Mohon tunggu...
Ahmad Dharmawan
Ahmad Dharmawan Mohon Tunggu... Konsultan - Mahasiswa

NIM : 55523110003 | Program Studi : Magister Akuntansi | Fakultas : Ekonomi dan Bisnis | Jurusan : Akuntansi Perpajakan | Universitas : Universitas Mercu Buana | Dosen : Prof. Dr. Apollo, M.Si., Ak.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Diskursus Metode AWK dan AWD Pada Treaty Shopping dan Penghindaran Pajak Berganda

10 Desember 2024   23:49 Diperbarui: 10 Desember 2024   23:49 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri. Prof Apollo
Dokpri. Prof Apollo

Menurut Foucault, kekuasaan dan pengetahuan saling mendukung dan tidak dapat dipisahkan, pengetahuan memberikan legitimasi kepada kekuasaan, sementara kekuasaan menciptakan dan menyebarkan pengetahuan yang menguntungkan pihak tertentu. Dalam konteks treaty shopping, perusahaan multinasional menggunakan pengetahuan yang mendalam tentang perjanjian pajak internasional (P3B) untuk memanfaatkan celah-celah hukum yang ada. Melalui akses terhadap konsultan, pengacara, dan ahli pajak internasional lainnya, mereka membangun kekuatan untuk mendominasi dan mengeksploitasi sistem perpajakan global dengan membentuk Lembaga-lembaga atau perusahaan di berbagai negara demi melancarkan tujuan mereka yang pada hakikatnya adalah memaksimalkan laba usaha.

Dokpri. Prof Apollo
Dokpri. Prof Apollo

Praktik treaty shopping juga dapat kita pahami dengan Analisis Wacana Kritis (AWK) yang digagas oleh Foucault. Dalam analisis wacana, Michel Foucault menekankan pentingnya melihat hubungan antara kekuasaan, pengetahuan, dan praktik sosial. Pendekatan ini relevan untuk memahami bagaimana treaty shopping dan penghindaran pajak berganda diartikulasikan dan dilegitimasi dalam konteks perpajakan internasional. AWK menyoroti aspek kekuasaan di balik pembentukan wacana, sementara AWD berfokus pada cara wacana ini berfungsi dalam membentuk realitas sosial. Dengan memanfaatkan metode arkeologi dan genealogi, kedua metode tersebut disebut "Wacana Kritis".

Melalui pendekatan arkeologi, kita dapat menggali struktur pengetahuan atau episteme yang mendasari praktik treaty shopping. Treaty shopping terjadi karena ada episteme tertentu yang membentuk cara berpikir tentang perjanjian pajak internasional. Misalnya:

  • Perjanjian pajak internasional sering dibangun atas dasar wacana teknis yang terlihat netral, seperti "menghindari pajak berganda" atau "mendorong investasi asing".
  • Namun, jika dianalisis lebih dalam, terdapat asumsi-asumsi tersembunyi yang mendukung kepentingan perusahaan multinasional. Pendekatan arkeologi mengungkap bagaimana episteme ini dibentuk pada periode tertentu dan bagaimana ia memengaruhi kebijakan perpajakan.

Sementara itu, pendekatan genealogi memperluas analisis dengan menyoroti bagaimana hubungan kekuasaan memengaruhi pembentukan wacana ini. Genealogi membantu menjelaskan:

  • Motif tersembunyi: Praktik treaty shopping tidak hanya soal efisiensi pajak, tetapi juga soal bagaimana perusahaan multinasional menggunakan kekuasaan mereka untuk memengaruhi perjanjian pajak yang menguntungkan mereka.
  • Struktur kekuasaan: Negara-negara maju dan perusahaan multinasional sering kali memiliki kendali lebih besar dalam merancang perjanjian pajak. Mereka menggunakan modal simbolik (seperti keahlian teknis) untuk menciptakan wacana yang mendukung kepentingan mereka, sementara negara-negara berkembang cenderung berada dalam posisi yang lebih lemah.
  • Dampak historis: Genealogi menelusuri bagaimana praktik seperti treaty shopping muncul, berkembang, dan menjadi "sah" dalam sistem perpajakan internasional.

Dalam konteks treaty shopping, metode arkeologi mengungkap bagaimana wacana teknis perpajakan internasional dibangun sehingga praktik ini dianggap sebagai strategi bisnis yang sah. Wacana tersebut, yang terlihat netral, sebenarnya dibentuk untuk mendukung kepentingan perusahaan multinasional dengan menekankan efisiensi pajak dan investasi asing. Di sisi lain, metode genealogi mengungkapkan kekuatan tersembunyi di balik wacana ini, yaitu dominasi aktor-aktor kuat seperti perusahaan multinasional dan negara maju yang memanfaatkan kekuasaan mereka untuk membentuk sistem perpajakan internasional yang menguntungkan posisi mereka.

Dengan menggabungkan kedua metode tersebut, dapat dipahami bahwa treaty shopping bukan hanya persoalan teknis, tetapi juga hasil dari hubungan kekuasaan, pengetahuan, dan wacana yang tidak seimbang. Praktik ini dilegitimasi melalui konstruksi wacana yang mencerminkan kepentingan aktor-aktor dominan dalam arena global, sering kali merugikan negara-negara berkembang yang kehilangan potensi pendapatan pajak untuk pembangunan.

Pierre Flix Bourdieu

Sejalan dengan Michel Foucault, Kekuasaan untuk mendominasi sebagaimana dimaksud juga dapat dipahami menggunakan kerangka pemikiran Pierre Flix Bourdieu, Sama halnya dengan Michel Foucault. Bourdieu merupakan seorang sosiolog dan filsuf asal Prancis yang terkenal dengan teori-teorinya mengenai struktur sosial, kekuasaan, dan budaya. Bourdieu mengembangkan konsep Habitus, Kapital, dan Arena, yang memberikan wawasan lebih dalam mengenai bagaimana struktur sosial dan bagaimana individu atau kelompok beroperasi dalam struktur sosial tersebut.

Hubungan antara Habitus, Arena, dan kapital ini dapat membantu menjelaskan dinamika yang terjadi dalam fenomena Treaty shopping, yang sering digunakan oleh perusahaan multinasional untuk meminimalkan pajak dengan mengalihkan laba mereka ke anak perusahaan yang didirikan di negara dengan tarif pajak rendah. Dalam kasus Treaty Shopping, habitus perusahaan multinasional yang mengarah pada praktik penghindaran pajak mencerminkan kebiasaan dan strategi yang sudah terinternalisasi dalam struktur korporasi mereka. Habitus ini mungkin terbentuk dari pengalaman dalam dunia bisnis internasional, di mana penghindaran pajak dan pengoptimalan modal adalah norma yang dapat diterima dalam strategi perusahaan global. Kebiasaan atau disposisi ini mendorong keputusan-keputusan yang mengarah pada praktik treaty shopping sebagai cara untuk memindahkan keuntungan dan mengurangi kewajiban pajak mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun