Mohon tunggu...
ahmad hassan
ahmad hassan Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Berkecimpungan dalam dunia pendidikan. Suka musik klasik & nonton film. Moto "semua sudah diatur".

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Meisje (2/4)

4 Desember 2021   10:01 Diperbarui: 4 Desember 2021   10:11 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di suatu sore Julia berlatih kuda kembali bersama Gani. Setelah hampir enam bulan sejak pertama kali latihan bersama, Julia tampak mulai mahir berkudanya. Semua berlangsung baik-baik saja. Julia terlihat mampu menguasai tunggangannya dengan baik. Merasa aman terkendali, Gani hanya mengamati dari jarak yang tidak terlalu jauh.

Namun entah mengapa kuda jantan hitam itu tiba-tiba saja meringkik sambil mengangkat kaki-kaki depannya tinggi-tinggi berkali-kali. Julia sontak terkejut, tidak mampu menguasai dirinya sendiri lalu akhirnya terpental jatuh dengan posisi tangan kirinya duluan yang mendarat tanah. Setelah menjatuhkan si penunggangnya, kuda itu lari tunggang-langgang.

Menyaksikan kejadian yang mengejutkan itu, Gani segera berlari ke arah Julia. Amir yang juga melihat insiden itu, segera mengejar kuda itu dan dengan susah-payah berhasil menjinakkannya. Bapaknya Gani kebetulan kurang sehat hari itu. Ia pulang lebih cepat setelah mendapat izin dari Mevrouw. Saat peristiwa itu terjadi, ia sudah tidak ada dan tidak mengetahuinya.

Menghampiri Julia dan coba menggerak-gerakkan tubuhnya yang terbujur kaku di tanah, Gani yang panik berteriak, "Meisje, Meisje! Apa anda baik-baik saja?"

Sambil meringis, Julia berucap pelan dan samar, "Tangan kiriku terasa sakit. Sepertinya tidak bisa digerakkan."

"Biarkan aku membawamu masuk dulu. Kuatkan dirimu!" kata Gani lalu menggendongnya masuk ke dalam rumah.

Mevrouw van Deek kaget bukan kepalang. Gani lantas menceritakan apa yang terjadi. Ia lalu menyuruh Gani segera ke rumah sakit untuk menjemput dokter Martin, si dokter keluarga. "Katakan padanya agar segera datang sebab ini darurat," pesannya sambil menyerahkan sepucuk surat.

Tak lama berselang, Peter van Deek yang baru pulang kerja, disambut tidak biasa oleh sang istri. Mendengar penjelasan istrinya, tampak jelas amarah meliputi dirinya. Wajahnya merah merona dan rahangnya mengeras. Peter segera masuk ke kamar Julia, menjenguk dan bicara padanya. Julia lalu berkata ke vader-nya, "Ini bukan salah Gani. Ini murni kecelakaan." Namun sepertinya Peter acuh akan hal itu.

Beberapa saat kemudian, Gani datang bersama sang dokter. Gani langsung dihampiri Peter dan dibentaknya. "Kamu orang telah lakukan apa pada anak saya!" teriaknya.

"Vergeef mej alstublieft, Meneer!" ucap Gani beberapa kali.

Lalu menjelaskan, "Julia berlatih kuda tapi tiba-tiba kudanya menjadi liar. Saya tidak menyangka hal itu. Sungguh saya minta maaf." 

"Cukup sudah! Kamu orang tidak boleh bekerja lagi disini. Saya tidak mau melihat kamu disini lagi. Begrijp je!" bentaknya sambil meninggalkan Gani lalu masuk ke rumah.

Peter kembali ke kamar Julia untuk melihat dokter yang sedang memeriksa Julia. Dokter Martin lalu berkata dengan lirih, "Tangan kirinya patah. Harus digips secepatnya dan dibawa ke rumah sakit."

Peter segera menuju belakang rumah memanggil Amir untuk mengantarnya ke rumah sakit. Sementara itu, setelah diusir Peter, Gani dengan berat hati pulang tanpa sempat pamit ke Julia dan tak tahu bagaimana kondisinya selanjutnya.

Sesampai di rumah, Gani mengabarkan ke Bapak perihal Julia itu. Gani mengaku sangat menyesal dan tidak melakukan yang semestinya. Bapak memahami perasaan Gani yang terpukul itu lalu menenangkannya seraya berkata, "Itu bukan salahmu, Nak. Jangan terlalu menyalahkan dirimu! Nanti Bapak coba bicarakan lagi ke Meneer supaya kamu bisa bekerja kembali."

Namun perkataan Bapak yang akan bicara ke Meneer hanyalah untuk menghibur hati Gani saja. Bapak tahu bahwa tidak mungkin baginya meminta ke Peter agar Gani bekerja kembali. Itu sama saja seperti melawan perintahnya. Sementara, ia hanyalah pelayan alias jongos yang harus tunduk dan patuh pada apapun perintah majikan.

Gani yang belum memahami hal itu, berterima kasih atas maksud Bapak itu. Meski belum terlalu sehat, Bapak tetap ngotot pergi ke rumah van Deek malam itu juga. Gani bermaksud menemaninya namun ditolak. Bapak merasa masih mampu untuk mengayuh sepeda ontelnya sendiri pergi dan pulang.

........

Kondisi Julia sebenarnya sudah sehat namun lengan kirinya masih digips dan memakai selempang penyangga. Hampir satu minggu setelah peristiwa naas itu, ia belum dibolehkan ke sekolah sampai menunggu tinjauan medis lebih lanjut dari Dokter Martin. Tapi ia berharap bisa kembali bersekolah secepatnya.

Julia baru mengetahui Gani sudah tidak lagi bekerja dari bapaknya Gani. Sapto berkata Meneer melarangnya sejak insiden kecelakaan berkuda itu. Sapto mengatakan pada Julia bahwa Gani sangat menyesal dan minta maaf ke Meneer namun tampaknya permintaan itu tidak digubrisnya. Walau sangat menginginkannya, Gani tidak akan mungkin bekerja kembali. Dari pengakuan Sapto, tersirat pesan secara tak langsung kepada Julia agar bisa menyampaikan perihal Gani itu ke vader-nya.

Seiring usianya, Julia paham dengan watak sang vader. Menurutnya, Vader tipe orang yang sulit mendengar pendapat orang lain jika sudah yakin terhadap sesuatu walaupun hal itu belum tentu benar dalam pandangan orang lain. Itu dapat dilihat dari sikapnya usai menjenguk Julia di hari naas itu. Julia sudah mengatakan bahwa itu bukan salah Gani tapi mengapa Vader memberhentikannya.

Ia lalu menyampaikan perihal Gani itu melalui moeder-nya karena tidak berani mengatakan langsung. Dengan harapan Vader mau mendengarkan masukan itu dan mengubah keputusannya. Setelah ditanyakan, Vader hanya mengatakan bahwa ia merasa belum memerlukan Gani bekerja kembali. Mendengar hal itu, Julia merasa kecewa karena tertutup sudah baginya untuk bertemu Gani kembali.

Setelah harapannya pupus, Julia merasa kesepian dan kehilangan seseorang yang selama ini menemani, mengisi, dan menghidupkan hari-harinya. Baru ia menyadari dan merasakan betapa kehadiran Gani begitu berarti. Ia bertanya-tanya dalam hati apakah Gani merasakan hal yang sama dengan dirinya. Ia tak bisa mengingkari perasaannya. Namun kini ia terpaksa dihadapkan pada kenyataan jika ternyata Gani telah jauh darinya.

........

Minggu siang itu, kediaman van Deek mendadak dihebohkan oleh kedatangan seorang tamu, Raymond Duverling. Dia adalah sepupu jauh Peter yang sengaja mampir karena kebetulan sedang berada di Batavia. Ia disambut hangat Peter dan istrinya. Peter dan Raymond terakhir bertemu pada saat keduanya masih kecil dan berada di Belanda. Itu sebabnya Peter tidak menyangka akan bertemu kembali dengan Raymond terlebih di negeri orang lain.

Saat masih di Belanda, Raymond berprofesi sebagai seorang seorang buruh pabrik. Terpikat oleh gaji yang besar ditambah postur tubuhnya yang mendukung, ia kemudian memutuskan untuk bergabung dengan tentara kolonial Belanda tahun 1901. Saat diterima jadi tentara, usianya sudah tidak muda lagi, 29 tahun.

Ia pernah berumah tangga tapi bubar di tengah jalan akibat kebiasaan mabuk dan temperamen yang buruk. Ia sudah jenuh dan masa bodoh dengan hidupnya yang monoton dan memuakkan. Ia bertekad lari dari kenyataan hidup tersebut. Itu sebabnya, ia ingin mengembara ke belahan dunia lain tanpa peduli apa yang akan terjadi pada dirinya.

Sampai di Hindia, ia langsung ditugaskan di Aceh. Sebuah wilayah perang yang sangat kuat dan sengit perlawanannya terhadap angkatan perang Belanda sehingga sulit ditaklukkan. Perang Aceh menjadi salah satu perang paling lama dan banyak menyebabkan kerugian baik korban jiwa maupun material di pihak Belanda. Namun akhirnya Perang Aceh dinyatakan berakhir pada 1907. Akan tetapi bagi orang Aceh sendiri, perang tidak pernah berakhir.

Setelah hampir empat tahun berperang di Aceh, Raymond dipanggil ke Batavia untuk memperoleh kenaikan pangkat. Sambil menunggu tugas selanjutnya, ia rehat dan bebas melakukan apapun yang ia suka selama di Batavia. Malam-malamnya dihabiskan dengan mabuk-mabukan dan terkadang berjudi. Untuk memuaskan nafsu birahinya, ia mendatangi rumah bordil yang ada di beberapa sudut kota Batavia. Ia benar-benar ingin memuaskan dirinya sebelum kembali lagi ke medan perang.

Kepada Peter, ia mengatakan, "Aku sangat jijik pada pribumi. Mereka seperti sampah yang harus dienyahkan. Setiap kali aku berperang melawan mereka, darahku terasa mendidih. Aku merasa seperti mesin perang yang haus darah. Aku seperti tak bisa hidup sehari pun tanpa menumpahkan darah para anj**g pribumi." 

Mendengar ungkapan kasar, menghina, dan merendahkan pribumi itu, Peter tidak terlalu heran. Baginya, wajar saja jika Raymond sinis seperti itu tidak lain akibat dari perang yang dialaminya. Saat ditanya Peter tentang tugas selanjutnya, Raymond berencana akan berangkat ke tanah Batak. Setelah Perang Aceh usai, pasukan Belanda ditarik untuk menaklukan wilayah Batak yang juga terkenal gigih perlawanannya.

Di kesempatan itu, Raymond diperkenalkan dengan ketiga anak Peter. Ia sangat terpukau dengan kecantikan anak-anak perempuan itu terutama Julia. Ia menyanjung paras Julia dan tak bisa menutup-nutupinya. Peter menjelaskan baru-baru ini Julia terkena musibah. Itu sebabnya lengan kirinya masih diperban dan disangga. Raymond menyatakan simpatinya yang mendalam dan berharap Julia lekas pulih kembali.

Raymond tak mau melepaskan pandangannya sedikitpun dari Julia. Jiwanya bergejolak. Hasratnya meledak. Tak lama, Julia dan adiknya beralih dari pandangan Raymond. Kepada Peter, Raymond lantas berujar sambil bercanda, "Kamu punya anak-anak perempuan yang sangat cantik, Peter. Andai saja aku muda, aku pasti akan menikahinya." 

Peter yang tidak tahu masa lalu Raymond dan kerusakan jiwanya, mempersilahkan Raymond jika ingin berkunjung kembali kapanpun ia mau mumpung masih di Batavia. Raymond sangat girang mendengarnya. Peter lalu menambahkan asalkan jangan Sabtu depan karena mereka sekeluarga akan menghadiri acara di sekolah Clara. Juga terucap dari mulut Peter, mungkin Julia tidak ikut karena belum terlalu sehat.

Mendengar itu, mendadak Raymond seperti menangkap sebuah ide yang berkelebat dalam benaknya. Ia tersenyum lebar. Setan di dalam dirinya pun ikut bersorak riang gembira. "Itulah waktunya! Aku sungguh tak sabar menantikannya," hati kecilnya bergumam.

.........

Dua minggu itu Gani dilanda kegalauan memikirkan Julia. Ia begitu ingin berjumpa dengannya walau hanya sesaat saja. Tapi bagaimana caranya. Bapak pasti tidak akan mengizinkannya mendatangi rumah van Deek. Gani mengerti Bapak tidak akan mungkin membangkang perintah Meneer. Merasa tak punya jalan keluar, Gani coba melupakan keinginannya itu walau dengan berat hati untuk sementara waktu.

Ia bertanya ke Bapak tentang kondisi Julia. "Berkat Dokter Martin, kondisinya terus membaik dari hari ke hari. Lengan kirinya sudah tidak terasa sakit lagi tapi masih memakai penyangga lengan. Ia kadang menanyai Bapak tentang kabarmu," ujarnya.

Ia juga bertanya tentang bagaimana dengan rencana Bapak waktu itu terkait dirinya. Sudahkah disampaikan ke Meneer? Bapak meminta maaf karena belum mendapat jawaban atas permintaan itu. Ia minta Gani tetap sabar dan bersemangat juga tetap membantu Emak mengurus empang seperti yang ia lakukan selama ini.

Suatu malam Gani bermimpi aneh tentang Julia dan dirinya. Dalam mimpinya setiap kali ia hendak mendekati Julia, seketika Julia seakan terdorong menjauh dengan sendirinya. Ia coba lagi, begitu lagi. Berulangkali ia mencoba, masih tetap sama. Begitu pula, saat Julia mencoba melangkah ke Gani, giliran Gani yang terdorong menjauh darinya. Ia kembali mencoba, kembali begitu. Berkali-kali ia mencoba, masih sama saja.

Mimpi itu teramat jelas dalam ingatan sadar Gani. Mimpi itu seakan menegaskan kondisi mereka berdua saat itu. Meski sangat menginginkan untuk bersama kembali, kenyataan berkata lain. Namun demikian, Gani tidak patah semangat dan menyerah begitu saja dengan keadaan. Perasaannya pada Julia tak akan sirna. Dengan semangat itu, ia terus berharap suatu saat nanti mereka akan berjumpa kembali.

........

Sabtu pagi itu, Raymond melancarkan aksinya. Bak seorang sniper, ia mengintai kediaman van Deek dari kejauhan. Seperti yang dikatakan Peter, mereka sekeluarga akan menghadiri sebuah acara di sekolah Carla.

Dari atas kudanya, Raymond memperhatikan apakah keluarga van Deek sudah berangkat atau belum. Ia ingin memastikan rencananya itu berjalan dengan baik karena ia sudah menunggu kesempatan langka itu dan tidak ingin menggagalkannya. Tak lama berselang, sebuah kereta kuda keluar dari pekarangan rumah van Deek. Ia menyambut dengan suka cita karena sebentar lagi niatnya akan tercapai. Lalu ia buru-buru memacu kudanya.

Mengetahui kedatangan Raymond, Sapto menghampiri dan menyapanya. Raymond malah mencemooh Sapto dan berkata dengan kasar, "Saya tidak ada urusan dengan kamu orang. Pergi sana!"

"Tapi Meester, Meneer Peter dan keluarga sedang tidak ada di rumah," sanggahnya. 

"Dasar anj**g kampung! Berani-beraninya kamu orang menghalangi saya. Minggir sana!" makinya sambil mendorong tubuh Sapto dengan keras sehingga membuatnya terjerambab ke belakang. 

Raymond langsung masuk rumah menuju kamar Julia. Ia mendatangi Julia yang sedang sendirian untuk menuntaskan nafsu bejatnya yang sudah dipendamnya sejak pertama kali bertemu. Dengan kondisi lengan yang belum sembuh total, Julia masih melakukan perlawanan. Ia sempat meronta dan menjerit namun Raymond bukanlah tandingan baginya. Julia tak berdaya setelah disekap dan dilumpuhkan Raymond.

Beberapa saat kemudian, Raymond keluar dari rumah lantas buru-buru naik ke kudanya. Sebelum pergi, ia sengaja menghampiri Sapto lalu berkata dengan penuh kebencian dan hinaan.

"Di Aceh, aku telah menghabisi orang-orang sepertimu. Dan sebentar lagi di tanah Batak, aku akan kembali menghabisi orang-orang macam kamu. Yehh!" hardiknya sambil menghela kudanya. 

........

Pasca peristiwa tragis itu, Julia begitu larut dalam kesedihan yang mendalam. Alih-alih mengungkapnya, ia malah merahasiakannya dari orangtuanya. Ia hanya berpikir si bejat Raymond pasti sudah meninggalkan Batavia dan tak akan mungkin dihukum atas perbuatannya. Sementara ia sendiri sudah tidak bisa hidup normal seperti dulu lagi. Hanya kepedihan dan kekalutan yang ia rasakan.

Di saat seperti itu, ia hanya teringat pada Gani. Seperti tak ada pilihan lain, ia hanya akan mengungkap masalah itu ke Gani. Ia juga ingin Gani tahu tentang isi hatinya. Untuk itu, ia menulis surat yang berisi keinginannya untuk bertemu Gani di sekolah. Surat itu ia titipkan ke Bapak.

Menerima surat itu, Gani begitu bahagia. Dalam suratnya, Julia ingin bertemu dengannya karena ada hal penting yang ingin disampaikan. Gani bertanya-tanya tentang apakah gerangan. Namun keheranannya itu tidak mampu mengalihkan dirinya dari keinginan yang besar untuk bertemu Julia.

.......

Seperti yang sudah dijanjikan, Gani menanti di seberang sekolah pagi itu. Setelah beberapa saat yang mendebarkan, akhirnya orang yang ia tunggu-tunggu dan idamkan selama ini sudah terlihat di depan matanya. Ia menghampiri Julia sesaat setelah delman yang membawanya tiba.

"Goedemorgen, Meisje," sapa Gani dengan ramah.

"Goedemorgen, Gani," balasnya dengan senyum merekah.

"Apa kabar?" tanyanya.

"Baik. Terima kasih sudah datang menemuiku," jawabnya.

"Aku sangat senang bertemu denganmu," lanjutnya.

"Ada apa, Meisje? Anda tampak murung," ucap Gani heran.

"Maafkan aku. Aku datang menemuimu dalam keadaan begini. Aku tak tahu harus kemana lagi. Hanya kau yang ada dalam pikiranku," ungkapnya dengan mata berkaca-kaca.

"Ada apa ini? Coba jelaskan padaku," ucapnya.

"Enam bulan yang kita lalui bersama itu begitu membekas dalam benakku. Semuanya masih begitu jelas dalam ingatanku. Namun, sejak perpisahan itu, mendadak aku merasa kesepian dan kehilangan. Seperti ada ruang kosong dalam dadaku. Saat itu baru ku sadari bahwa dirimulah penyebabnya. Aku tak bisa melupakanmu. Hidupku timpang tanpamu. Aku memerlukanmu. Kau sangat berarti bagiku. Aku tak dapat mengingkari perasaanku padamu. Gani, apakah kau merasakan hal yang sama?" jelasnya.

"Tidak ada yang paling ku impikan sejak pertama kali kita bertemu selain selalu berada di sisimu. Sejujurnya aku sudah menaruh hati padamu sejak awal. Namun aku hanya bisa memendam perasaan itu. Aku menyadari betapa lebar jurang pemisah diantara kita. Tapi aku masih hidup dengan mimpi itu hingga hari ini dan aku masih yakin dengan itu. Kini, aku seperti terbangun dari mimpi itu karena tak percaya jika mimpi itu jadi nyata. Julia, izinkan aku menyampaikan dari hatiku yang terdalam bahwa aku mencintaimu dengan penuh ketulusan hati," terangnya.

"Gani, aku bahagia sekali karenamu. Namun, aku mengalami peristiwa berat yang sangat mengguncang diriku. Dan itu yang membuatku begitu bersedih," ucapnya terisak.

"Apa yang terjadi? Ceritakan padaku!" desaknya.

"Ceritaku ini mungkin akan menyakitkanmu. Dan aku tak ingin kau tersakiti," katanya.

"Aku lebih tak rela kau tersakiti. Biarkan aku mengetahuinya. Katakanlah padaku," tukasnya.

Julia lalu menceritakan apa yang menimpanya di hari mengenaskan itu dengan tersedu-sedu.

Gani terdiam, tak mampu berkata apa-apa. Ia tampak terpukul setelah mendengar itu. Dengan suara tercekat, ia lalu bertanya, "Bagaimana dengan orangtuamu? Apakah mereka tahu?"

"Sengaja mereka tidak ku beri tahu. Kalau mereka diberi tahu, aku tidak akan mungkin melihatmu lagi. Besar kemungkinan aku akan dikirim kembali ke Belanda. Karena mereka pasti akan malu karena aku telah dirudapaksa dan hamil akibatnya," ungkapnya haru.

"Gani, apakah cintamu berubah padaku setelah mendengar ceritaku ini?" tanyanya penuh harap.

"Jangan ragukan cintaku padamu! Apapun yang terjadi padamu, sedikitpun tidak akan mengubah cintaku padamu," jawabnya dengan yakin.

"Aku sangat berterima kasih padamu. Kaulah cinta sejatiku. Aku tak ingin berpisah lagi denganmu. Bawalah aku pergi bersamamu!" pintanya memelas.

Gani tampak berpikir sejenak lalu berkata, "Beri aku waktu. Besok aku akan menemuimu lagi disini. Maukah kau melakukan hal itu?" ucapnya.

"Baiklah. Aku sangat menghargai bantuanmu. Dank je wel. Aku harus kembali ke sekolah sekarang," tukasnya sambil mengusap matanya yang basah.

"Julia, kuatkan hatimu! Besok kita bertemu lagi!" pungkasnya seraya menatap Julia berlalu dari hadapannya.

(BERSAMBUNG)

Keterangan:

Meisje: nona

Vader: ayah

Moeder: ibu

Meester: tuan

Goedemorgen: selamat pagi

Goedemiddag: selamat sore

Vergeef mij alstublieft: tolong maafkan saya

Begrijp je: mengerti kamu

Dank je wel: terima kasih

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun