Sedangkan The Theory of Communicative Action yang dikembangkan oleh Jurgen Habermas sangat relevan dalam konteks bentuk komunikasi yang mengedepankan pemahaman bersama (mutual understanding). Teori ini menekankan bahwa komunikasi bukan hanya sekadar pertukaran informasi, tetapi juga merupakan proses interaksi sosial yang bertujuan untuk mencapai kesepakatan dan pemahaman antara individu. Dalam konteks ini, Habermas membedakan antara tindakan instrumental, yang berorientasi pada pencapaian tujuan tertentu, dan tindakan komunikatif, yang berfokus pada dialog dan konsensus.
Tindakan komunikatif menekankan pentingnya kondisi ideal untuk komunikasi, di mana semua peserta memiliki kesempatan yang setara untuk berpartisipasi tanpa ada dominasi atau tekanan dari pihak tertentu. Dalam ruang publik yang sehat, setiap individu dapat menyuarakan pendapatnya dan terlibat dalam diskusi yang terbuka. Melalui proses ini, individu tidak hanya mendengarkan tetapi juga berusaha memahami perspektif orang lain, sehingga tercipta mutual understanding. Proses ini sangat penting dalam pengambilan keputusan kolektif, terutama dalam isu-isu kompleks seperti kebijakan publik, di mana berbagai kepentingan dan pandangan harus dipertimbangkan.
Dalam konteks pajak, misalnya, diskusi mengenai kebijakan perpajakan memerlukan keterlibatan semua pihak, dari pembuat kebijakan hingga masyarakat luas. Dengan menerapkan prinsip tindakan komunikatif, dialog mengenai pajak dapat berlangsung secara transparan dan inklusif. Partisipasi aktif dari berbagai kelompok masyarakat dalam diskusi ini membantu menciptakan pemahaman yang lebih baik tentang implikasi kebijakan perpajakan, serta menghasilkan konsensus yang lebih luas mengenai keadilan dan efektivitas sistem perpajakan. Hal ini menciptakan legitimasi dan kepercayaan antara pemerintah dan masyarakat, yang esensial untuk keberlanjutan kebijakan.
Secara keseluruhan, The Theory of Communicative Action menawarkan kerangka kerja yang kuat untuk memahami bagaimana bentuk komunikasi yang dialogis dan inklusif dapat memperkuat pemahaman bersama dalam masyarakat. Dengan memfasilitasi dialog yang konstruktif, Habermas menunjukkan bahwa komunikasi tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk mencapai kesepakatan, tetapi juga sebagai sarana untuk membangun hubungan sosial yang lebih baik, memperkuat solidaritas, dan mendorong partisipasi aktif dalam proses demokrasi. Ini menjadikan teori Habermas sebagai landasan penting dalam studi tentang komunikasi dan tindakan sosial.
Dengan demikian, penerapan The Theory of Communicative Action dalam berbagai konteks, termasuk kebijakan publik, pendidikan, dan interaksi sosial, dapat menghasilkan dampak yang signifikan. Di bidang kebijakan publik, misalnya, dialog yang inklusif dapat mengarahkan pada pembuatan kebijakan yang lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Ketika semua pemangku kepentingan dilibatkan, dari pemerintah hingga masyarakat sipil, kebijakan yang dihasilkan lebih cenderung mencerminkan keadilan dan kesetaraan.
Di sektor perpajakan, prinsip-prinsip Jurgen Habermas dapat diterapkan untuk membangun sistem yang lebih adil dan transparan. Pertama, dengan menciptakan ruang publik yang inklusif, semua pemangku kepentingan, yaitu pemerintah, perusahaan, dan masyarakat sipil dapat terlibat dalam diskusi mengenai kebijakan perpajakan. Ini memungkinkan beragam perspektif dan kepentingan diungkapkan dan dipertimbangkan, sehingga menciptakan dialog yang lebih kaya dan berbasis pada pengalaman nyata dari berbagai kelompok. Ruang publik yang sehat membantu mengurangi ketegangan dan konflik yang sering muncul dalam isu perpajakan yang kompleks, seperti pajak berganda.
Selanjutnya, fasilitasi dialog yang konstruktif sangat penting dalam memahami dampak kebijakan perpajakan. Dengan pendekatan komunikatif, masyarakat dapat berdiskusi secara terbuka tentang bagaimana kebijakan perpajakan memengaruhi kesejahteraan mereka. Diskusi ini tidak hanya berfungsi untuk mencapai kesepakatan, tetapi juga untuk membangun pemahaman bersama mengenai tujuan dan implikasi dari kebijakan tersebut. Ketika masyarakat merasa didengarkan, mereka lebih mungkin untuk mendukung dan mematuhi kebijakan perpajakan yang diterapkan.
Prinsip transparansi dan akuntabilitas juga menjadi fokus utama dalam penerapan prinsip Habermas di sektor perpajakan. Dengan dialog terbuka, pemerintah dapat menjelaskan keputusan perpajakan mereka kepada masyarakat dan menjawab pertanyaan serta kekhawatiran yang mungkin muncul. Ini menciptakan kepercayaan antara pemerintah dan warganya, yang sangat penting untuk legitimasi kebijakan perpajakan. Ketika masyarakat memahami bagaimana pajak mereka digunakan dan merasakan manfaatnya, mereka akan lebih berkomitmen untuk berpartisipasi dalam sistem perpajakan.
Akhirnya, penerapan prinsip-prinsip Habermas dalam sektor perpajakan dapat membantu menciptakan kebijakan yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Dengan melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, pemerintah dapat merumuskan kebijakan yang mencerminkan nilai-nilai keadilan sosial dan memperhatikan kebutuhan kelompok yang kurang beruntung. Hal ini tidak hanya meningkatkan legitimasi kebijakan, tetapi juga mendorong partisipasi aktif dari masyarakat dalam proses demokrasi. Dengan demikian, penerapan prinsip Habermas dalam sektor perpajakan dapat berkontribusi pada penciptaan sistem perpajakan yang lebih adil, transparan, dan berkelanjutan.
Lebih jauh lagi, dalam konteks interaksi sosial sehari-hari, komunikasi yang dialogis dapat memperkuat ikatan sosial dan meningkatkan toleransi. Dalam masyarakat yang semakin beragam, penting untuk membangun ruang di mana perbedaan dapat dihargai dan dibahas secara terbuka. Melalui dialog yang konstruktif, masyarakat dapat mengatasi prasangka dan stereotip, serta membangun hubungan yang lebih saling menghormati.