Mempertahankan integritas di tengah tekanan akademik dan sosial adalah tantangan utama dalam menjadi sarjana. Misalnya, plagiarisme, menyontek, atau manipulasi data penelitian adalah contoh nyata bagaimana ketidaktaatan moral dapat merusak citra akademik dan moral seseorang. Aristotle menganggap kebajikan sebagai hasil dari kebiasaan baik yang terus-menerus dilatih.
2. Etika dalam Pengambilan Keputusan
Aristotle mengatakan dalam Nicomachean Ethics bahwa kebahagiaan hanya dapat dicapai ketika seseorang melakukan fungsi terbaiknya (ergon) sebagai manusia. Menggunakan akal budi untuk bertindak berdasarkan kebajikan dan membuat pilihan yang baik adalah tugas terbaik manusia. Seorang calon sarjana sering menghadapi banyak pilihan moral dan penting, seperti memilih jalur karier, memilih topik penelitian, atau mengatasi konflik sosial. Kebijaksanaan praktis (phronesis) menjadi kebajikan utama yang harus diasah dalam keadaan seperti ini.
Mahasiswa yang menghadapi tekanan untuk mendapatkan nilai tinggi mungkin tergoda untuk melakukan kecurangan, sebagai contoh. Ketika phronesis muncul, orang akan menyadari bahwa kejujuran lebih penting daripada hasil instan. Kebijaksanaan praktis memungkinkan seseorang untuk mempertimbangkan akibat dari pilihan mereka dalam jangka panjang, baik bagi mereka sendiri maupun bagi
3. Kredibilitas Akademik Bergantung pada Moral
Reputasi seorang sarjana ditentukan oleh integritasnya, bukan hanya oleh keahliannya. Kredibilitas dalam dunia akademik bergantung pada etika. Seorang mahasiswa yang hanya berfokus pada hasil penelitian tanpa mempertimbangkan nilai moral akan lebih dihormati daripada seorang mahasiswa yang bertindak sesuai dengan etika penelitian, seperti menghormati hak kekayaan intelektual, mengutip sumber yang relevan, dan transparan dalam menyampaikan hasil penelitian mereka.
Untuk alasan apa konsep kebahagiaan Aristotle masih relevan dengan dunia saat ini?
1. Menjadi Kebahagiaan Sepanjang Hidup
Aristotle menganggap kebahagiaan, atau eudaimonion, sebagai tujuan tertinggi manusia. Namun, kebahagiaan ini tidak sama dengan kesenangan sementara atau kepuasan material. Dia percaya bahwa hidup yang bermakna dan penuh kebajikan adalah satu-satunya cara untuk mencapai kebahagiaan sejati. Banyak orang cenderung mengejar kebahagiaan melalui hal-hal yang datang dari luar, seperti kekayaan, popularitas, atau status sosial, di dunia modern yang penuh tekanan sosial dan ekonomi. Namun, metode ini sering menyebabkan kekecewaan dan ketidakpastian.
Kandidat sarjana dapat menemukan kebahagiaan sejati dalam proses pembelajaran; mereka dapat menggunakan pendidikan sebagai cara untuk memahami dunia, memperkaya diri sendiri, dan membantu orang lain. Sebagai contoh, mahasiswa yang mengabdikan diri kepada masyarakat akan lebih puas daripada mahasiswa yang tidak.
2. Tantangan untuk Kebahagiaan di Era Teknologi
Di era komputer dan internet, masalah kebahagiaan semakin kompleks. Misalnya, media sosial sering menciptakan ilusi kebahagiaan yang bergantung pada penampilan atau pencapaian yang buruk. Banyak orang, termasuk siswa, takut menampilkan kehidupan mereka yang "sempurna" di platform digital. Teori Aristotle tentang kesederhanaan (temperance) sangat relevan dalam konteks ini.