Alin percaya bahwa jodoh di tangan Tuhan. Namun ia hanya tak menyangka jika jodoh bekerja semisterius itu. Di usianya yang terpaut empat tahun lebih tua dari Elon, ia menyerahkan sepenuhnya pada kata hatinya. Tiap kali keraguan itu muncul, ia selalu mendengarkan apa kata hatinya. Tak ada yang ia andalkan kecuali kata hatinya.
Setahun lebih pacaran, Elon akhirnya berlutut di hadapan Alin seraya berucap dengan penuh kesungguhan. "Will you marry me?"
Alin hanya mengangguk meresponsnya sambil sesenggukan karena haru sekaligus bahagia.
"Bing!" Lift berhenti di lantai 11. Seketika Alin tersadar dari lamunannya. Saat pintu lift terbuka, ia segera bergegas keluar meninggalkan spot yang penuh kenangan itu.
...........
"Perhelatan Langka"
Selepas jam kantor usai, Alin langsung pulang. Ia pengin buru-buru menenangkan diri setelah berjibaku seharian di tempat kerjanya. Ada perasaan lega setiap kali melewati hari senin dalam dirinya.
Ia biasanya pulang lebih dulu daripada Elon karena jarak kantornya yang lebih dekat dengan apartemen. Kalau kemacetan sore tidak terlalu parah, Alin hanya butuh waktu kurang dari setengah jam untuk bisa sampai ke apartemennya.
"Oh, betapa tenangnya!" ucapnya saat kembali ke kamarnya.
Namun mood-nya mendadak berubah saat mencium sesuatu yang kurang enak.
"Bau apa ini?" keluhnya langsung mencari sumbernya.
"Gimana sih Aa kok gak dibuang sampahnya," ocehnya setelah mengetahui asalnya.