Mohon tunggu...
ahmad hassan
ahmad hassan Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Berkecimpungan dalam dunia pendidikan. Suka musik klasik & nonton film. Moto "semua sudah diatur".

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Anonim (1/3)

12 Maret 2022   10:10 Diperbarui: 12 Maret 2022   10:32 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(wallpaperbetter.com)

Mama sendiri tidak menyangka nilai anaknya bisa sejeblok itu. Sambil menatap tajam ke buku rapor yang disodorkan, Mama menjawab, "Terus terang saya terkejut, Bu. Juga tak habis pikir nilainya bisa sejatuh itu. Selama ini prestasi belajarnya baik-baik saja bahkan selalu ranking lima besar sejak SD. Tapi mungkin dia agak sibuk dengan aktivitas ngebandnya. Itu dugaan sementara saya. Tapi nanti akan saya bicarakan dengan anak saya."

"Saya sangat berharap semuanya bisa baik-baik kembali. Terlebih sekarang anak Ibu sudah naik kelas 9 jadi belajarnya harus lebih rajin lagi. Karena nilai yang diperolehnya nanti akan sangat menentukan untuk bisa masuk SMA negeri," ujar Bu guru.

Saat menyampaikan kabar buruk itu ke si anak, Mama tampak santai saja seolah itu bukan suatu masalah besar. Tak tampak kegusaran pada dirinya. Alih-alih ngomel apalagi ngamuk, ia malah dengan lemah lembut membujuk si anak yang diperlakukan bak seorang bocah untuk memperbaiki nilainya.

Dengan memberikan atau menghadiahkan sesuatu pada si anak, ia merasa bahwa cara yang ditempuh itu sudah tepat. Seiring waktu ia kian pede dengan cara itu karena pada kenyataannya terbukti efektif dalam memotivasi semangat dan prestasi belajar si anak selama ini.

Begitu pula kali ini. Mama kembali mempraktikkan strategi itu. Kini ia mengimingi-imingi anaknya dengan sebuah motor jika mampu masuk SMA negeri favorit. Si anak yang menyambut baik "tantangan' itu, semakin menambah keyakinan Mama jika segala sesuatu bisa diselesaikan dengan materi.

.....

Dengan idealisme baru, band baru itu akhirnya terbentuk. Beranggotakan lima orang, band itu berformasikan vokal, gitar, bass, keyboard, dan drum. Mereka dari tiga SMA yang berbeda dan satu orang mahasiwa. Kehadiran vokalis dengan suara tinggi, memang dicari oleh band. Sang vokalis tidak merasa canggung untuk bergabung dengan band anak SMA meski dia sudah kuliah.

Dengan personel dan formasi yang baru, band bertambah semangat dan antusias. Tidak hanya panggung pensi saja yang mereka jajal tapi juga mulai merambah ke ajang kompetisi. Dengan  kemampuan suara sang vokalis, band tidak ragu untuk membawakan lagu "She's gone" di kompetisi pertama yang mereka ikuti itu. Sebagai salah satu icon rock terkenal dan hit di zamannya, lagu itu memiliki karakter yang sangat kuat terutama pada vokal dan gitar.

Saat yang ditunggu akhirnya tiba. Perasaan tegang meliputi sang gitaris. Meski sekian pensi dan acara pernah diikuti tapi baginya kompetisi ini benar-benar beda atmosfernya. Walaupun selalu melatih permainan gitarnya, ia tidak pernah berpikir jika melatih diri agar tidak tegang saat kompetisi juga hal penting. Parahnya ketegangan itu semakin menjadi saat band dipanggil naik ke panggung untuk tampil.

Menangkap gelagat sang gitaris, si pemain bass yang kebetulan satu sekolah dengannya berkata, "Santai aja, Bro! Anggap aja kayak latihan biasa."

Ucapan singkat sesaat sebelum on stage itu, sangat membantunya dalam menenangkan diri. Perasaan rileks segera meliputinya. Secara meyakinkan, intro melodi gitar yang mendayu-dayu itu dapat dibawakannya dengan baik seperti yang ia latih selama ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun