Mohon tunggu...
ahmad Farzah
ahmad Farzah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Ahmad Farzah Putra (43223010158) Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Mercu Buana, Dengan nama dosen Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penerapan Penyebab Kasus Korupsi di Indonesia Pendekatan Robert Klitigaard dan Jack Bologna

17 November 2024   16:32 Diperbarui: 17 November 2024   16:32 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keempat elemen dalam GONE Theory saling berkaitan dan bekerja secara sinergis dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi korupsi. Sebagai contoh, seorang pejabat yang didorong oleh keserakahan (greed) atau kebutuhan mendesak (need) mungkin akan memanfaatkan celah dalam sistem pengawasan (opportunity) untuk melakukan tindakan koruptif. Jika risiko tertangkap (exposure) dianggap rendah, maka kemungkinan besar tindakan tersebut akan dilakukan.

Sebagai ilustrasi, kasus korupsi dalam pengadaan alat kesehatan di Indonesia sering kali melibatkan kombinasi dari faktor-faktor ini. Pejabat yang merasa membutuhkan tambahan penghasilan (need) memanfaatkan celah dalam prosedur pengadaan yang tidak transparan (opportunity) untuk menerima suap. Ketika mereka merasa bahwa hukuman yang akan mereka terima ringan atau dapat dihindari (exposure), tindakan korupsi menjadi lebih mudah dilakukan.

Relevansi GONE Theory dalam Konteks Indonesia

GONE Theory sangat relevan untuk memahami penyebab korupsi di Indonesia. Teori ini memberikan pandangan holistik yang mencakup faktor individu (greed dan need) serta faktor sistemik (opportunity dan exposure). Dengan memahami interaksi antara faktor-faktor ini, upaya pemberantasan korupsi dapat dilakukan secara lebih efektif.

Untuk mengurangi tingkat korupsi, strategi yang dapat diambil meliputi:

  1. Mengurangi Keserakahan (Greed): Meningkatkan pendidikan etika dan moral bagi pejabat publik.
  2. Meminimalkan Kesempatan (Opportunity): Memperkuat sistem pengawasan, meningkatkan transparansi, dan mengadopsi teknologi digital dalam tata kelola pemerintahan.
  3. Mengatasi Tekanan Kebutuhan (Need): Meningkatkan kesejahteraan pegawai negeri dan memberikan insentif yang adil.
  4. Meningkatkan Risiko Pengungkapan (Exposure): Memperkuat penegakan hukum, mempercepat proses penyelesaian kasus korupsi, dan memberikan hukuman yang tegas.

Dengan menerapkan langkah-langkah ini, diharapkan korupsi di Indonesia dapat ditekan secara signifikan, menciptakan pemerintahan yang lebih bersih dan terpercaya.

Korupsi adalah ancaman multidimensi yang tidak hanya merugikan ekonomi suatu negara, tetapi juga merusak tatanan sosial, politik, dan moral masyarakat. Fenomena ini telah menjadi masalah sistemik di berbagai negara, termasuk Indonesia, yang mencatat banyak kasus korupsi baik di tingkat pusat maupun daerah. Dengan pemahaman mendalam mengenai penyebab korupsi, upaya pencegahan dan pemberantasan dapat dilakukan secara lebih terstruktur dan efektif. Salah satu pendekatan yang relevan adalah GONE Theory, yang menjelaskan korupsi melalui empat elemen utama: Greed (keserakahan), Opportunity (kesempatan), Need (kebutuhan), dan Exposure (risiko tertangkap).

Teori ini memberikan pandangan holistik yang menghubungkan motivasi individu dengan kelemahan sistem. Keserakahan (greed) menyoroti dorongan individu untuk memperoleh keuntungan pribadi yang berlebihan, sedangkan kebutuhan (need) menggambarkan tekanan atau kondisi yang mendorong seseorang melakukan tindakan koruptif. Di sisi lain, kesempatan (opportunity) dan rendahnya risiko tertangkap (exposure) mencerminkan lemahnya tata kelola dan penegakan hukum yang membuka ruang bagi terjadinya korupsi.

Dalam konteks Indonesia, keempat elemen ini saling berinteraksi dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi praktik korupsi. Misalnya, birokrasi yang berbelit-belit dan minim transparansi memberikan peluang bagi pejabat publik untuk menyalahgunakan wewenang. Tekanan sosial-ekonomi atau gaya hidup mewah dapat mendorong seseorang melakukan korupsi meskipun mereka memahami risikonya. Di sisi lain, lemahnya sistem pengawasan dan ringan atau tidak konsistennya hukuman bagi pelaku korupsi semakin memperkuat keberanian untuk melakukan tindakan tersebut.

Untuk mengatasi masalah ini, strategi pemberantasan korupsi harus mencakup perbaikan di berbagai tingkatan. Pada tingkat individu, diperlukan pendidikan moral dan antikorupsi untuk mengurangi dorongan keserakahan dan meningkatkan kesadaran etika. Pendidikan ini harus dimulai sejak dini dan berlanjut dalam bentuk pelatihan integritas bagi pegawai negeri maupun sektor swasta. Pada tingkat sistem, diperlukan reformasi birokrasi yang menekankan transparansi, efisiensi, dan pengurangan interaksi langsung antara pejabat publik dan masyarakat melalui digitalisasi pelayanan.

Salah satu aspek penting dalam GONE Theory adalah risiko tertangkap (exposure), yang menunjukkan bahwa efek jera dapat diperkuat melalui penegakan hukum yang tegas dan konsisten. Peningkatan pengawasan, audit, dan investigasi berbasis teknologi dapat membantu mendeteksi potensi pelanggaran lebih awal. Selain itu, hukuman yang berat bagi pelaku korupsi, tanpa pandang bulu, akan menciptakan persepsi bahwa korupsi adalah tindakan yang memiliki konsekuensi serius.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun