Tidak ada yang yang lebih menyedihkan dari kehilangan seorang anak. Itulah yang dialami oleh Karina setelah ditinggal pergi oleh puteri tunggalnya, Soraya, yang baru akan genap berusia lima tahun. Bocah perempuan itu akhirnya pergi untuk selamanya karena menderita demam panas yang parah selama tiga minggu berturut-turut.Â
Dokter yang menanganinya merasa begitu menyesal karena tidak bisa berbuat banyak untuk menolongnya. Menurutnya, virus yang menyerang Soraya itu begitu kompleks dan belum teridentifikasi hingga saat ini.Â
Sebenarnya, kondisi Soraya sempat membaik menjelang masuk minggu kedua. Namun, kenyataan berkata lain. Pada minggu selanjutnya, kondisinya semakin lama semakin buruk dan puncaknya pada akhir minggu ketiga.Â
Pada hari itu, tangisan dan penyesalan tidak dapat lagi mengubah takdir yang telah digariskan oleh Sang Pencipta. Karina benar-benar terpukul dan tidak percaya dengan kepergian belahan jiwanya yang terasa begitu cepat dan mendadak.Â
Masih segar dalam ingatannya bagaimana ulang tahun Soraya yang pertama, kedua, ketiga, dan keempat namun tidak untuk yang kelima. Karina masih ingat tawanya, tangisannya, keusilannya, ngambeknya bahkan aroma tubuhnya. Semua yang ada pada dirinya masih begitu jelas membekas dalam ingatannya. Namun kenangan itu tidak akan pernah berlanjut lagi meskipun sampai mati dia sangat menginginkannya.Â
Pada awalnya, Karina begitu berat menerima kenyataan pahit yang menimpanya. Namun, dengan kesabaran, kesetiaan, dan kasih sayang suaminya, Randi, Karina sedikit demi sedikit mulai kembali menemukan kembali irama hidupnya dan berusaha untuk melupakan pengalaman buruk yang sempat menderanya beberapa lama.Â
Hari demi hari, hidup Karina mulai tertata kembali. Ini tak lepas dari perjuangan Randi dalam membujuk Karina untuk ikut terapi yang informasinya dia peroleh setelah berjibaku mengerahkan seluruh kemampuan yang dia miliki.Â
Randi sendiri adalah seorang pegawai di sebuah perusahaan asing di Jakarta. Dia memiliki posisi yang cukup penting dan strategis di perusahaan itu. Berkat bantuan, bimbingan, dan panduannya, Karina dengan suka cita mulai mengisi hari-harinya dengan berbagai macam kegiatan yang dia sukai.Â
Dia ikut kursus masak dua kali seminggu, arisan dengan ibu-ibu di perumahannya, dan sesekali pergi dengan Randi menghadiri acara resepsi atau jalan-jalan sambil makan dan shopping di akhir pekan.Â
Meski begitu, ketika Randi menanyainya dan mengungkapkan isi hati akan kehadiran kembali seorang buah hati diantara mereka, Karina berusaha mengelak seraya mengisyaratkan dia belum siap akan hal itu. Setidaknya untuk sementara waktu ini. Hal ini tentu terasa berat bagi Randi namun dia berusaha untuk memahami perasaan dan kondisi istrinya tersebut.Â