Tanpa mengabaikan peran personel yang lain, lagu itu seperti pertaruhan besar bagi vokalis dan gitaris. Setelah diawali intro gitar yang rapi, tatapan tiga orang juri selanjutnya tertuju pada vokalis. Ketiga juri menyimak dengan saksama dan mereka tampak menunggu aksi vokalis selanjutnya terutama di nada tinggi.
Saat sampai di bagian chorus, tepuk tangan riuh dari para penonton bergemuruh. Sang vokalis yang satu-satunya personel berambut gondrong, tanpa kesulitan mampu menjangkau nada tinggi dan mengeksekusinya dengan baik. Power-nya pun tampak tidak kendur selama sekitar enam menit durasi lagu tersebut.
Kegemuruhan penonton kembali terjadi saat gitaris melakukan aksi solo gitar. Berada setelah chorus, melodi solo itu mendapat soroton tajam dari dewan juri. Dengan mengerahkan seluruh kemampuannya, sekali lagi ia berhasil melakukan tugasnya tanpa kesalahan yang berarti untuk level seorang pemula.
Semua berjalan dengan baik hingga lagu selesai. Diiringi suara tepuk tangan yang membahana ke seluruh ruangan dalam aula gelanggang olahraga tersebut, respon penonton di akhir lagu terlihat sangat positif dan impresif. Meski baru pertama kali tampil di festival band, seluruh personel merasa puas dengan penampilan mereka dan mendapat pengalaman yang sangat berharga dari ajang tersebut.
Meskipun tidak terlalu menargetkan juara, pada faktanya band kemudian dinyatakan keluar sebagai juara ketiga. Para personel menyambut gembira sekaligus tak percaya. Sebuah prestasi yang hebat sekaligus mencengangkan terlebih itu merupakan kompetisi pertama yang diikuti. Namun demikian, mereka bangga dengan kerja keras mereka selama ini ternyata membuahkan hasil yang gemilang.
......
Pasca kemenangan tersebut, band tampak semakin sibuk. Berbagai tawaran bermain datang silih berganti dari berbagai cafe, resto, dan tempat lainnya. Dengan tangan terbuka, mereka menerima dan tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Sebuah kondisi yang sangat lazim terjadi jika seseorang atau sekelompok orang sedang berada di masa popularitas dan ketenaran.
Namun, tanpa disadari kondisi itu justru membawa mereka pada suatu kondisi lain yang tidak lebih mudah dari sebelumnya. Perlahan tapi pasti, masalah kebugaran mulai melanda para personel. Dengan jadwal sekolah yang ada ditambah kesibukan ngeband, membuat fisik dan stamina mereka kewalahan. Tidak hanya itu, perhatian dan konsentrasi mereka pada urusan sekolah juga turut merosot.
Dengan kondisi itu, tampaknya sulit bagi mereka terhindar dari perangkap yang siap menjebak setiap saat. Sudah jadi rahasia umum di kalangan anak band, obat-obatan terlarang kerap dijadikan sebagai pelarian dalam menghadapi masalah yang ada. Dengan dalih sebatas untuk menunjang dan mendukung aktivitas, tidak sedikit yang akhirnya terjerumus ke dalamnya.
Dilema semacam itu kembali menghampiri sang gitaris. Mengingatkannya pada saat awal ia terbawa pergaulan untuk merokok. Kali ini ia dihadapkan pada pilihan berat antara sekolah dan musik. Yang ia inginkan hanyalah aktivitas band-nya terus berjalan seiring dengan rutinitas sekolahnya tanpa nge-drugs.
Namun, tampaknya faktor fisik dan stamina merintangi hal tersebut. Dalam kondisi terjepit seperti itu, godaan untuk terseret ke sisi gelap penyalahgunaan obat-obatan semakin menjadi. Ditambah lagi pengaruh buruk pergaulan, membuat keadaan bertambah rumit. Sulit baginya untuk bertahan dengan kekuatan yang ada di kala dunia di sekelilingnya tidak berpihak padanya.