Sukses Brasil kemudian diiukuti oleh negara-negaralain di kawasan itu, sehingga pemilu serentak berhasil mematahkan tesis ScotMainwaring (1993), bahwa sistem pemerintahan presidensial tidak kompatibel dengan sistem multipartai dengan pemilu proporsionalnya.Mengapa pemilu serentak yang menggabungkan pemilu legislatif dan pemilu eksekutif berhasil menciptakan legislatif dan eksekutif yang kongruen? Shugart (1996) bilang,pemilu serentak menimbulkan coattail effect, di mana keterpilihan calon presiden akan mempengaruhi keterpilihan calon anggota legislatif. Maksudnya, setelah memilih calon presiden, pemilih cenderung memilih partai politik atau koalisi partai politik yang mencalonkan presiden yang dipilihnya.
Pemilu Nasional dan Daerah
Pertanyaannya adalah pemilu serentak seperti apa yang dapat memenuhi kebutuhan pemerintahan efektif dalam konteks NKRI? Dalam pembahasan RUU Pilkada, DPR danpemerintah mengajukan alternatif Pemilu Serentak 2019. Itu artinya pemilu serentakakan dilaksanakan dalam waktu (kurang lebih bersamaan) dengan pemilu legisaltif danpemilu presiden.Â
Dalam hal ini ada dua kemungkinan: pertama, pilkada dibarengkan waktu pelaksanaanya dengan pemilu legislatif dan pemilu presiden; kedua, pilkada serentak dilakukan setelah pemilu legisaltif dan pemilu presiden, pada tahun yang sama.Jika pilihan pertama dilakukan, maka pemilih akan menghadapi problem besar dalam memberikan suara karena begitu banyak calon anggota legisaltif dan calon pejabat eksekutif yang harus dipilih. Dalam pemilihan seperti ini, pengaruh pemilihan pejabatnasional bisa merusak pemilihan pejabat daerah, sehingga pemilih tidak bisa memilihsecara tepat pejabat daerah yang dibutuhkannya.Â
Pemilu total nasional ini juga akan menyulitkan KPU dan jajarannya karena begitu besar dan berat beban manajemen yang harus ditanggung. Bagi partai politik, pemilu total nasional juga menghadapi problem tersendiri karena mereka super sibuk untuk harus menyiapkan sekian ratus ribu calon,sehingga proses seleksi calon tidak maksimal.Sementara itu, jika pilihan kedua yang dilakukan (pemilu legislatif, pemilu presiden, lalu pilkada serentak) sudah pasti pemilih akan mengalami kejenuhan, sehingga angka partisipasi pemilih pada pilkada turun drastis. Dalam model penyelenggaraan seperti ini pemilu presiden bisa mempengaruhi pilkada serentak, tetapi akan menghasilkan kebingungan pemilih, karena pasangan calon kepala daerah tidak diajukan oleh partai-partai yang mengajukan pasangan calon presiden. Di sisi lain, partai tidak didorong untuk meningkatkan kinerjanya sepanjang tahun, karena mereka baru menemui pemili hsetiap lima tahun sekali menjelang pemilu. Pola kerja partai politik yang demikian tidak akan pernah mendewasakan partai sebagai kekuatan demokrasi.Memperhatikan dampak buruk pemilu total nasional dan pemilu berurutan (legislatif,presiden dan pilkada), maka penjadwalan pemilu yang paling tepat untuk memenuhi kebutuhan demokrasi politik NKRI adalah pemilu nasional dan pemilu daerah.Â
Pemilu nasional untuk memilih anggota DPR, DPD serta presiden dan wakil presiden, dalam waktu bersamaan; sedangkan pemilu daerah adalah pemilu untuk memilih anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten kota, serta gubernur dan wakil gubernur, dan bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota.
Berikut beberapa kelebihan pemilu nasional dan pemilu daerah dibandingkan dengan model pemilu serentak lainnya.Pertama, keterpilihan presiden dalam pemilu nasional akan mempengaruhi hasil pemilu legislatif, sehingga hasil pemilu mempunyai kecenderungan besar pasangan calon presiden terpilih akan diikuti oleh penguasaan kursi legislatif. Dengan demikian terciptapemerintahan yang konruen, sehingga pemerintahan nasional pun efektif.Kedua, koalisi partai politik yang mendukung pasangan calon presiden terpilih,cenderung mempertahankan koalisinya untuk berlaga dalam pemilu daerah.Â
Akibatnya, jika kinerja pemerintahan nasional bagus, maka pemerintahan daerah akan dipimpin oleh pasangan calon yang didukung oleh kolaisi partai politik yang mengusai pemerintahan nasional. Dengan demikian kebijakan pemerintah nasional bisa berjalan ditingkat daerah, garis hirarki dan koordinasi pemerintahan berjalan mulus.Ketiga, pemilu nasional dan pemilu daerah memungkin pemilih untuk bersikap rasional.
Hal ini terjadi, di satu pihak karena jumlah calon sedikit sehingga pemilih bias menimbang dengan matang calon yang akan diplihnya; di lain pihak, juga disebabkan oleh koalisi partai yang jelas dan konsisten. Pemilu nasional dan pemilu daerah juga mendorong partai politik untuk terus meningkatkan kinerjanya karena partai politik harus menghadapi ujian pemili dua kali dalam lima tahun. Pemilu nasional dan pemilu daerah secara manajemen juga lebih mudah dikelola oleh KPU dan penyelenggara.
Pilkada Serentak Langkah Antara
Dengan tetap berpegang pada pencapaian tujuan meningkatkan efektivitas pemerintahan nasional, provinsi maupun kabupaten/kota, dan dengan memperhatikan dampak buruk dari beberap model pengaturan jadwal pemilu, maka penyederhanaan waktu penyelenggaraan pemilu menjadi pemilu nasional dan pemilu daerah menjadi keharusan.Â