Tidak perlu memikirkan dalam-dalam untuk memberikan timbal balik terhadap sesuatu yang kita dapatkan. Jika kita kurang kuat secara ekonomi, maka timbal baik itu bisa dikembalikan dengan cara lain kok, misalnya seperti menjadi tetangga yang baik, jika mereka membutuhkan bantuan fisik dan kita mampu untuk membantunya, maka bantulah. Nah, itu juga termasuk sebuah bentuk timbal balik kok. Timbal balik itu bukan soal makanan, bukan soal materi, tapi juga bisa melalui perasaan dan bantuan fisik.
Yang harus kita petik dan menjadi pedoman hidup bermasyarakat dari tradisi Megengan adalah bagaimana kita bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah SWT, sehingga kita tetap bisa berjumpa dengan bulan Ramadhan dari tahun ke tahun. Bukan soal memberi, bukan soal gengsi, melainkan soal kesukacitaan kita sebagai umat muslim yang rindu bulan Ramadhan. Dan ya, intinya, jika kita tidak bisa memberikan apa yang diberikan oleh orang lain, kita bisa memberinya dilain waktu kok. Jalani hidup dengan baik dengan menghibur, rasa mencintai, dan tolong menolong kepada orang disekitar kita juga bisa menjadi usaha kita menjadi masyarakat yang baik kok.
*****
Tulisan ini hanya opini dan pendapat serta pengalaman pribadi dari penulis, yang juga pernah dirasakan oleh penulis, karena dikeluarga penulis juga pernah mengalami sifat ketidak enakan seperti yang penulis gambarkan diatas.
(Ahmad Edi Prianto)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H