Mohon tunggu...
Ahmad Dharmawan
Ahmad Dharmawan Mohon Tunggu... Konsultan - Mahasiswa

NIM : 55523110003 | Program Studi : Magister Akuntansi | Fakultas : Ekonomi dan Bisnis | Jurusan : Akuntansi Perpajakan | Universitas : Universitas Mercu Buana | Dosen : Prof. Dr. Apollo, M.Si., Ak.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Habermas, Keadilan Pajak Berganda Internasional dan Bentuk Komunikasi Tindakan sebagai Mutual Understanding

19 Oktober 2024   11:05 Diperbarui: 19 Oktober 2024   11:19 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

WHAT

Jurgen Habermas  adalah seorang filsuf dan sosiolog dari Jerman yang lahir pada 18 Juni 1929. Ia adalah generasi kedua dari Mazhab Frankfurt. Mazhab Frankfurt (dalam bahasa Jerman: Frankfurter Schule) adalah istilah yang diberikan kepada pemikiran yang dihasilkan oleh kelompok filsuf yang masih memiliki afiliasi dengan Institut fr Sozialforschung di Frankfurt Jerman. Tahun yang dianggap sebagai tahun awal dimulainya Mazhab Frankfurt ini adalah pada tahun 1930. Beberapa filsuf terkenal yang dianggap sebagai anggota Mazhab Frankfurt selain Jurgen Habermas antara lain adalah Theodor Adorno, Max Horkheimer dan Herbert Marcuse.

Dokpri, Apollo
Dokpri, Apollo

Mazhab Fankfurt berfokus pada analisis terhadap masyarakat modern dengan pendekatan Neo-Marxisme, yang bertujuan untuk memahami dan mengkritik dampak kapitalisme, teknologi, dan budaya massa. Mereka berupaya memperluas pemikiran Karl Marx (filsuf, ekonom, sejarawan, pembuat teori marxisme, sosiolog, jurnalis dan sosialis revolusioner asal Jerman) yang dianggap terlalu sempit, Pandangan sempit tersebut dianggap tidak mampu memberikan jawaban terhadap situasi mereka pada saat itu di Jerman. Setelah Perang Dunia Pertama dan meningkatnya kekuatan politik Nazi, Jerman yang ada pada saat itu sangatlah berbeda dengan Jerman yang dialami oleh Karl Marx. Sehingga jelaslah bagi para penganut Mazhab Frankfurt bahwa Marxisme harus dimodifikasi untuk bisa menjawab berbagai tantangan dari perubahan zaman.

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa Fokus utama dari mazhab ini adalah memahami dampak dari kapitalisme, teknologi, dan budaya massa terhadap kehidupan sosial dan individu. Jurgen Habermas berusaha untuk mendalami bagaimana struktur-struktur ini tidak hanya dapat mempengaruhi produksi pengetahuan, tetapi juga cara berfikir individu dalam berinteraksi dan berkomunikasi di dalam masyarakat. Dalam karyanya "Knowledge and Human Interests (dalam Bahasa jerman: Erkenntnis und Interesse)" yang diterbitkan pada tahun 1968 Habermas mengidentifikasi tiga kepentingan manusia yang mendasari proses produksi pengetahuan tersebut, yaitu kepentingan teknis, praktis, dan emosional.

Dokpri, Apollo
Dokpri, Apollo

Dalam karyanya tersebut, Habermas telah memberikan kontribusi yang signifikan dalam memahami dinamika masyarakat modern dan bagaimana pengetahuan dapat dipahami dalam konteks kepentingan manusia, dan menawarkan wawasan yang kritis terhadap bagaimana masyarakat modern dipengaruhi oleh kapitalisme dan teknologi, serta bagaimana keduanya membentuk cara untuk kita dalam menghasilkan dan memahami pengetahuan tersebut. Habermas menekankan bahwa dalam konteks ini, pengetahuan tidak hanya merupakan hasil dari proses ilmiah, tetapi juga dipengaruhi oleh kepentingan sosial dan politik. Di mana pengetahuan sering kali digunakan oleh individu untuk memperkuat kekuasaan dan kontrol, mengabaikan aspek-aspek etika dan moral yang seharusnya mendasari interaksi sosial.

Lebih lanjut, Habermas berargumen bahwa untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan berkelanjutan dari interaksi sosial, penting bagi kita untuk mengembangkan ruang publik yang sehat. Dimana individu dapat berdialog, saling bertukar ide, berpartisipasi dalam diskusi, dan membangun konsensus mengenai norma-norma sosial yang diinginkan. Dengan pendekatan yang komunikatif, Habermas menekankan bahwa proses tersebut akan memungkinkan setiap orang untuk terlibat dalam pengambilan keputusan yang memengaruhi kehidupan mereka. Dalam dunia yang semakin dikuasai oleh informasi dan teknologi, pendekatan ini menjadi sangat penting untuk mengatasi tantangan-tantangan sosial yang ada dan mendorong kebebasan serta kesejahteraan manusia.

Dokpri, Apollo
Dokpri, Apollo

Habermas berargumen bahwa melalui komunikasi yang rasional dan dialogis, individu dapat membangun pemahaman bersama dan mencapai kesepakatan bersama dalam masyarakat. Ia juga menekankan pentingnya kondisi ideal untuk komunikasi, di mana semua peserta memiliki kesempatan yang setara untuk dapat berpartisipasi dalam setiap diskusi yang membahas tentang isu-isu penting dalam masyarakat, seperti Pajak, yang merupakan salah satu isu yang penting dalam kebijakan publik. Dimana perpajakan menjadi salah satu aspek fundamental yang mencerminkan nilai-nilai keadilan sosial dan redistribusi kekayaan dalam masyarakat.

Pajak, sebagai instrumen kebijakan publik tidak hanya berfungsi sebagai alat pengumpulan dana atau pendapatan sebuah negara, tetapi juga berfungsi sebagai instrument dalam menciptakan kesejahteraan sosial yang lebih adil dan beradab. Pajak juga dianggap sebagai cerminan nilai-nilai serta norma-norma sosial dalam hubungan bermasyarakat. Dalam ruang publik yang sehat, individu dapat berdialog dan saling bertukar ide atau gagasan tentang isu-isu perpajakan yang sedang terjadi, partisipasi aktif dari masyarakat diharapkan dapat memperkuat serta menyempurnakan legitimasi kebijakan perpajakan. Ruang publik yang sehat juga akan memungkinkan partisipasi dari masyarakat dalam pengambilan keputusan, mendukung transparansi dan akuntabilitas pemerintah. Hal ini dapat menciptakan kepercayaan antara pemerintah dan masyarakat, untuk menciptakan sistem perpajakan yang efektif dan berkelanjutan.

Dalam konteks ini juga, The Theory of Communicative Action (dalam bahasa Jerman: Theorie des kommunikativen Handelns) adalah salah satu karya penting dari Jurgen Habermas yang diterbitkan pada tahun 1981. Karya ini memiliki dampak yang besar pada sosiologi, filsafat politik, dan teori sosial, serta menginspirasi berbagai diskusi tentang demokrasi dan etika komunikasi dan pada tahun 1998 karya ini didaftarkan oleh Asosiasi Sosiologi Internasional sebagai buku sosiologi terpenting kedelapan pada abad ke-20. Dimana Habernas mengembangkan pemikiran tentang bagaimana manusia dapat berinteraksi dan berkomunikasi dalam masyarakat. Habermas membedakan antara tindakan instrumental, yang fokus pada pencapaian tujuan, dan tindakan komunikatif, yang menekankan pada pemahaman dan konsensus. Konsep tindakan komunikatif ini sangat relevan dalam diskusi tentang kebijakan perpajakan, di mana partisipasi masyarakat dalam dialog tidak hanya memperkaya proses pengambilan keputusan, tetapi juga membantu membangun kesepakatan yang lebih luas mengenai keadilan dan transparansi dalam sistem perpajakan. Dengan demikian, melalui tindakan komunikatif, masyarakat dan pemerintah dapat bekerja sama untuk menciptakan kebijakan perpajakan yang mencerminkan kebutuhan dan nilai-nilai bersama, yang pada akhirnya mengarah pada kesejahteraan sosial yang lebih baik

Ia berargumen bahwa melalui komunikasi yang rasional dan dialogis, individu dapat membangun pemahaman bersama dan mencapai kesepakatan dalam masyarakat. Ia menekankan pentingnya kondisi ideal untuk komunikasi, di mana semua peserta memiliki kesempatan yang setara untuk berpartisipasi. Dengan mengkritik rasionalitas yang sempit dan memperkenalkan konsep "ruang publik," Habermas menyoroti bagaimana diskursus demokratis dapat memfasilitasi perubahan sosial dan meningkatkan legitimasi dalam pengambilan keputusan kolektif. Karya ini memiliki dampak besar pada sosiologi, filsafat politik, dan teori sosial, serta menginspirasi berbagai diskusi tentang demokrasi dan etika komunikasi.

Dalam konteks pajak berganda, prinsip-prinsip yang diungkapkan oleh Habermas sangat relevan. Pajak berganda sering kali menjadi isu yang kompleks dan kontroversial, yang melibatkan berbagai kepentingan dan perspektif dalam masyarakat. Dengan menerapkan komunikasi yang rasional dan dialogis, masyarakat dapat berdiskusi secara terbuka mengenai dampak pajak berganda, baik terhadap individu maupun terhadap kesejahteraan kolektif. Ruang publik yang sehat memungkinkan semua pihak untuk terlibat dalam dialog, memahami implikasi dari kebijakan perpajakan yang ada, dan mencari kesepakatan yang adil. Pendekatan ini tidak hanya memperkuat legitimasi kebijakan perpajakan, tetapi juga menciptakan sistem perpajakan yang lebih transparan dan akuntabel, mencerminkan nilai-nilai keadilan dan kesejahteraan sosial yang menjadi fokus Habermas. Dengan demikian, pemikiran Habermas dapat berkontribusi pada perdebatan yang lebih konstruktif dan inklusif mengenai pajak berganda dalam konteks kebijakan publik.

Melanjutkan pemikiran ini, penerapan prinsip-prinsip Habermas dalam konteks pajak berganda tidak hanya relevan untuk diskusi akademis, tetapi juga untuk praktik kebijakan yang lebih baik. Dalam menghadapi pajak berganda, negara-negara dapat membentuk forum diskusi yang melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk perusahaan multinasional, LSM, dan masyarakat sipil. Dengan menciptakan ruang publik yang inklusif, semua pihak dapat berbagi pandangan dan pengalaman mereka terkait pajak berganda, sehingga membangun pemahaman yang lebih komprehensif tentang isu ini.

Lebih jauh, dialog yang konstruktif ini memungkinkan identifikasi masalah spesifik yang dihadapi oleh individu dan perusahaan akibat pajak berganda. Misalnya, pengusaha kecil mungkin mengalami kesulitan lebih besar dibandingkan dengan perusahaan besar dalam mengelola kewajiban pajak mereka. Dengan mendengarkan perspektif yang beragam, pembuat kebijakan dapat merumuskan strategi yang lebih adil dan mempertimbangkan kebutuhan kelompok yang kurang beruntung.

Selanjutnya, melalui kolaborasi internasional, negara-negara dapat menjajaki kemungkinan perjanjian yang menghindari pajak berganda, serta standar bersama yang dapat diterapkan untuk menciptakan keadilan dalam sistem perpajakan global. Ini sangat penting di era globalisasi, di mana aliran modal dan sumber daya melintasi batas negara, menciptakan tantangan unik dalam hal pajak. Dengan memfasilitasi dialog antarnegara, Habermas menunjukkan bagaimana prinsip komunikasi yang rasional dapat membawa hasil yang lebih baik dalam pembuatan kebijakan pajak yang efektif dan adil.

Keberlanjutan dialog ini harus dipastikan melalui evaluasi dan peninjauan berkala terhadap kebijakan yang telah diimplementasikan. Dengan membangun mekanisme umpan balik yang memungkinkan masyarakat untuk mengemukakan pendapat dan mengevaluasi dampak kebijakan, pemerintah dapat terus menyesuaikan pendekatannya untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih responsif dan akuntabel. Ini sejalan dengan visi Habermas tentang komunikasi sebagai sarana untuk membangun kepercayaan dan solidaritas dalam masyarakat.

Dengan demikian, menerapkan prinsip-prinsip Habermas dalam diskusi mengenai pajak berganda tidak hanya dapat membantu menciptakan kebijakan yang lebih adil dan transparan, tetapi juga mendorong keterlibatan aktif masyarakat dalam proses demokrasi, yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan sosial secara keseluruhan.

Melanjutkan pemikiran ini, penerapan prinsip-prinsip Habermas dalam diskusi mengenai pajak berganda juga dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap pemahaman global mengenai keadilan pajak. Dalam konteks ini, dialog yang inklusif antara negara-negara, lembaga internasional, dan pemangku kepentingan lainnya sangat penting untuk menciptakan kesepakatan yang menguntungkan semua pihak. Sebagai contoh, melalui kerja sama internasional, negara-negara dapat menetapkan standar dan pedoman yang mengatur bagaimana pajak dikenakan, sehingga meminimalkan risiko pajak berganda yang merugikan individu dan perusahaan.

Selain itu, pendekatan komunikatif Habermas memberikan ruang bagi negara-negara untuk saling belajar dari pengalaman masing-masing. Misalnya, beberapa negara mungkin telah berhasil menerapkan kebijakan untuk mengurangi pajak berganda melalui perjanjian bilateral, sementara yang lain mungkin masih menghadapi tantangan. Dengan mengumpulkan dan mendiskusikan pengalaman tersebut dalam forum internasional, negara-negara dapat menemukan solusi kreatif yang lebih efektif dan sesuai dengan konteks lokal mereka. Ini juga dapat memperkuat hubungan diplomatik dan kolaborasi antara negara-negara, yang sangat penting dalam menghadapi isu-isu global yang kompleks.

Lebih jauh lagi, Habermas menekankan bahwa partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan adalah kunci untuk menciptakan kebijakan yang berkelanjutan dan adil. Oleh karena itu, penting untuk melibatkan masyarakat dalam diskusi mengenai pajak berganda. Melalui pendidikan dan kesadaran yang lebih baik tentang hak dan kewajiban perpajakan, masyarakat dapat berkontribusi pada dialog yang lebih konstruktif. Pendekatan ini tidak hanya akan memperkuat legitimasi kebijakan pajak, tetapi juga meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai dampak dari pajak berganda terhadap kehidupan sehari-hari mereka.

Keterlibatan masyarakat juga dapat menciptakan inovasi dalam pendekatan perpajakan. Misalnya, dengan mendengarkan suara masyarakat, pemerintah dapat mengembangkan kebijakan yang lebih responsif terhadap kebutuhan mereka, seperti pengurangan beban pajak untuk usaha kecil atau insentif untuk sektor-sektor yang terdampak oleh pajak berganda. Dengan demikian, diskusi yang inklusif tidak hanya berfungsi untuk mengatasi masalah pajak berganda, tetapi juga untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih berkeadilan dan berkelanjutan.

Terakhir, pentingnya evaluasi berkala terhadap kebijakan perpajakan yang dihasilkan juga tidak dapat diabaikan. Dalam konteks ini, Habermas mendorong adanya mekanisme umpan balik yang transparan, di mana masyarakat dapat menilai dan memberikan masukan mengenai efektivitas kebijakan yang diterapkan. Dengan cara ini, pemerintah dapat terus menyesuaikan dan memperbaiki kebijakan pajak mereka, sehingga sistem perpajakan yang ada benar-benar mencerminkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat.

Dengan menerapkan prinsip-prinsip Habermas dalam konteks pajak berganda, kita tidak hanya menciptakan kebijakan yang lebih adil dan transparan, tetapi juga memperkuat partisipasi demokratis yang esensial untuk kesejahteraan sosial. Dialog yang terbuka dan kolaboratif dapat menjadi alat yang kuat untuk menciptakan kepercayaan antara pemerintah dan masyarakat, serta antara negara-negara, yang pada akhirnya mengarah pada sistem perpajakan yang lebih adil dan berkelanjutan di tingkat global.

Penerapan prinsip-prinsip Jurgen Habermas dalam diskusi mengenai pajak berganda menekankan pentingnya dialog inklusif antara negara, pemangku kepentingan, dan masyarakat untuk menciptakan kebijakan perpajakan yang adil dan transparan. Dengan membangun ruang publik yang sehat, semua pihak dapat berbagi pandangan, memperkuat legitimasi kebijakan, dan menciptakan konsensus mengenai norma-norma sosial. Melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dan mendengarkan kebutuhan mereka tidak hanya membantu mengurangi pajak berganda, tetapi juga mendorong inovasi kebijakan yang responsif dan meningkatkan kepercayaan antara pemerintah dan masyarakat. Selain itu, evaluasi berkala terhadap kebijakan yang diimplementasikan akan memastikan bahwa sistem perpajakan tetap relevan dan adil, menciptakan kesejahteraan sosial yang lebih baik secara keseluruhan.

WHY

Dalam bukunya, "Knowledge and Human Interests" Jurgen Habermas memberikan kerangka yang kuat untuk memahami dinamika sosial dan ekonomi yang terlibat, Salah satu aspek kunci dari teori Habermas adalah pendekatan deliberatif, yang menekankan pentingnya dialog terbuka dan partisipasi aktif dalam pembentukan norma-norma sosial. Dalam konteks pajak berganda, pendekatan ini memungkinkan negara-negara dan pemangku kepentingan untuk berdiskusi dan mencapai konsensus tentang kebijakan perpajakan yang adil, transparan, dan responsif terhadap tantangan global.

Dokpri, Apollo
Dokpri, Apollo

Selanjutnya, konsep intersubjektivitas dalam teori Habermas membantu menciptakan pemahaman bersama di antara individu dan negara mengenai isu-isu perpajakan yang kompleks. Diskusi yang inklusif dapat mengidentifikasi dan mengevaluasi kebijakan perpajakan yang mungkin tidak adil atau merugikan, serta mendorong reformasi yang lebih adil. Dengan keterlibatan berbagai pihak, dialog ini berpotensi untuk menghasilkan solusi yang lebih efektif dan dapat diterima secara luas.

Teori ini juga menekankan pentingnya refleksi individu terhadap identitas dan posisi mereka dalam masyarakat. Dalam konteks pajak berganda internasional, kesadaran ini dapat mendorong individu untuk menjadi lebih kritis terhadap struktur perpajakan yang ada dan berpartisipasi dalam gerakan untuk perubahan. Refleksi ini penting untuk menciptakan masyarakat yang lebih aktif dalam mendorong kebijakan perpajakan yang mencerminkan nilai-nilai keadilan sosial.

Dengan memfokuskan pada nilai-nilai keadilan yang mendasari kebijakan perpajakan, teori Habermas membantu mengeksplorasi bagaimana pajak berganda dapat diatasi dalam kerangka keadilan sosial dan ekonomi. Melalui keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, kita dapat membangun sistem perpajakan internasional yang lebih adil dan berkelanjutan. Dengan demikian, pendekatan Habermas memberikan panduan yang komprehensif untuk memahami dan mengatasi isu pajak berganda internasional dengan cara yang lebih adil dan partisipatif.

Sedangkan The Theory of Communicative Action yang dikembangkan oleh Jurgen Habermas sangat relevan dalam konteks bentuk komunikasi yang mengedepankan pemahaman bersama (mutual understanding). Teori ini menekankan bahwa komunikasi bukan hanya sekadar pertukaran informasi, tetapi juga merupakan proses interaksi sosial yang bertujuan untuk mencapai kesepakatan dan pemahaman antara individu. Dalam konteks ini, Habermas membedakan antara tindakan instrumental, yang berorientasi pada pencapaian tujuan tertentu, dan tindakan komunikatif, yang berfokus pada dialog dan konsensus.

Dokpri, Apollo
Dokpri, Apollo

Tindakan komunikatif menekankan pentingnya kondisi ideal untuk komunikasi, di mana semua peserta memiliki kesempatan yang setara untuk berpartisipasi tanpa ada dominasi atau tekanan dari pihak tertentu. Dalam ruang publik yang sehat, setiap individu dapat menyuarakan pendapatnya dan terlibat dalam diskusi yang terbuka. Melalui proses ini, individu tidak hanya mendengarkan tetapi juga berusaha memahami perspektif orang lain, sehingga tercipta mutual understanding. Proses ini sangat penting dalam pengambilan keputusan kolektif, terutama dalam isu-isu kompleks seperti kebijakan publik, di mana berbagai kepentingan dan pandangan harus dipertimbangkan.

Dalam konteks pajak, misalnya, diskusi mengenai kebijakan perpajakan memerlukan keterlibatan semua pihak, dari pembuat kebijakan hingga masyarakat luas. Dengan menerapkan prinsip tindakan komunikatif, dialog mengenai pajak dapat berlangsung secara transparan dan inklusif. Partisipasi aktif dari berbagai kelompok masyarakat dalam diskusi ini membantu menciptakan pemahaman yang lebih baik tentang implikasi kebijakan perpajakan, serta menghasilkan konsensus yang lebih luas mengenai keadilan dan efektivitas sistem perpajakan. Hal ini menciptakan legitimasi dan kepercayaan antara pemerintah dan masyarakat, yang esensial untuk keberlanjutan kebijakan.

Secara keseluruhan, The Theory of Communicative Action menawarkan kerangka kerja yang kuat untuk memahami bagaimana bentuk komunikasi yang dialogis dan inklusif dapat memperkuat pemahaman bersama dalam masyarakat. Dengan memfasilitasi dialog yang konstruktif, Habermas menunjukkan bahwa komunikasi tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk mencapai kesepakatan, tetapi juga sebagai sarana untuk membangun hubungan sosial yang lebih baik, memperkuat solidaritas, dan mendorong partisipasi aktif dalam proses demokrasi. Ini menjadikan teori Habermas sebagai landasan penting dalam studi tentang komunikasi dan tindakan sosial.

Dengan demikian, penerapan The Theory of Communicative Action dalam berbagai konteks, termasuk kebijakan publik, pendidikan, dan interaksi sosial, dapat menghasilkan dampak yang signifikan. Di bidang kebijakan publik, misalnya, dialog yang inklusif dapat mengarahkan pada pembuatan kebijakan yang lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Ketika semua pemangku kepentingan dilibatkan, dari pemerintah hingga masyarakat sipil, kebijakan yang dihasilkan lebih cenderung mencerminkan keadilan dan kesetaraan.

Di sektor perpajakan, prinsip-prinsip Jurgen Habermas dapat diterapkan untuk membangun sistem yang lebih adil dan transparan. Pertama, dengan menciptakan ruang publik yang inklusif, semua pemangku kepentingan, yaitu pemerintah, perusahaan, dan masyarakat sipil dapat terlibat dalam diskusi mengenai kebijakan perpajakan. Ini memungkinkan beragam perspektif dan kepentingan diungkapkan dan dipertimbangkan, sehingga menciptakan dialog yang lebih kaya dan berbasis pada pengalaman nyata dari berbagai kelompok. Ruang publik yang sehat membantu mengurangi ketegangan dan konflik yang sering muncul dalam isu perpajakan yang kompleks, seperti pajak berganda.

Selanjutnya, fasilitasi dialog yang konstruktif sangat penting dalam memahami dampak kebijakan perpajakan. Dengan pendekatan komunikatif, masyarakat dapat berdiskusi secara terbuka tentang bagaimana kebijakan perpajakan memengaruhi kesejahteraan mereka. Diskusi ini tidak hanya berfungsi untuk mencapai kesepakatan, tetapi juga untuk membangun pemahaman bersama mengenai tujuan dan implikasi dari kebijakan tersebut. Ketika masyarakat merasa didengarkan, mereka lebih mungkin untuk mendukung dan mematuhi kebijakan perpajakan yang diterapkan.

Prinsip transparansi dan akuntabilitas juga menjadi fokus utama dalam penerapan prinsip Habermas di sektor perpajakan. Dengan dialog terbuka, pemerintah dapat menjelaskan keputusan perpajakan mereka kepada masyarakat dan menjawab pertanyaan serta kekhawatiran yang mungkin muncul. Ini menciptakan kepercayaan antara pemerintah dan warganya, yang sangat penting untuk legitimasi kebijakan perpajakan. Ketika masyarakat memahami bagaimana pajak mereka digunakan dan merasakan manfaatnya, mereka akan lebih berkomitmen untuk berpartisipasi dalam sistem perpajakan.

Akhirnya, penerapan prinsip-prinsip Habermas dalam sektor perpajakan dapat membantu menciptakan kebijakan yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Dengan melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, pemerintah dapat merumuskan kebijakan yang mencerminkan nilai-nilai keadilan sosial dan memperhatikan kebutuhan kelompok yang kurang beruntung. Hal ini tidak hanya meningkatkan legitimasi kebijakan, tetapi juga mendorong partisipasi aktif dari masyarakat dalam proses demokrasi. Dengan demikian, penerapan prinsip Habermas dalam sektor perpajakan dapat berkontribusi pada penciptaan sistem perpajakan yang lebih adil, transparan, dan berkelanjutan.

Lebih jauh lagi, dalam konteks interaksi sosial sehari-hari, komunikasi yang dialogis dapat memperkuat ikatan sosial dan meningkatkan toleransi. Dalam masyarakat yang semakin beragam, penting untuk membangun ruang di mana perbedaan dapat dihargai dan dibahas secara terbuka. Melalui dialog yang konstruktif, masyarakat dapat mengatasi prasangka dan stereotip, serta membangun hubungan yang lebih saling menghormati.

Dengan menekankan pentingnya komunikasi yang rasional dan inklusif, Habermas memberikan kita alat untuk mengatasi berbagai tantangan sosial yang kita hadapi saat ini. Dalam dunia yang semakin kompleks dan terhubung, kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dan membangun pemahaman bersama menjadi kunci untuk mencapai perdamaian, keadilan, dan kemakmuran yang berkelanjutan. Oleh karena itu, teori Habermas tidak hanya relevan untuk analisis akademis, tetapi juga sebagai panduan praktis untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik.

HOW

Melihat situasi Global yang sedang terjadi saat ini, di mana interaksi antarnegara yang semakin kompleks, isu-isu pajak berganda juga muncul sebagai tantangan yang mempengaruhi keadilan sosial dan ekonomi. Pajak berganda, yang terjadi ketika individu atau entitas dikenakan pajak oleh lebih dari satu negara atas pendapatan yang sama, dapat menciptakan ketidakadilan bagi wajib pajak. Hal ini sering kali memunculkan ketidakadilan dan menguntungkan beberapa pihak dan individu kaya yang memiliki akses untuk penghindaran pajak, sementara masyarakat kecil yang lebih rentan menghadapi beban yang tidak proporsional.

Dalam konteks keadilan pajak tersebut, penerapan The Theory of Communicative Action oleh Jurgen Habermas dapat sangat mendukung pembentukan kebijakan yang adil dan transparan melalui dialog yang inklusif. Sejalan dengan pemikiran ini, konsep Knowledge and Human Interests juga memainkan peran penting dalam memahami bagaimana pengetahuan dan kepentingan manusia saling berinteraksi dalam pengambilan keputusan. Habermas membagi pengetahuan menjadi tiga jenis: pengetahuan teknis, pengetahuan praktis, dan pengetahuan emancipatory, yang semuanya dapat memengaruhi cara kebijakan pajak dirumuskan dan diterapkan.

Pertama, pengetahuan teknis berkaitan dengan informasi dan data yang diperlukan untuk memahami dan mengelola sistem perpajakan secara efisien. Dalam konteks pajak berganda, pengetahuan teknis ini meliputi pemahaman tentang bagaimana pajak dikenakan di berbagai yurisdiksi, serta analisis dampaknya terhadap ekonomi global. Melalui diskusi terbuka dan kolaborasi internasional, negara-negara dapat berbagi data dan praktik terbaik untuk mengatasi masalah pajak berganda, menciptakan kebijakan yang lebih efektif.

Kedua, pengetahuan praktis berkaitan dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai yang mengatur interaksi antar individu dalam masyarakat. Dalam konteks keadilan pajak, ini mencakup pemahaman tentang apa yang dianggap adil dan tidak adil oleh masyarakat. Melalui dialog dan partisipasi masyarakat, pemerintah dapat mengidentifikasi kebutuhan dan harapan warga negara, serta membangun konsensus mengenai norma-norma yang harus diikuti dalam pengenaan pajak. Ini menciptakan legitimasi dan dukungan sosial untuk kebijakan perpajakan yang diusulkan.

Ketiga, pengetahuan emancipatory mengacu pada kemampuan individu untuk mengkritisi dan  mengubah struktur sosial yang ada. Dalam konteks pajak, pengetahuan ini penting untuk mengidentifikasi dan menantang ketidakadilan yang mungkin muncul akibat kebijakan yang tidak transparan atau yang menguntungkan elit tertentu. Dengan menciptakan ruang publik yang inklusif dan mendorong dialog, Habermas menunjukkan bahwa masyarakat dapat memperjuangkan hak-hak mereka dan memastikan bahwa kebijakan pajak mencerminkan kepentingan semua warga negara.

Dengan mengintegrasikan The Theory of Communicative Action dan konsep Knowledge and Human Interests, kita dapat memahami bahwa untuk menciptakan kebijakan pajak yang adil, diperlukan kolaborasi yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan dan pemanfaatan berbagai bentuk pengetahuan. Proses ini akan memungkinkan masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dalam pengambilan keputusan, memastikan bahwa kebijakan pajak tidak hanya berdasarkan kepentingan elit, tetapi juga mencerminkan kebutuhan dan harapan semua anggota masyarakat. Dengan demikian, kita dapat membangun sistem perpajakan yang lebih adil, transparan, dan berkelanjutan secara internasional.

Habermas juga menekankan pentingnya dialog dan mutual understanding melalui diskusi yang terbuka, serta partisipasi dalam menciptakan konsensus mengenai norma-norma sosial. Dalam konteks keadilan pajak, hal ini berarti perlunya kolaborasi internasional antara negara-negara untuk mengembangkan kebijakan yang adil dan transparan. Proses ini harus melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, perusahaan, dan masyarakat lokal, untuk memastikan bahwa kebijakan pajak tidak hanya mencerminkan kepentingan elit tetapi juga kebutuhan dan hak semua warga negara. Dengan menciptakan ruang publik yang inklusif, Habermas menyarankan bahwa kita dapat mencapai kesepakatan yang lebih adil tentang bagaimana pajak dikenakan dan dikelola secara internasional.

Lebih jauh, Habermas juga menyoroti dampak sosial dan politik dari pengetahuan dan informasi dalam proses pengambilan keputusan. Dalam isu pajak berganda, transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci. Masyarakat harus diberdayakan dengan informasi yang memadai mengenai bagaimana kebijakan pajak berfungsi dan siapa yang diuntungkan atau dirugikan. Pendekatan komunikatif Habermas menekankan bahwa setiap keputusan yang diambil tanpa partisipasi aktif dari masyarakat cenderung menciptakan ketidakpuasan dan konflik. Menurut Habernas, dengan mendukung diskusi terbuka dan aksesibilitas informasi, serta menekankan pentingnya proses deliberatif, kita dapat menciptakan sistem pajak yang lebih adil dan transparan, di mana setiap individu dapat berpartisipasi dalam pembentukan norma-norma sosial yang adil serta berkelanjutan.

Dalam era globalisasi ini, penting bagi kita untuk menerapkan prinsip-prinsip Habermas dalam merancang kebijakan pajak yang tidak hanya adil tetapi juga dapat menciptakan kepercayaan antara negara dan warganya. Upaya untuk mengatasi keadilan pajak berganda internasional harus didasarkan pada dialog yang berkelanjutan dan saling menghormati, sehingga setiap pihak merasa diikutsertakan dalam proses dan hasil yang dihasilkan dapat mencerminkan nilai-nilai keadilan dan kesetaraan. Dengan demikian, Habermas memberikan kerangka pemikiran yang penting dalam menghadapi tantangan pajak berganda dan menciptakan masyarakat yang lebih adil.

Penerapan prinsip-prinsip Habermas menjadi semakin krusial dalam merancang kebijakan pajak yang tidak hanya adil, tetapi juga mampu membangun kepercayaan antara negara dan warganya. Pajak berganda internasional sering kali menciptakan ketidakadilan, di mana individu atau perusahaan dapat dikenakan pajak lebih dari satu kali untuk pendapatan yang sama. Oleh karena itu, dialog yang berkelanjutan dan saling menghormati antara negara-negara menjadi penting untuk menciptakan solusi yang berkelanjutan.

Habermas menekankan pentingnya ruang publik yang inklusif, di mana semua pemangku kepentingan---baik pemerintah, perusahaan, maupun masyarakat sipil---dapat berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Dalam hal ini, menciptakan forum internasional untuk diskusi pajak dapat membantu menjembatani perbedaan antara negara dengan sistem perpajakan yang berbeda. Dengan pendekatan dialogis ini, negara-negara dapat saling memahami posisi dan kepentingan masing-masing, serta mencari kesepakatan yang menghormati prinsip keadilan.

Lebih jauh lagi, dengan melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, kita dapat memastikan bahwa kebijakan pajak yang dihasilkan mencerminkan nilai-nilai keadilan dan kesetaraan. Partisipasi masyarakat tidak hanya memberikan legitimasi pada kebijakan yang diambil, tetapi juga mendorong transparansi dan akuntabilitas pemerintah dalam pengelolaan pajak. Ini sangat penting untuk membangun kepercayaan antara negara dan warganya, yang sering kali tergerus oleh praktik perpajakan yang tidak adil.

Akhirnya, penerapan prinsip Habermas dalam kebijakan pajak berganda internasional dapat membantu menciptakan masyarakat yang lebih adil, di mana setiap individu merasa dihargai dan didengarkan. Dengan menjadikan dialog dan kolaborasi sebagai fondasi dalam merumuskan kebijakan, kita dapat bersama-sama menghadapi tantangan pajak berganda dan menciptakan sistem perpajakan yang lebih efektif dan berkelanjutan, yang tidak hanya bermanfaat bagi negara, tetapi juga bagi seluruh masyarakat global.

Dengan pendekatan yang berlandaskan pada prinsip Habermas, kita dapat mengembangkan mekanisme yang lebih inklusif dalam merumuskan kebijakan pajak. Salah satu langkah awal yang bisa diambil adalah membangun platform dialog internasional di mana negara-negara dapat berbagi pengalaman dan praktik terbaik dalam mengatasi pajak berganda. Forum semacam ini dapat mengedepankan prinsip saling menghormati dan kesetaraan, memastikan bahwa suara semua pihak, terutama dari negara berkembang dan masyarakat sipil, didengarkan.

Selain itu, penting untuk melibatkan akademisi, praktisi pajak, dan organisasi non-pemerintah dalam diskusi mengenai pajak berganda. Keberagaman perspektif ini dapat memperkaya proses pengambilan keputusan dan memastikan bahwa kebijakan yang dihasilkan lebih holistik dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, kita dapat menciptakan konsensus yang lebih luas dan mendorong komitmen kolektif terhadap implementasi kebijakan.

Selanjutnya, pendidikan dan penyuluhan mengenai pajak juga harus menjadi bagian dari upaya ini. Masyarakat perlu diberikan pemahaman yang lebih baik tentang hak dan kewajiban mereka dalam sistem perpajakan, termasuk bagaimana pajak berganda memengaruhi mereka. Dengan meningkatkan kesadaran publik, masyarakat akan lebih siap untuk terlibat dalam dialog dan memberikan masukan yang konstruktif, sehingga mendorong legitimasi dan dukungan terhadap kebijakan yang diambil.

Akhirnya, untuk mencapai hasil yang diinginkan, perlu ada mekanisme evaluasi yang transparan dan akuntabel. Ini dapat dilakukan melalui pengawasan independen yang memastikan bahwa kebijakan pajak tidak hanya diterapkan secara adil, tetapi juga efektif dalam mengatasi masalah pajak berganda. Dengan cara ini, kepercayaan antara pemerintah dan masyarakat dapat terbangun, menciptakan ikatan sosial yang kuat dan berkelanjutan.

Dalam konteks pemecahan masalah pajak berganda, pendekatan Habermas tidak hanya memberikan kerangka teori yang kuat, tetapi juga praktik yang konkret untuk memperkuat keadilan sosial. Dengan mengedepankan dialog yang inklusif, negara-negara dapat mengembangkan solusi bersama yang mencerminkan kepentingan semua pihak, bukan hanya elit ekonomi atau politik. Hal ini penting, karena sering kali kebijakan yang diambil tanpa melibatkan semua pemangku kepentingan cenderung menciptakan ketidakpuasan dan ketidakpercayaan.

Selanjutnya, penerapan prinsip-prinsip Habermas dalam pengelolaan pajak berganda juga dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Ketika informasi mengenai kebijakan pajak disediakan secara terbuka dan dapat diakses oleh semua, masyarakat akan lebih mudah memahami dampak dari kebijakan tersebut. Proses ini memungkinkan warga negara untuk berperan aktif dalam pengawasan kebijakan pajak, sehingga pemerintah diharapkan lebih responsif terhadap aspirasi dan kekhawatiran masyarakat. Dalam jangka panjang, ini akan membantu membangun kepercayaan antara pemerintah dan warganya.

Untuk mendukung penerapan prinsip ini, penting juga untuk menggunakan teknologi informasi yang dapat memfasilitasi komunikasi antarnegara dan antara pemerintah dengan masyarakat. Platform digital yang dirancang untuk mengumpulkan umpan balik dari berbagai pemangku kepentingan dapat menjadi alat yang efektif untuk menyusun kebijakan pajak yang lebih baik. Dengan memanfaatkan teknologi, proses dialog dapat dilakukan secara lebih efisien dan inklusif, menjangkau lebih banyak orang dan mengurangi hambatan geografis.

Akhirnya, untuk memastikan keberlanjutan dari kebijakan yang dihasilkan, perlu adanya komitmen yang jelas dari semua pihak untuk melakukan evaluasi dan penyesuaian berkala terhadap kebijakan pajak. Ini bisa dilakukan melalui forum-forum yang dibentuk untuk membahas hasil dan dampak dari kebijakan yang telah diterapkan. Dengan mekanisme ini, kebijakan pajak tidak hanya akan menjadi dokumen statis, tetapi akan terus berkembang sesuai dengan kebutuhan dan dinamika masyarakat.

Dengan demikian, penerapan prinsip-prinsip Habermas dalam kebijakan pajak berganda internasional menawarkan solusi yang lebih adil dan transparan. Melalui dialog yang inklusif, penggunaan teknologi informasi, dan komitmen untuk evaluasi berkala, kita dapat membangun sistem perpajakan yang tidak hanya memenuhi kebutuhan pemerintah, tetapi juga menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi semua anggota masyarakat. Ini adalah langkah penting menuju masyarakat yang lebih egaliter dan berkeadilan, di mana setiap individu memiliki suara dalam menentukan arah kebijakan yang memengaruhi kehidupan mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Habermas, J. (1984). The theory of communicative action: Volume one: Reason and the rationalization of society (T. McCarthy, Trans.). Beacon Press. (Original work published 1981)

Habermas, J. (1971). Knowledge and human interests (J. J. Shapiro, Trans.). Beacon Press. (Original work published 1968)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun