Mohon tunggu...
Ahmad Dharmawan
Ahmad Dharmawan Mohon Tunggu... Konsultan - Mahasiswa

NIM : 55523110003 | Program Studi : Magister Akuntansi | Fakultas : Ekonomi dan Bisnis | Jurusan : Akuntansi Perpajakan | Universitas : Universitas Mercu Buana | Dosen : Prof. Dr. Apollo, M.Si., Ak.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Habermas, Keadilan Pajak Berganda Internasional dan Bentuk Komunikasi Tindakan sebagai Mutual Understanding

19 Oktober 2024   11:05 Diperbarui: 19 Oktober 2024   11:19 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penerapan prinsip-prinsip Habermas menjadi semakin krusial dalam merancang kebijakan pajak yang tidak hanya adil, tetapi juga mampu membangun kepercayaan antara negara dan warganya. Pajak berganda internasional sering kali menciptakan ketidakadilan, di mana individu atau perusahaan dapat dikenakan pajak lebih dari satu kali untuk pendapatan yang sama. Oleh karena itu, dialog yang berkelanjutan dan saling menghormati antara negara-negara menjadi penting untuk menciptakan solusi yang berkelanjutan.

Habermas menekankan pentingnya ruang publik yang inklusif, di mana semua pemangku kepentingan---baik pemerintah, perusahaan, maupun masyarakat sipil---dapat berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Dalam hal ini, menciptakan forum internasional untuk diskusi pajak dapat membantu menjembatani perbedaan antara negara dengan sistem perpajakan yang berbeda. Dengan pendekatan dialogis ini, negara-negara dapat saling memahami posisi dan kepentingan masing-masing, serta mencari kesepakatan yang menghormati prinsip keadilan.

Lebih jauh lagi, dengan melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, kita dapat memastikan bahwa kebijakan pajak yang dihasilkan mencerminkan nilai-nilai keadilan dan kesetaraan. Partisipasi masyarakat tidak hanya memberikan legitimasi pada kebijakan yang diambil, tetapi juga mendorong transparansi dan akuntabilitas pemerintah dalam pengelolaan pajak. Ini sangat penting untuk membangun kepercayaan antara negara dan warganya, yang sering kali tergerus oleh praktik perpajakan yang tidak adil.

Akhirnya, penerapan prinsip Habermas dalam kebijakan pajak berganda internasional dapat membantu menciptakan masyarakat yang lebih adil, di mana setiap individu merasa dihargai dan didengarkan. Dengan menjadikan dialog dan kolaborasi sebagai fondasi dalam merumuskan kebijakan, kita dapat bersama-sama menghadapi tantangan pajak berganda dan menciptakan sistem perpajakan yang lebih efektif dan berkelanjutan, yang tidak hanya bermanfaat bagi negara, tetapi juga bagi seluruh masyarakat global.

Dengan pendekatan yang berlandaskan pada prinsip Habermas, kita dapat mengembangkan mekanisme yang lebih inklusif dalam merumuskan kebijakan pajak. Salah satu langkah awal yang bisa diambil adalah membangun platform dialog internasional di mana negara-negara dapat berbagi pengalaman dan praktik terbaik dalam mengatasi pajak berganda. Forum semacam ini dapat mengedepankan prinsip saling menghormati dan kesetaraan, memastikan bahwa suara semua pihak, terutama dari negara berkembang dan masyarakat sipil, didengarkan.

Selain itu, penting untuk melibatkan akademisi, praktisi pajak, dan organisasi non-pemerintah dalam diskusi mengenai pajak berganda. Keberagaman perspektif ini dapat memperkaya proses pengambilan keputusan dan memastikan bahwa kebijakan yang dihasilkan lebih holistik dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, kita dapat menciptakan konsensus yang lebih luas dan mendorong komitmen kolektif terhadap implementasi kebijakan.

Selanjutnya, pendidikan dan penyuluhan mengenai pajak juga harus menjadi bagian dari upaya ini. Masyarakat perlu diberikan pemahaman yang lebih baik tentang hak dan kewajiban mereka dalam sistem perpajakan, termasuk bagaimana pajak berganda memengaruhi mereka. Dengan meningkatkan kesadaran publik, masyarakat akan lebih siap untuk terlibat dalam dialog dan memberikan masukan yang konstruktif, sehingga mendorong legitimasi dan dukungan terhadap kebijakan yang diambil.

Akhirnya, untuk mencapai hasil yang diinginkan, perlu ada mekanisme evaluasi yang transparan dan akuntabel. Ini dapat dilakukan melalui pengawasan independen yang memastikan bahwa kebijakan pajak tidak hanya diterapkan secara adil, tetapi juga efektif dalam mengatasi masalah pajak berganda. Dengan cara ini, kepercayaan antara pemerintah dan masyarakat dapat terbangun, menciptakan ikatan sosial yang kuat dan berkelanjutan.

Dalam konteks pemecahan masalah pajak berganda, pendekatan Habermas tidak hanya memberikan kerangka teori yang kuat, tetapi juga praktik yang konkret untuk memperkuat keadilan sosial. Dengan mengedepankan dialog yang inklusif, negara-negara dapat mengembangkan solusi bersama yang mencerminkan kepentingan semua pihak, bukan hanya elit ekonomi atau politik. Hal ini penting, karena sering kali kebijakan yang diambil tanpa melibatkan semua pemangku kepentingan cenderung menciptakan ketidakpuasan dan ketidakpercayaan.

Selanjutnya, penerapan prinsip-prinsip Habermas dalam pengelolaan pajak berganda juga dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Ketika informasi mengenai kebijakan pajak disediakan secara terbuka dan dapat diakses oleh semua, masyarakat akan lebih mudah memahami dampak dari kebijakan tersebut. Proses ini memungkinkan warga negara untuk berperan aktif dalam pengawasan kebijakan pajak, sehingga pemerintah diharapkan lebih responsif terhadap aspirasi dan kekhawatiran masyarakat. Dalam jangka panjang, ini akan membantu membangun kepercayaan antara pemerintah dan warganya.

Untuk mendukung penerapan prinsip ini, penting juga untuk menggunakan teknologi informasi yang dapat memfasilitasi komunikasi antarnegara dan antara pemerintah dengan masyarakat. Platform digital yang dirancang untuk mengumpulkan umpan balik dari berbagai pemangku kepentingan dapat menjadi alat yang efektif untuk menyusun kebijakan pajak yang lebih baik. Dengan memanfaatkan teknologi, proses dialog dapat dilakukan secara lebih efisien dan inklusif, menjangkau lebih banyak orang dan mengurangi hambatan geografis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun