Mohon tunggu...
Ahmad Faisal
Ahmad Faisal Mohon Tunggu... Penulis - Indonesian Writter

Political Science FISIP Unsoed Alumnus. I like reading, writting, football, and coffee.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Lekas Bangkit, Singo Edan!

13 Oktober 2018   20:03 Diperbarui: 13 Oktober 2018   22:07 1106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aremania, Gambar via Malang Post Online

Kebetulan, laga lanjutan Liga 1 antara Arema FC Vs Persebaya Surabaya digelar di Hari Sabtu. Jadi, saya bisa menontonnya lewat saluran televisi.

Tapi, saya rasa kalau pun laga itu tidak dimainkan di weekend, akan tetap menarik dan akan banyak juga orang yang menonton, baik secara langsung di stadion, nobar di warung-warung/caf, maupun bagi pecinta sepak bola yang menikmati laga melalui tv.

Secara, yang menjadi lawan adalah Persebaya Surabaya. Klub rival Arema yang sudah melegenda. Perseturuan mulai dari di dalam lapangan tactically, sampai rivalitas di luar lapangan antara kelompok suporter Aremania dan Bonek Mania sudah sangat mengakar.

Jangankan antara Malang dengan Surabaya, di dalam satu kota/daerah saja ada perseturuan klub beserta kelompok suporternya yang cukup panas. Seperti misalnya di Malang ada Arema dan ada Persema. Di Jogja lebih kental lagi antara PSS Sleman dengan PSIM Jogjakarta.

Harapan awal saya menonton laga antara Arema vs Persebaya tempo hari adalah terselenggaranya laga yang aman dan tertib tanpa ada kegaduhan, bahkan jangan sampai ada korban gara-gara fanatisme oknum tertentu.

Apalagi bagi fans yang tidak langsung berada di kota markas klub kesayangan, kita hanya bisa melihat perkembangan klub yang kita sukai melalui media.

Bahkan, bagi pecinta sepak bola juga rela melakukan streaming demi bisa menonton klub kesayangan berlaga.

Sejauh pantauan saya saat itu, hanya ada dua insiden yang secara jelas tertangkap kamera tv. Pertama, soal yel-yel provokatif Aremania sepanjang jalannya laga.

Kalau melihat langsung di Stadion Kanjuruhan barangkali malah yel-yel provokatif itu sudah dimulai sejak dari sebelum laga dimulai.

Dari yang tertangkap jelas adalah sejak awal kick off babak pertama di mana lagu dengan tendensi permusuhan masih saja dinyanyikan. Padahal, dulu lirik terakhirnya yang bebunyi "dibunuh saja" itu diganti dengan "Indonesia jadi juara".

Saat itu memang Aremania sedang dalam sanksi karena ada insiden di Stadion Brawijaya Kediri. Mungkin karena dalam kondisi terkena sanksi itulah tidak ada sama sekali yel-yel dan nyanyian provokatif terhadap lawan dan juga rival abadi, Bonek Mania.

Hasilnya pun sangat positif untuk Arema kala itu. Arema berhasil menjadi juara Liga Indonesia, sedangkan klub rival, Persebaya Surabaya saat itu justru terdegradasi ke Divisi Utama (Kasta kedua liga) karena finish di posisi 3 terbawah di klasemen akhir liga.

Kedua, adalah ketika laga telah usai, ada oknum Aremania yang masuk ke lapangan yang mungkin berniat memprovokasi, tetapi dengan dibantu para pemain Arema akhirnya niat oknum itu bisa dihentikan.

Parah sebenarnya, karena posisinya sudah sampai di tengah lapangan mendekati para pemain dan wasit. Beruntung, Hamka Hamzah selaku kapten Arema dan beberapa pemain Arema lainnya menghalau niat oknum tersebut.

Tetapi, insiden masih berlanjut ketika para pemain Persebaya hendak masuk locker room. Ada pelemparan botol air mineral dari arah tribun di atas pintu masuk menuju locker room.

Beberapa aparat keamanan dan panitia berusaha mencegah dengan meminta para Aremania untuk tidak melakukan tindakan tersebut. Dua kondisi yang menujukkan belum dewasanya pola pikir suporter di Indonesia. Saya tidak bermaksud menyudutkan Aremania.

Justru, bagi saya, ini adalah otokritik untuk Aremania sendiri. (Ngomong-ngomong, saya juga Aremania). Toh, harus ada introspeksi diri untuk setiap kelompok suporter tentang sikap dan perilakunya dalam mendukung tim kesayangan.

Ternyata, hari selanjutnya langsung beredar berita mengenai "ulah" Aremania dalam laga melawan Persebaya itu. Sebenarnya, aroma kurang bersahabat Aremania sudah terlihat ketika laga sebelumnya, ketika itu pertandaningan yang juga dilangsungkan di Kanjuruhan bertajuk laga amal untuk Haringga, seorang Jakmania yang harus meninggal akibat fanatisme jahiliyah oknum Bobotoh.

Banyak komentar yang mengkritik Aremania karena laga amal yang seharunsnya bisa menjadi laga pemersatu, laga yang diharapkan mendinginkan suasana pascainsiden Haringga, laga yang seperti biasanya menjadi tontonan warga Malang dan Aremania di seluruh dunia, justru ternodai dengan nyanyian provokatif Aremania.

Saya rasa, alasan untuk membalas perlakuan Bonek Mania yang menyanyikan lagu provokatif di Gelora Bung Tomo ketika putaran pertama bertemu Arema juga bukan hal yang baik. Perlakuan negatif seharunya dilawan dengan prestasi. Bukannya justru malah saling membalas dengan tendensi negatif.

Kalau terus seperti itu, kapan selesainya. Rivalitas seharusnya dimaknai dengan perang kreatifitas dan prestasi, bukannya saling caci maki.

Sejujurnya, saya kecewa dengan ulah oknum Aremania yang memprovokasi dan membuat gaduh. Sampai-sampai Arema dan Aremania terdampak sanksi oleh PSSI.

Sanksi larangan memasuki stadion manapun di seluruh Indonesia bagi dua orang Aremania (Dirigen dan seorang fans Arema), denda administratif, dan yang paling kentara adalah laga tanpa penonton baik kandang maupun tandang adalah hal yang merugikan. Klub akan kehilangan dukungan secara finansial dan secara psikologis.

Kalau kapasitas Stadion Kanjuruhan kira-kira 40 ribu penonton dengan tiket 50 ribu saja klub sudah bisa mendapatkan 2 Milyar pemasukan dengan catatan semua tiket terjual habis. Kalau rata-rata di setiap pertandingan kandang Arema ada 20 ribuan Aremania yang hadir saja sudah bisa membuat lawan gentar. Kalau laga tanpa penonton kok rasanya sepi, gitu.

Saya setuju dengan CEO Arema yang menerima sanksi dan juga Aremania yang meneriakkan perubahan terhadap cara mereka mendukung Arema. 

sanksi untuk perubahan Arema yang lebih baik kedepannya adalah pilihan yang bijak. Harapannya, Aremania bisa belajar setelah disanksi oleh PSSI, sehingga musim depan sudah bisa lagi mendukung Arema dengan wajah baru dan slogan tanpa provokasi. Sudah saatnya Arema dan Aremania bangkit untuk kemajuan Arema kedepannya.

Salam satu jiwa, Arema Juara. Mbois.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun