Mohon tunggu...
ahmad hassan
ahmad hassan Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Berkecimpungan dalam dunia pendidikan. Suka musik klasik & nonton film. Moto "semua sudah diatur".

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sobat (1/3)

19 Oktober 2024   21:30 Diperbarui: 19 Oktober 2024   21:32 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Asap pekat yang menyelimuti langit di siang itu tampaknya tak kunjung berkurang apalagi menghilang. Meskipun peristiwa dahsyat itu sudah hampir setahun berlalu, bumi telah berubah total untuk selamanya. Dan perubahan itu memberikan dampak yang luar biasa besar bagi seluruh makhluk hidup khususnya umat manusia.

...........

Terletak di lembah kaki gunung dan berada tak jauh dari aliran sungai, terdapat sebuah lahan pembibitan tanaman. Berbagai macam sayuran yang tergolong minim paparan matahari dibudidayakan di lahan seluas lapangan sepak bola itu. Dikelilingi tembok setinggi tiga meter yang dipasang kawat berduri di atasnya, tempat itu lebih mirip seperti penjara ketimbang kebun pembibitan jika dilihat dari luar.

Di areal pertanian yang menyatu dengan beberapa deret rumah itu, terlihat ada beberapa orang laki-laki yang berjaket tebal sedang bekerja meskipun saat itu siang hari. Mereka menyimak dengan saksama setiap kali ada arahan dan petunjuk yang diberikan sang pemimpin kepada mereka. Dengan segera, mereka melaksanakan apa yang diinstruksikan tersebut.

"Bagaimana ini, Pak? Panen kita sepertinya semakin hari semakin berkurang!" keluh salah seorang laki-laki.

"Apapun hasil panen yang kita peroleh, harus selalu kita syukuri. Ingat, keberadaan kita hari ini adalah nikmat luar biasa yang harus disyukuri. Jangan menyerah dan jangan berhenti berharap! Semoga pertolongan dari langit segera datang kepada kita," ucap sang pemimpin coba menyemangati para pekerja sekaligus warga komunitasnya.

...........

Wira tidak pernah menyangka akan berada di tempat itu. Seolah bagaikan mimpi baginya. Sayangnya, itu adalah mimpi buruk tapi nyata. Dan sayangnya lagi, ia tidak pernah terjaga dari mimpi itu meski sangat ingin tersadar dan kembali seperti semula.

Sejak berada di shelter, begitu istilah yang mereka gunakan untuk menyebut tempat dimana mereka bernaung, ingatan Wira sesekali menerawang kembali ke masa lalu. Ia terkenang akan sang sahabat. Seorang yang sangat berpengaruh dalam hidupnya. Seorang yang sudah mengubah jalan hidupnya. Seorang yang besar jasanya.

Wira dan sang sahabat telah berteman cukup lama. Keduanya sudah saling kenal sejak di bangku SMA berlanjut kuliah di kampus yang sama. Persahabatan mereka masih tetap terjalin meskipun kini mereka sibuk dengan urusan masing-masing.

Sejak merebaknya pandemi global Covid 19, sang sahabat mulai terlihat berubah. Dari pribadi yang santai berubah menjadi lebih serius dan ekstrem. Menurutnya pandemi adalah hasil konspirasi elit global yang hendak menguasai dunia. Wira tidak terlalu ambil pusing akan hal itu. Meski begitu, dia cukup tertarik saat diajak berbicara seputar masalah itu.

Seiring waktu, sang sahabat semakin sering menyinggung tentang isu-isu global terkini dan mutakhir ketimbang hal-hal seperti pekerjaan, jodoh, hobi, atau lainnya. Tidak ingin merusak persahabatan yang telah dijalin, Wira tetap menanggapinya meski kadang merasa enggan.

Sang sahabat berargumen bahwa kita sekarang berada di ambang Perang Dunia 3. Itu bisa dilihat dari berbagai destabilisasi geopolitik yang sedang berlangsung saat ini seperti invasi Rusia ke Ukraina, perang Israel dan Palestina yang meluas ke negara-negara Timur Tengah lainnya, ketegangan di Semenanjung Korea, konflik China versus Taiwan dan Hongkong, serta sengketa di Laut China Selatan.

Seluruh fenomena itu perlahan tapi pasti akan menyeret dunia pada kondisi yang semakin tidak aman, labil, terancam, dan berbahaya. Dan pada akhirnya akan bermuara pada perang besar dan dahsyat berskala global yang melibatkan negara-negara dengan kekuatan nuklir utama dunia. 

"Potensi pecahnya Perang Dunia 3 sangat besar. Dan dampaknya akan benar-benar mengerikan. Jika senjata nuklir digunakan, tamatlah sudah sejarah dan peradaban manusia," ungkap sang sahabat. 

"Aku pikir kau terlalu terobsesi akan hal itu," sindir Wira.

"Bukan obsesi tapi prediksi. Itu kata para pakar. Aku nggak ngarang. Kau bisa baca ini," ujarnya sambil membagikan beberapa postingan ke ponsel Wira.

"Tapi kita semua tidak ingin hal itu terjadi, bukan?" sanggah Wira.

"Tentu saja tidak. Aku pun demikian. Tapi kita bisa apa? Faktanya semakin hari semakin mengarah kesana. Siapapun yang mengikuti berita dan perkembangan dunia pasti menyadari hal itu. Naif sekali jika kita masih beranggapan perang nuklir kecil kemungkinan akan terjadi atau malah nihil sama sekali," ungkapnya.

"Terus gimana dong? Aku kan masih muda. Masih pengin mengejar karir. Masih pengin hepi-hepi. Masih pengin hang out di cafe. Masih pengin nge-gym biar bisa punya body goals. Masih pengin travelling biar bisa di-posting di medsos. Pastinya kau juga gitu, kan?" gurau Wira.

"Kau mau dengar saranku?" tanyanya.

"Eehe," sahut Wira.

"Serius?" balasnya.

Wira hanya balas mengangguk.

"Oke. Begini ..... ," jawabnya sambil memberikan penjelasan.

(BERSAMBUNG)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun