Mohon tunggu...
Ahmad Faisal
Ahmad Faisal Mohon Tunggu... Penulis - Indonesian Writter

Political Science FISIP Unsoed Alumnus. I like reading, writting, football, and coffee.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik Gagasan Anak Muda

26 November 2018   21:32 Diperbarui: 26 November 2018   22:06 810
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Dokpri, taken at Ceto Temple Area, Karanganyar, Jawa Tengah.

Segala macam ide yang kita mulai sebenarnya bisa berangkat dari gagasan yang sederhana. Tinggal bagaimana kesesuaian antara gagasan yang telah dibentuk dengan take action yang tinggi untuk mewujudkannya. Seperti kata pepatah, "Simple makes perfect".

Banyak politisi yang berkoar-koar tentang ide membangun negara. Ada beberapa yang idenya cemerlang, ada juga yang sama sekali tidak nyambung. Atau, dalam bahasa yang sederhana, 'cuma jual omongan dan janji-janji'? 

Terlepas dari tipikal politisi itu semua, ada beberapa orang politisi yang kebetulan pada masa nya juga menjabat sebagai pemimpin  negeri. Tidak bisa dipungkiri, sejauh ini, menurut saya tipe pemimpin yang ideal ketika disesuaikan dengan kondisi permasalahan sebuah wilayah ada pada diri Ahok. Bagi saya, soal perkara yang pernah menimpa Ahok itu debatable, namun sudah selesai. 

Sejauh ini saya tetap nge-fans sama beliau. Saya melihat setidaknya sampai pada masa kepemimpinan Gubernur Anies di tahun pertamanya menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta belum menampilkan inovasi yang mencolok. 

Artinya, karakter kepemimpinan yang dimainkan Anies belum signifikan merubah Jakarta ke arah yang lebih baik. Meskipun saya bukan orang Jakarta, tetapi saya rasa kondisi di Jakarta dengan wilayah lainnya tidak jauh berbeda. 

Persoalan ketimpangan ekonomi, pendidikan, lingkungan, apalagi politik sebenarnya sama. Ya, sama-sama bermasalah. Tinggal mana yang menjadi prioritas untuk diselesaikan lebih dulu di masing-masing daerah.

Saya ingat dengan karakter Ahok yang menguasai betul setiap permasalahan di Jakarta. Pasti ini tidak lepas dari ketatnya kinerja tim ahlinya. Anak muda bilang, "Ni orang gak ada matinya". 

Di setiap permasalahan pasti ada Ahok. Ketika ditanya wartawan, jawabannya pun lugas, mengena, dan memuaskan. Tidak mengambang penuh dengan retorika tanpa kesimpulan yang solutif. 

Karakter Jakarta yang 'keras' dengan mungkin banyak penyimpangan yang terjadi membuat Ahok semakin bersemangat melibas semua itu. Dia sebenarnya tenang dalam menyikapi permasalahan, tapi ketika sudah take action, siapa saja yang berbeda pendapat akan dilawan dengan argumen yang substansial. Nah karakter seperti ini lah yang menurut saya harus banyak ditunjukkan oleh anak-anak muda sekarang atau para politisi yang ingin maju dalam kontestasi politik.

Politisi Muda dan Politisi Tua

Di dalam sebuah momen politik pastinya akan lahir politisi-politisi baru yang akan menggantikan yang sudah ada. Sama sepeti hukum alam, tidak ada yang abadi. Termasuk karir politik seseorang, pada saatnya juga nanti akan pensiun dari dunia perpolitikan. Tapi, ada juga yang sampai akhir khayatnya berkecimpung di dunia politik.

Beberapa waktu terakhir, saya melihat media-media menampilkan sosok-sosok yang bertarung dalam kontestasi politik nasional. Masih banyak orang-orang lama yang terus berkecimpung dan banyak orang-orang baru yang muncul. 

Khususnya dengan rentang usia yang relatif muda. Ini sejalan dengan era sekarang yang katanya millenial banget. Sehingga, tidak hanya politisi muda saja yang memiliki keyakinan dirinya sebagai orang yang mewakili generasi milenial. Yang tua juga tidak mau kalah menjadi orang politik yang kerap menyuarakan keberpihakan pada generasi milenial.

Tapi, kalau ada politisi senior -kalau tidak bisa dibilang tua- terlalu 'sombong' akan kapasitas nya sebagai seorang politisi, sehingga terlalu meremehkan para politisi muda, itu adalah blunder. 

Bisa dibilang orang itu tidak paham sejarah. Sebagaimana kita sebagai orang awam tahu, bahwa kemerdekaan kita adalah berkat banyak kontribusi juga dari para anak muda Indonesia kala itu. Itu pemahaman mainstream- nya kalau berbicara tentang anak muda dan politisi muda. 

Tidak bisa dipungkiri juga, dengan ditunjukkanya Syed Sadiq sebagai Menpora Malaysia di usia 24 tahun itu membuat para perancang rencana untuk kabinet tahun depan, siapapun presiden yang terpilih, kemungkinan juga akan memberikan slot menteri dengan usia di bawah 30 tahun untuk mewakili generasi milenial atau anak muda pada umumnya.

Di bidang apapun, akan ada generation gap antara orang-orang dengan rentang usia muda dengan yang tua. Yang muda kadamg merasa minder dengan pengalaman yang masih minim. Idealisme nya yang masih kuat seakan terus diperjuangakan dan dibicarakan. 

Tidak tahu seberapa konsistennya idealisme itu dijaga. Sebab, kebanyakan kalau orang sudah mulai belajar dari pengalaman di dunia politik, orang akan terlena. Kalau politisi tua, ada banyak yang sesumbar karena merasa sudah banyak pengalaman di dunia politik. Mereka juga terlihat cenderung menjadi orang yang seolah menasihati politisi yang usianya lebih muda. 

Tapi, soal keterlenaan di dunia politik, usia tidak bisa jadi patokan. Yang namanya korupsi sudah menggerogoti mental dan aspek idealisme orang berapa pun usianya, bahkan yang sudah berpengalaman malah lebih rawan untuk terjerumus ke dalam tindakan korupsi dan sejenisnya.

Melek Politik Anak Muda

"Jangan abai terhadap kondisi politik. Sebagian dari kehidupanmu ditentukan oleh proses-proses politik dalam bentuk perumusan sampai pengesahan Undang-Undang. Kalau abai terhadap politik kamu bisa rugi".

Begitu kira-kira suara para tokoh publik mengenai kurangnya atensi anak muda terhadap kondisi politik. Tidak mengherankan memang, karena di setiap penyelenggaraan Pemilu tingkat masyarakat yang tidak memilih (golput) masih banyak. 

Di satu sisi, golput bisa jadi bukan karena memang orang enggan memilih. Bisa jadi juga karena mereka tahu soal politik dan logika politiknya jalan, berpikir logis karena tidak ada aktor politik yang bisa mewakili harapan masyarakat atau jenuh dengan banyaknya politisi dan pejabat publik yang terjerat kasus korupsi.

Sebagian memilih untuk terjun langsung ke dunia politik, baik sebagai anggota partai, mencalonkan diri menjadi anggota legislatif, atau bahkan menjadi calon kepala daerah. 

Dari kesemuanya memiliki proses sendiri-sendiri dalam berpolitik. Mereka berada di dalam ranah politik praktis. Politik praktis adalah dunia yang sangat dinamis. Sebagaimana pengertiannya, seperti kata filsuf politik zaman dulu, tidak ada teman dalam politik, yang ada hanyalah kepentingan. Berkat kepentingan itulah di dunia politik segala hal bisa saja berubah dengan cepat. 

Soal dukung-mendukung, soal pilihan politik, atau pun soal pencalonan. Ada yang benar-benar namanya muncul karena memang mengikuti proses kaderisasi di partai politiknya, memulai segalanya dari tingkat bawah sampai berada pada posisi elit atau memiliki posisi tawar yang tinggi di partai tersebut. Ada juga yang bukan kader tetapi karena modal finansialnya kuat, namanya dengan cepat akan mencuat di partai politik.

Berkaitan dengan anggapan anak muda pada umumnya bahwa politik itu adalah dunia yang membosankan, dunia yang kotor, dan segala macam embel-embel negatif tentang politik, maka ada baiknya kita perlu memiliki cara pandang yang baru tentang politik. Saya rasa, anak muda harus melek politik. Artinya, kita harus minimal tidak acuh terhadap persoalan politik. 

Saya memahami bagaimana membosankannya dunia perpoltikan di Indonesia hari ini. Kebanyakan aktor politik hanya omdo alias omong doang. Banyak bicara tapi tidak ada hasilnya. 

Belum lagi tentang bamyaknya kasus korupsi yang menjerat politisi di seantero negeri, mulai dari di level pusat sampai ke daerah, bahkan mungkin ke desa-desa. Padahal, kalau kita cermati banyak dari politisi yang bermasalah dengan kasus hukum tersebut adalah orang yang berpendidikan. Memiliki gelar akademis yang mentereng, tapi minus keteladanan. Tidak memiliki integritas dan mudah terjerumus oleh hasrat kerakusan yang mengakibatkan dirinya terpantau radar antikorupsi KPK.

Begini saja, dalam perspektif saya politik itu adalah dunia yang memerlukan kebijaksanaan dalam memahaminya. Artinya, kita tidak bisa begitu saja menerima secara mentah informasi atau melakukan cap (negatif) terhadap seseorang atau kelompok orang yang ada di dunia politik. Segala nya masih serba abu-abu.

Maka, menurut saya, anak muda tidak perlu cemas atau ragu untuk belajar politik. Politik adalah ilmu yang luas, begitu pula dengan cara-cara yang bisa digunakan untuk memahaminya juga luas. Tidak harus selalu dengan terjun langsung ke dalam politik praktis. 

Kalau orientasi anak muda masih soal pendapatan, percayalah, bahwa politik praktis adalah ranah yang belum cocok untuk dirambah. Karena di sana ada banyak kondisi yang memungkinkan seseorang akan mengalami pertentangan-pertentangan, baik dengan orang lain maupun dengan dirinya sendiri. Politik praktis adalah jalan pengabdian, maka usahakan ketika seseorang ingin terjun ke dunia politik praktis, hendaknya orang itu sudah selesai dengan dirinya sendiri.

Belajar politik sebenarnya bisa menjadi hal yang menyenangkan selagi kita memiliki pikiran yang positif terlebih dahulu. Jangan buru-buru mencap negatif tentang politik. Kita masih bisa berpolitik dengan politik gagasan. 

Saya pribadi karena memiliki hobi menulis, saya sering berpolitik dalan bentuk gagasan-gagasan sebagai upaya memberikan alternatif penyelesaian permasalahan yang berkaitan dengan berbagai macam hal yang menarik perhatian saya. 

Kita bisa memvisualisasikan politik dan membawanya ke dalam dunia gagasan kita. Jangan minder kalau diejek atau gagasan yang telah dibentuk terlalu utopis dan mustahil. Menurut saya, tidak ada hal yang terlalu mustahil untuk dikerjakan selagi kita mau berusaha. Kecuali kita malas dan tidak mau bersusah payah, maunya hanya enaknya saja.

Dengan berpolitik gagasan, setidaknya otak kita akan selalu on mengenai persoalan politik dan akan lebih peka terhadap masalah di sekitar kita. Kita akan melatih diri kita sebagai orang yang memberikan solusi atas suatu persoalan, buka hanya terjebak dalam nuansa debat yang tidak substantif. 

Barangkali, pada saatnya nanti jika Tuhan memberikan jalan pengandian bagi kita, setidaknya kita sudah punya gagasan tentang apa dan bagaimana kita melihat persoalan di masyarakat dan cara menyelesaikannya. Selamat belajar politik. Selamat mencetuskan gagasan-gagasan cemerlang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun