Kebetulan, laga lanjutan Liga 1 antara Arema FC Vs Persebaya Surabaya digelar di Hari Sabtu. Jadi, saya bisa menontonnya lewat saluran televisi.
Tapi, saya rasa kalau pun laga itu tidak dimainkan di weekend, akan tetap menarik dan akan banyak juga orang yang menonton, baik secara langsung di stadion, nobar di warung-warung/caf, maupun bagi pecinta sepak bola yang menikmati laga melalui tv.
Secara, yang menjadi lawan adalah Persebaya Surabaya. Klub rival Arema yang sudah melegenda. Perseturuan mulai dari di dalam lapangan tactically, sampai rivalitas di luar lapangan antara kelompok suporter Aremania dan Bonek Mania sudah sangat mengakar.
Jangankan antara Malang dengan Surabaya, di dalam satu kota/daerah saja ada perseturuan klub beserta kelompok suporternya yang cukup panas. Seperti misalnya di Malang ada Arema dan ada Persema. Di Jogja lebih kental lagi antara PSS Sleman dengan PSIM Jogjakarta.
Harapan awal saya menonton laga antara Arema vs Persebaya tempo hari adalah terselenggaranya laga yang aman dan tertib tanpa ada kegaduhan, bahkan jangan sampai ada korban gara-gara fanatisme oknum tertentu.
Apalagi bagi fans yang tidak langsung berada di kota markas klub kesayangan, kita hanya bisa melihat perkembangan klub yang kita sukai melalui media.
Bahkan, bagi pecinta sepak bola juga rela melakukan streaming demi bisa menonton klub kesayangan berlaga.
Sejauh pantauan saya saat itu, hanya ada dua insiden yang secara jelas tertangkap kamera tv. Pertama, soal yel-yel provokatif Aremania sepanjang jalannya laga.
Kalau melihat langsung di Stadion Kanjuruhan barangkali malah yel-yel provokatif itu sudah dimulai sejak dari sebelum laga dimulai.
Dari yang tertangkap jelas adalah sejak awal kick off babak pertama di mana lagu dengan tendensi permusuhan masih saja dinyanyikan. Padahal, dulu lirik terakhirnya yang bebunyi "dibunuh saja" itu diganti dengan "Indonesia jadi juara".