Mohon tunggu...
Ahmad Aprizal
Ahmad Aprizal Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilkada Serentak

13 September 2016   21:58 Diperbarui: 29 September 2016   19:23 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Partai politik tidak menyadari,bahwa ini merupakan benih-benih ketidak percayaan pendukung kepada partai politik.Anehnya, partai politik justru membenarkan kebingungan tersebut dengan dalih bahwa pemilihan pejabat eksekutif memang tidak harus sama dengan pemilihan anggota legislatif. Itu artinya, partai politik dengan sengaja memisahkan hasil pemilu eksekutifdengan pemilu legislatif, sehingga menciptakan pemerintahan yang tidak kongruen: pejabat eksekutif tidak berasal dari partai yang menguasai kursi legislatif. Di sinilah sumber bencana itu: pemerintahan tidak efektif, politik transaksional, dan korupsi.

Efektivitas Horisontal dan Vertikal

Soal efektivitas pemerintahan di negeri ini sesungguhnya meliputi dua dimensi. Pertama, masalah horisontal. Di sini, presiden, gubernur dan bupati/walikota, tidakmendapat dukungan DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota, karena presiden,gubernur dan bupati/walikota bukan berasal dari partai politik atau koalisi partai politik yang menguasai kursi DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota. Jika pun ada koalisi pendukung sifatnya sangat lemah karena proses berkoalisi sangat pendek

sehingga tidak menghasilkan kesamaan “ideologi”, atau setidaknya kesamaan platform politik.Kedua, masalah vertikal. Di sini, antara presiden, gubernur dan bupati/walikota tidak berasal dari partai politik atau koalisi partai politik yang sama, sehingga kebijakan Presiden sering tidak nyambung dengan kebijakan gubernur dan bupati/walikota, dankebijakan gubernur tidak sejalan dengan kebijakan bupati/walikota. Padahal Indonesia menganut negara kesatuan, bukan federal. 

Dalam situasi seperti ini, garis-garis hirarki dan koordinasi pemerintahan pusat ke pemerintahan daerah tidak berjalan baik,sehingga pemerintahan tidak efektif. Hal itu tidak hanya menciptakan pemborosan anggaran tetapi juga membuka peluang penyalahgunaan anggaran.Masalah efektivitas pemerintahan secara horisontal dan vertikal itulah yang mestinya jadi isu utama pembahasan RUU Pilkada, sehingga pilkada menghasilkan pemerintahan efektif. 

Sebab, apalah artinya demokrasi, apalah artinya pemilu bebas, jika gagal menghasilkalkan pemerintahan efektif, jika hanya menghasilkan pemerintahah korup? Disinilah rekayasa pemilu melaui pengaturan waktu pelaksanaan bisa dimaksimalkan,dengan pertanyaan sederhana: bagaimana mengatur jadwal pemilu agar berpotensibesar menghasilkan pemerintahan yang kongruen? Itu artinya pengaturan pilkada tidakbisa dilepaskan dengan pengautran pemilu legisaltif dan pemilu presiden. Jadi, yang kita butuhkan bukan sekadar pilkada serentak, tapi pemilu serentak.

Pemilu Legislatif dan Eksekutif

Secara akademis, konsep pemilu serentak hanya berlaku dalam sistem pemerintahan presidensial. Inti konsep itu adalah menggabungkan pelaksanaan pemilu legislatif danpemilu eksekutif dalam satu hari H pemilihan. Tujuannya untuk menciptakan pemerintahan hasil pemilu yang kongruen. 

Maksudnya, terpilihnya pejabat eksekutif yang mendapatkan dukungan legislatif sehingga pemerintahan stabil dan efektif.Dalam sistem pemerintahan parlementer, tidak perlu pemilu serentak, karena sekali pemilu, sudah memilih anggota legislatif sekaligus pejabat eksekutif. Sebab, partai politik atau koalisi partai politik yang menang pemilu atau menguasai mayoritas kursi parlemen, berhak menunjuk perdana menteri beserta pejabat eksekutif lainnya.

Meskipun sistem pemerintahan presidensial menerapkan periode kekuasaan pasti (fixsystem), dan sistem pemerintahan parlementer sewaktu-waktu bisa bubar akibat eksekutif tidak lagi mendapat dukungan parlemen, namun sejarah menunjukkan justru sistem pemerintahan parlementer lebih stabil dan efektif daripada sistem pemerintahan presidensial. Sebabnya jelas, eksekutif mendapat dukungan legislatif.Stabilitas dan efektivitas pemerintahan pascapemilu inilah yang menjadi dasarpelaksanaan pemilu serentak (Mark Pyane dkk, 2002). 

Konsep dan desain ini lahir berdasarkan pengalaman negara-negara Amerika Latin yang menggunakan sistem pemerintahan presidensial, tetapi justru pemerintahan tidak stabil akibat pertikaian antara presiden terpilih dengan parlemen yang mayoritas anggotanya tidak berasal daripartai presiden atau partai koalisi pendukung presiden.Pemilu serentak mulai diterapkan di Brasil sejak awal 1994 dan berhasil menstabilkan dan mengefektifkan pemerintahan, sehingga dalam kurun 15 tahun kemudian, Brasil menjadi kekuatan ekonomi dunia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun