Mohon tunggu...
ahmad landong
ahmad landong Mohon Tunggu... Guru - pendidik

membaca

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hakikat Problematika Pembelajaran

31 Oktober 2023   12:34 Diperbarui: 31 Oktober 2023   12:43 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

6.Menggali hasil belajar yang tersimpan
Menggali hasil belajar yang tersimpan merupakan proses mengaktifkan pesan yang telah diterima. Siswa akan memperkuat pesan baru dengan cara mempelajari kembali, atau mengaitkannya dengan bahan lama.

7.Kemampuan berprestasi;
Kemampuan Beradaftasi peserta didik menunjukkan bahwa dia telah mampu memecahkan tugas-tugas belajar dan mentaransfer hasil belajar. Menurut Syah, M., (1997) pada tahap ini siswa membuktikan kemampuanya dalam proses-proses penerimaan, pengaktifan, pra-pengolahan, penyimpanan, serta pemanggilan untuk pembangkitan pesan dan pengalaman. Bila proses-proses tersebut tidak baik, maka siswa dapat berprestasi kurang atau juga dapat gagal berprestasi jadi perlu upaya dalam mengoptimalkan proses pembelajaran. Menurut penelitian Dewi. K (2018) peserta didik yang mampu meningkatkan motivasi berprestasi dalam diri, guna mendapatkan hasil belajar yang diharapkan secara maksimal, serta dapat mempersiapkan diri pada proses penerimaan pembelajaran di kelas.

8.Rasa percaya diri siswa
Menurut penelitian Mawaddah. N., Syahrilfuddin, Noviana. E. (2020) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara self confidence dengan hasil belajar. Dalam proses belajar diketahui bahwa unjuk prestasi merupakan tahap pembuktian “perwujudan diri” yang diakui oleh guru dan teman sejawat siswa. Percaya diri atau self confidence adalah aspek kepribadian yang penting pada diri seseorang. Tanpa adanya kepercayaan diri maka akan banyak menimbulkan masalah pada diri seseorang. Kepercayaan diri merupakan atribut yang paling berharga pada diri seseorang dalam kehidupan bermasyarakat, karena dengan adanya kepercayaan diri, seseorang mampu mengaktualisasikan segala potensi yang ada di dalam dirinya. Sifat percaya diri ini juga dapat dipengaruhi oleh kemampuan dan keterampilan yang dimiliki. Mahasiswa yang memiliki sifat percaya diri yang tinggi akan mudah berinteraksi dengan mahasiswa lainnya, mampu mengeluarkan pendapat tanpa ada keraguan dan menghargai pendapat orang lain, mampu bertindak dan berpikir postif dalam pengambilan keputusan, sebaliknya mahasiswa yang memiliki kepercayaan diri yang rendah akan  
sulit untuk berkomunikasi, berpendapat, dan akan merasa bahwa dirinya tidak dapat menyaingi mahasiswa yang lain. (Amri, 2018)

9.Intelegensi dan keberhasilan belajar
Intelegensi dan keberhasilan belajar; menurut Haditono. S., R. (2006) Intelegensi merupakan suatu kecakapan global atau rangkuman kecakapan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara baik, dan bergaul dengan lingkungan secara efisien. Yang menjadi masalah adalah peserta didik yang memiliki intelegensi dibawah normal. Ini akan mempengaruhi perolehan hasil belajar. Intelegensi dan keberhasilan dalam pendidikan adalah dua hal yang saling terkait. Pada umumnya anak yang memiliki intelegnsi tinggi akan memiliki prestasi yang membanggakan di kelasnya, dan dengan prestasi yang dimilikinya ia akan lebih mudah meraih keberhasilan. Hasil penelitian Azizah. A., B. Damayanti. D., & Agustin. A., R. (2020) Kecerdasan seorang anak tidaklah dapat diukur dengan melihat dari satu sisi saja, melainkan ada beberapa kemampuan atau intelegensi yang harus diperhatikan, antara lain kemampuan anak tersebutdalam memahami, bertindak, mengontrok dan mengkritik berbagai hal yang ada di lingkungan sekitarnya dan yang kemudian akan menunjang perkembangan intelektualitasnya sebagai manusia.

10.Kebiasaan belajar
Dalam kegiatan sehari-hari ditemukan adnya kebiasaan yang kurang baik. Kebiasaan belajar tersebut antara lain: belajar diakhir semester, belajar tidak teratur, menyia-nyiakan kesempatan belajar, bersekolah hanya untuk bergengsi, datang terlambang bergaya pemimpin dam lain sebagainya.

11.Cita-cita peserta didik,
Menurut Mulyaningtyas, R & Hadiyanto, P., Y. (2007). cita-cita adalah keinginan yang selalu ada dalam pikiran atau tujuan yang ditetapkan seseorang untuk diri sendiri dan hendak dicapainya. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa cita-cita merupakan suatu keinginan akan masa depan yang dipikirkan oleh seseorang untuk dicapai.

B.Faktor Eksternal Problematika Pembelajaran
Proses belajar didorong oleh motivasi intrinsik siswa. Disamping itu proses belajar juga dapat terjadi, atau menjadi bertambah kuat, bila didorong oleh lingkungan siswa. Dengan kata lain aktivitas belajar dapat meningkat bila program pembelajaran disusun dengan baik. Program pembelajaran sebagai rekayasa pendidikan guru di sekolah merupakan faktor eksternal belajar. Ditinjau dari segi siswa, maka ditemukan beberapa faktor eksternal ang berpengaruh pada aktivitas belajar. Faktor- faktor eksternal tersebut adalah sebagai berikut:

1.Guru sebagai pembina siswa dalam belajar
Sebagai pendidik, guru memusatkan perhatian pada kepribadian siswa, hususnya berkenaan dengan kebangkitan belajar. Kebangkitan belajar tersebut merupakan wujud emansipasi diri siswa. Sebagai guru, ia bertugas mengelola kegiatan belajar siswa di Sekolah. Guru juga menumbuhkan diri secara profesional dengan mempelajari profesi guru sepanjang hayat. Penyebab guru kurang mengoptimalkan media yaitu guru tidak mempunyai waktu untuk membuat media pembelajaran yang sesuai dengan materi. Solusi yang dapat dilakukan seharusnya guru guru dapat mengembangkan media pembelajaran yang sudah tersedia di sekolah atau guru juga bisa membuat media pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran.
Guru hanya mengutamakan metode ceramah dan tanya jawab didalam pembelajaran sehingga membuat kebanyakan siswa merasa bosan dalam belajar. Solusinya seharusnya didalam pembelajaran guru lebih menggunakan metode pembelajaran yang interaktif, seperti field trip, eksperimen, simulasi, diskusi, dll.
Guru cenderung mengajukan pertanyaan kepada siswa tertentu sehingga menyebabkan siswa lainnya bosan dan bersikap acuh terhadap pertanyaan siswa. Solusi yang dapat dilakukan seharusnya guru mengajukan kepada semua siswa secara merata baik siswa pandai maupun kurang pandai. Guru tidak pernah memberikan reinforcement (misalnya tepuk tangan,  hadiah atau pujian) kepada siswa yang sudah mengerjakan tugas dengan baik. Sehingga motivasi ekstrinsik siswa kurang. Solusi yang dapat dilakukan yaitu guru membiasakan memberikan reinforcement kepada siswa setiap siswa selesai mengerjakan tugas dengan baik dan benar. Reinforcement  bisa berupa pujian, tepuk tangan maupun hadiah. Sedangkan siswa yang belum menyelesaikan tugasnya dengan baik dan benar, guru juga dapat memberikan penguatan setengah penuh.
 
2.Sarana dan prasarana pembelajaran.
Lengkapnya sarana dan prasarana pembelajaran merupakan kondisi pembelajaran yang baik. Hal itu tidak berarti bahwa lengkapnya sarana dan prasarana menentukan jaminan terselenggaranya proses belajar yang baik. Menurut Arifin, M. & Barnawi. (2012) Penggunaan sarana dan prasarana sangat penting untuk keberlangsungan proses belajar mengajar dan untuk meningkatkan kualitas belajar baik untuk siswa maupun guru. Sarana dan prasarana sangat mempengaruhi kemampuan siswa dalam belajar. Ini menunjukkan bahwa peranan sarana dan prasarana sangat penting dalam menunjang kualitas belajar siswa. Pengelolaan sarana dan prasarana merupakan kegiatan yang amat penting di sekolah, karena keberadaannya akan sangat mendukung terhadap suksesnya proses pembelajaran di sekolah. Dalam mengelola sarana dan prasarana di sekolah dibutuhkan suatu proses sebagaimana terdapat dalam manajemen yang ada pada umumnya, yaitu mulai dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pemeliharaan dan pengawasan. Apa yang dibutuhkan oleh sekolah perlu direncanakan dengan cermat berkaitan dengan sarana dan prasarana yang mendukung semua proses pembelajaran.

3.Kebijakan penilaian
Keputusan hasil belajar merupakan puncak harapan siswa. Secara kejiwaan, siswa terpengaruh atau tercekam tentang hasil belajarnya. Oleh karena itu, Sekolah dan guru diminta berlaku arif dan bijak dalam menyampaikan keputusan hasil belajar siswa

4.Lingkungan sosial peserta didik di sekolah membentuk suatu lingkungan sosial peserta didik. Dalam lingkungan sosial tersebut ditemukan adanya kedudukan dan peranan tertentu. Menurut Slameto. (2013) ada tiga faktor sosial peserta didik yaitu:
a.lingkungan sosial yang pertama mempengaruhi motivasi belajar perserta didik adalah Lingkungan keluarga merupakan pendidikan yang pertama, dalam pembentukan karakter maupun dalam pendidikan dan bimbingan. Dorongan keluarga sangat penting dalam meningkatkan motivasi belajar perserta didik, peralatan rumah yang terkait dengan pembelajaran di sekolah sangat membantu murid dalam memaksimalkan belajar perserta didik.
b.Lingkungan sosial kedua yang memiliki pengaruh terhadap motivasi belajar murid adalah lingkungan sosial sekolah. Lingkungan sekolah sebagai lembaga pendidikan formal yang sangat dekat dengan aktifitas perserta didik di lihat dari cara mengajar yang menyenangkan, fasilitas perserta didik yang tercukupi, sarana dan prasarana yang memadai untuk menunjang kegiatan pembelajaran serta suasana lingkungan sekolah yang tidak ramai.
c.Lingkungan sosial ketiga adalah lingkungan masyarakat, di lingkungan masyarakat ini perserta didik belajar bersosialisasi. Lingkungan masyarakat yang mendukung pendidikan akan lebih menekankan warga masyarakat dalam belajar. Selain itu akan dapat menjadi pendorong/motivasi belajar kepada perserta didik yang bertempat tinggal dilingkungan tersebut.

5.Kurikulum sekolah
Program pembelajaran di Sekolah mendasarkan diri pada suatu kurikulum. Kurikulum disusun berdasarkan tuntutan kemajuan masyarakat. Pada tahun 1994, pemerintah menetapkan kurikulum 1994 yang disinggung oleh salah satu  pencetusnya,  yaitu  sebagai  kurikulum  yang  diadopsi  dari  kurikulum Belanda, Jerman, dan Inggris (Drost,  2005).  Kurikulum  tersebut bermaksud untuk menyetarakan pendidikan Indonesia setara  dengan pendidikan kualitas terbaik di tiga negara tersebut. Hasilnya, kurikulum 1994 tersebut hanya dapat diikuti paling banyak 30 persen dari populasi SMU. Maka, timbullah SMU unggul yang hanya menerima pelajar yang pandai. Sisanya, yaitu sekitar 70% murid seolah tidak dianggap, karena akses mereka untuk meneruskan sekolah seperti dibatasi. Oleh karenanya, kurikulum 1994 pun diganti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun