru Besar Universitas menyatakan, "Tasawuf yang bercampur dengan syaaat dan bidah yang keluar dari kebiasaan para salaf saleh generasi awal merupakan sesuatu yang (menyimpang). Dosanya lebih besar dari manfaatnya, sedangkan keburukannya lebih banyak dari kebaikannya karena tasawuf ini keluar dari jalan lurus. Setan memakaikan tasawuf yang menyimpang itu kepada orang-orang bodoh, lalu membisikkan kepadanya bahwa mereka itu sungguh termasuk orang-orang pilihan yang mendapat petunjuk, padahal mereka tidak mendapat petunjuk.

                Junayd al-Bagdadi memandang bahwa semua jalan rohani tertutup bagi manusia, kecuali jalan rohani yang sesuai dengan asar (peninggalan) Rasulullah Saw, mengikuti sunah dan membiasakan metodologi beliau karena semua jalan kebaikan hanya terbuka melalui sunah beliau.

                Dengan demikian, ihsan adalah tasawuf, dan tasawuf adalah ihsan sebagaimana disebutkan dalam hadis di atas bahwa ihsan merupakan jalan rohani yang sesuai dengan asar Rasulullah Saw. Ihsan adalah pengamalan tasawuf dengan mengikuti dan membiasakan sunah Nabi Saw secara konsisten. Hanya dengan mengikuti dan mengamalkan tasawuf qur'ani, suni, akhlaki, amali, dan salafi, jalan kebaikan dunia akhirat dapat diraih dengan sempurna.

  • Perpisahan Fikih Dengan Tasawuf

Kata Fiqih adalah bahasa Arab yang berasal dari kata faqiha-yafqahu-fiqhan yang bermakna mengerti atau memahami. Rintisan memadukan fikih dengan tasawuf dimulai oleh Imam Malik bin Anas, seorang ahli fikih, mujtahid, imam mazhab yang berpengetahuan luas, dan juga salah seorang sufi, pengamal tasawuf. Imam Malik berpendapat (Siapa yang mengamalkan tasawuf tanpa dilandasi pemahaman fikih, maka sungguh ia telah menyimpang). Beliau me- mandang bahwa ilmu itu bukan karena menguasai banyak sumber rujukan (al-riwayah), akan tetapi berdasarkan nur yang disimpan oleh Allah Swt di dalam kalbu. Pandangan Imam Malik bin Anas ini memadukan 'ilm al-'aql (pengetahuan akal) dan 'ilm al-qalb (pengetahuan kalbu) yang merupakan landasan tasawuf suni.

                Berdasarkan pemikiran di atas, Imam Malik berhasil memperkuat ketokohan dirinya dalam bidang fikih dan tasawuf dengan melahirkan dua langkah. Pertama, menekankan pentingnya mempelajari fikih sebelum mempelajari tasawuf agar tidak menjadi zindik (kelompok penyimpangan agama). Kedua, keyakinan beliau bahwa pengetahuan yang sejatinya (al-hikmah) adalah nur yang ditiupkan Allah Swt ke dalam kalbu. Menurut Imam Malik, al-hikmah adalah fikih, pemahaman mendalam tentang agama Allah Swt yang diperoleh melalui cara Allah Swt memasukkan al-hikmah ke dalam sanubari. Dapat pula ditambahkan bahwa al-hikmah adalah menaati Allah Swt, mengikuti bimbingan Allah Swt, memahami agama Allah Swt, dan memiliki pengetahuan tentang agama Allah Swt.

                Perjuangan Imam Malik bin Anas dalam memadukan fikih dengan tasawuf diteruskan oleh beberapa ulama terkemuka, seperti Abu Abdullah al-Harits bin Asad al-Muhasibi (wafat 243 H), Abu Bakar Muhammad al- Kalabadzi (wafat 380 H), Abu Thalib al-Makki (wafat 386 H), Abu al-Qasim al-Qusyairi (wafat 465 H), dan mencapai puncaknya pada masa Abu Hamid al-Ghazali (wafat 505 H). Beliau berhasil memadukan kedua corak orientasi keberagamaan lahiriah dan batiniah tersebut dalam suatu simfoni indah yang dikenal sebagai tasawuf suni, yakni pengamalan tasawuf berdasarkan bimbingan Al-Qur'an dan sunah Nabi Saw " Perpaduan fikih dengan tasawuf merupakan perpaduan antara law dan morality. Substansi syariat atau fikih adalah aturan-aturan dan norma-norma hukum yang memberikan arah dan tujuan agar ibadah, pengabdian, dan penyerahan diri manusia kepada Allah Swt dilakukan dengan benar sesuai dengan kehendak-Nya, sebagaimana digariskan di dalam Al-Qur'an dan sunah Nabi Muhammad Saw, serta membawa dampak pada penyucian jiwa dan pendekatan diri kepada Allah  Swt Syariat atau hukum Islam tidak dapat dipisahkan dari dimensi akhlak, bahkan dalam keadaan tertentu dituntut untuk mengedepankan akhlak atas hukum.

                Ada lima komponen yang menjadi dasar pengembangan kepribadian muslim. Dasar pertama adalah akidah yang benar, berdiri di atas keimanan yang benar, dan mendorong pada tindakan yang lurus. Dasar kedua adalah model ideal yang menjadi uswatun-hasanah (teladan yang baik), Dasar ketiga adalah kapasitas diri untuk menjadi manusia pembelajar yang mencintai ilmu dan menerapkan ilmu dalam kehidupannya. Dasar keempat adalah ketekunan beribadah yang menjadikan dirinya senantiasa membutuhkan Allah Swt. Dasar kelima adalah semangat berjihad yang mendorong seseorang untuk mewujudkan apa yang menjadi cita-cita ideal dalam hidupnya.

  • Perpaduan Fikih Dengan Tasawuf Pada Pokok-Pokok Agama

dijelaskan perpaduan fikih dengan tasawuf dalam salat, zakat, puasa, dan haji yang merupakan pokok-pokok agama atau rukun Islam sehingga melahirkan dimensi tasawuf dalam salat, dimensi tasawuf dalam zakat, dimensi tasawuf dalam puasa, dan dimensi tasawuf dalam ibadah haji.

  • Dimensi Tasawuf dalam Salat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun