Ia mulai tidak tenang dan khawatir akan dirinya. Perasaan resah dan gelisah mulai melandanya. Ketakutan terbesarnya bagaimana jika kongkalikong Danu dan dirinya terbongkar. Seribu tanya muncul dalam dirinya. "Bagaimana ini? Bagaimana nasibku? Aku begitu khawatir. Apakah aku akan mengikuti jejak Danu?"
Masih terkaget-kaget karena berita itu dan beragam gambaran buruk yang terlintas dalam benak pikirannya, Roy dikejutkan oleh suara dering hp-nya. Dari ujung telepon, terdengar suara sang istri. Roy menduga Evi juga mengetahui berita itu sehingga menghubunginya. Coba kendalikan diri, ia menerima telepon itu.
"Pa, si Danu!" katanya.
"Ya, Ma. Papa udah tahu. Semua tv lagi ngebahas itu," jawabnya.
"Aduh, Pa! Benar-benar gak nyangka si Danu teh. Kayaknya orangnya baik. Kunaon nyak?" ungkapnya.
"Mama sudah nelepon istrinya?" tanyanya.
"Pengin nelepon tapi Mama ragu. Ari menurut Papa teh kumaha?" tanyanya balik.
"Papa teh kasihan sama istrinya. Coba aja kalau Mama mau nelepon. Gak usah ragu. Tanyakan kabarnya.  Tawarkan apa yang bisa kita bantu. Itu sangat berarti bagi mereka. Saat-saat seperti inilah kehadiran kita diperlukan," terangnya.
"Iya, Pa. Mama teringat anaknya yang satu sekolah dengan Ricko. Kasihan pisan nasib anaknya kalau melihat ayahnya begitu," katanya.
"Oya, Papa udah makan belum?" tanyanya.
"Belum selesai tadi keburu lihat berita," tukasnya.Â