Dalam sekejap, dunia bergetar,Â
sebuah detik, satu hembusan napas,Â
semua terhenti dalam diam yang mendalam,Â
ketika takdir menari, tak terduga, tak terarah.Â
Suara gemuruh memecah keheningan,Â
sebuah benturan, sirene melengking,Â
hidup yang biasa, terhenti seketika,Â
membawa pergi harapan dan mimpi yang bersinar.Â
Di antara reruntuhan, ada kisah yang terpendam,Â
tentang tawa yang kini tinggal kenangan,Â
seperti embun pagi yang menguap di udara,Â
melangkah pergi, tanpa ada jejak yang tersisa.Â
Mereka yang tersisa bertanya, "Mengapa?"Â
dalam kesedihan yang mencekam jiwa,Â
sebuah kehilangan yang tak terkatakan,Â
menggores luka di hati, mendalam tanpa henti.Â
Kecelakaan, sebuah kata yang mematikan,Â
sebuah peringatan akan fragilnya hidup,Â
seperti cahaya yang bergetar di ujung malam,Â
seketika redup, menyisakan gelap yang pekat.Â
Namun di antara kesedihan ini,Â
tersembunyi pelajaran yang tak ingin kita lupakan,Â
bahwa setiap detik adalah anugerah,Â
dan kita harus menghargai setiap hembusan napas.Â
Mati karena kecelakaan, bukan hanya akhir,Â
ia adalah pengingat bahwa hidup ini rapuh,Â
di balik setiap tik, setiap suara,Â
terdapat kisah yang mungkin belum selesai diceritakan.Â
Biarkan kenangan mereka abadi,Â
dalam tawa, dalam cinta yang takkan sirna,Â
meski fisik pergi, jiwa tetap melayang,Â
menyentuh kita dalam setiap langkah yang kita jalani.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H