Mohon tunggu...
Ahmada
Ahmada Mohon Tunggu... Guru - Staf Pengajar

Hobi membaca buku sejarah kerajaan di nusantara terlebih Singasari dan Majapahit dan film /drama berlatar kerajaan dan dinasti Ming Tiongkok

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

#1 Jejak Takdir: Dari Nestapa ke Kemuliaan

16 Desember 2024   19:52 Diperbarui: 16 Desember 2024   20:17 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan: Lahir dalam Bayang-Bayang Dosa 

Desa Taruna terletak di pinggir sungai yang mengalir malas, seperti penduduknya yang pasrah pada nasib. Dulu, desa itu adalah permata ekonomi daerah, dengan hamparan sawah yang subur dan pabrik kecil yang menjadi tumpuan hidup warga. Tapi kini, hanya tersisa debu, reruntuhan, dan cerita pilu. Salah satu cerita itu adalah kisah keluarga Rafi.  

Rafi lahir di sebuah rumah panggung yang reot, hasil warisan kakeknya yang tak sempat direnovasi. Ayahnya, Pak Mahdi, dulunya seorang petani sukses, namun hidupnya hancur karena ulah saudaranya sendiri, Pak Arman. Arman, paman Rafi, adalah pria yang dikenal licik dan pandai merayu. Dialah yang mengambil alih seluruh tanah keluarga dengan janji muluk membangun masa depan cerah bagi desa. Nyatanya, tanah itu dijual untuk proyek pembangunan yang tak pernah selesai.  

Ketika Rafi berumur lima tahun, ibunya meninggal karena sakit paru-paru. Ayahnya menjadi satu-satunya harapan hidup, bekerja siang malam sebagai buruh kasar untuk mencukupi kebutuhan mereka. "Kita ini seperti kerbau di sawah, Nak," kata Pak Mahdi suatu malam. "Dulu, kita yang punya sawah. Sekarang, kita yang jadi pekerja di tanah orang." Rafi kecil mendengar itu tanpa memahami sepenuhnya, tetapi kata-kata itu terukir di hatinya.  

Pak Arman selalu menjadi bayang-bayang gelap dalam hidup mereka. Dengan kekayaan yang diraihnya secara licik, ia hidup mewah di kota, tetapi sesekali datang ke desa untuk memamerkan mobil barunya. Pada kunjungan terakhirnya, ia menuduh Pak Mahdi mencuri semen dari proyek pembangunan. Tuduhan itu cukup untuk membuat warga desa memandang rendah keluarga mereka. Ayah Rafi diusir dari pekerjaannya, dan mereka terpaksa meninggalkan rumah panggung mereka, pindah ke sebuah gubuk di tepi sungai.  

Rafi tumbuh dengan dua hal dalam hidupnya: kemiskinan dan rasa malu. Di sekolah, ia sering diejek teman-temannya karena memakai sepatu robek dan seragam lusuh. Namun, ia tetap belajar dengan tekun. Guru-gurunya sering memuji kecerdasannya, tetapi tidak ada yang tahu bagaimana ia belajar dengan perut kosong dan lampu minyak yang nyaris padam setiap malam.  

"Ayah, kenapa kita harus miskin?" tanya Rafi suatu hari.  

Pak Mahdi menatap putranya dengan mata penuh harapan yang rapuh. "Kemiskinan itu seperti hujan, Nak. Kita tidak bisa menghentikannya, tapi kita bisa berteduh."  

Tapi berteduh saja tidak cukup. Ketika Rafi menginjak usia 17 tahun, ayahnya meninggal dunia karena kecelakaan di proyek bangunan tempat ia bekerja. Dunia Rafi runtuh. Kini, ia benar-benar sebatang kara. Setelah pemakaman, ia memutuskan meninggalkan desa itu. Tidak ada lagi yang mengikatnya di sana, selain kenangan pahit dan tanah yang sudah diambil orang lain.  

Kota Metropolis menyambutnya dengan kebisingan dan hiruk-pikuk yang menyesakkan. Dengan hanya membawa satu ransel berisi pakaian dan uang hasil menjual ayam peliharaan terakhir ayahnya, Rafi memulai hidup baru di kota. Ia tinggal di sebuah kamar kos kecil di gang sempit, bersama empat orang lainnya. Pekerjaan pertamanya adalah mencuci piring di warung makan, dengan gaji yang hampir tidak cukup untuk makan dua kali sehari.  

Setiap malam, ia duduk di bawah lampu jalan sambil menatap layar ponsel bututnya. Ia sering membaca berita tentang orang-orang yang sukses di kota, merasa iri sekaligus bersemangat. Namun, kenyataan lebih keras dari yang ia bayangkan. Sering kali ia tidak dibayar tepat waktu, atau diperlakukan seperti budak oleh pemilik warung.  

Hari-hari berjalan seperti mimpi buruk tanpa akhir. Hingga suatu malam, Rafi bertemu Andin, seorang pelukis jalanan yang sering tampil di depan stasiun kereta. "Hidup ini seperti lukisan," kata Andin, ketika melihat Rafi termenung. "Kadang warnanya gelap, tapi itu hanya latar belakang untuk warna terang yang akan datang."  

Andin menjadi teman pertama Rafi di kota. Dari Andin, ia belajar tentang seni bertahan hidup di tengah kerasnya kehidupan. Andin juga mengajarinya melihat dunia dari sudut pandang yang berbeda. "Kamu punya cerita hebat, Rafi," kata Andin suatu malam. "Suatu hari, dunia akan mendengarnya."  

Meski merasa sedikit lebih kuat dengan kehadiran Andin, Rafi tahu bahwa ia butuh lebih dari sekadar kata-kata motivasi untuk mengubah hidupnya. Ia mulai mencari pekerjaan lain yang lebih menjanjikan, tetapi pendidikan rendah dan penampilannya yang sederhana membuatnya sering ditolak. Ia bahkan sempat menjadi pengemudi ojek online, meski itu berarti harus meminjam motor dari teman kosnya.  

Hidup Rafi berubah ketika ia secara tidak sengaja menyelamatkan seorang gadis dari insiden tabrak lari. Gadis itu adalah Amara, seorang influencer media sosial dengan jutaan pengikut. Amara terkesan dengan keberanian Rafi dan menawarkan pekerjaan di rumah keluarganya. Bagi Rafi, itu seperti secercah cahaya di tengah kegelapan. Namun, ia tidak tahu bahwa dunia baru yang akan dimasukinya penuh jebakan dan konflik yang lebih besar.  

---

Cover Buku (Dokpri) 
Cover Buku (Dokpri) 

Bab 2: Awal Penderitaan


Rafi terbangun dengan suara deru kendaraan di luar kamar kos sempitnya. Pagi-pagi sekali, sinar matahari sudah menerobos celah jendela, menembus dinding beton yang hampir runtuh. Ia duduk di tepi tempat tidur, memandangi sekeliling. Kos-kosan yang ia tinggali tidak jauh berbeda dengan rumah gubuk yang ditinggalkannya di desa. Tembok yang retak, lantai yang kotor, dan bau lembap yang selalu ada, menjadi bagian dari kenyataan yang harus diterimanya. Segalanya terasa hampa, tetapi itulah kehidupan yang harus dijalaninya sekarang.


Dengan perlahan, ia bangkit dan memandang layar ponselnya. Tak ada pesan baru. Hanya pemberitahuan dari aplikasi ojek online yang memberitahukan bahwa tugas hari ini dimulai. Tak ada pilihan lain, ia harus menjalani hari-hari seperti itu---mengejar setoran dan berharap mendapatkan tip dari pelanggan yang murah hati. Setiap pagi dimulai dengan keputusasaan yang sama. Rasanya tidak ada yang berubah, hanya siklus yang terus berputar.


Pekerjaan sebagai pengemudi ojek online bukanlah yang pertama kali ia jalani di kota besar ini. Sebelumnya, ia sempat bekerja serabutan di berbagai tempat, dari mencuci piring di warung makan hingga menjadi tukang parkir di pusat perbelanjaan. Namun, semua itu terasa seperti upaya sia-sia untuk mengubah nasib. Waktu berjalan lambat, dan setiap harinya, ia merasa semakin terjepit. Orang-orang di sekitarnya tampak lebih maju, lebih sukses. Rafi hanya bisa bertahan dan menyembunyikan rasa malu di balik senyuman tipis.


Di tengah-tengah keterbatasan ini, Rafi selalu merasa ada yang hilang. Di desa, ia terbiasa bekerja keras tanpa banyak pertanyaan. Tetapi di kota, rasanya hidup ini lebih kejam. Setiap malam, ia merasa semakin asing. Jauh dari keluarga, jauh dari tanah yang dulu ia sebut rumah. Meski begitu, ada satu hal yang tetap ia pegang: harapan untuk bisa memberi kehidupan yang lebih baik bagi dirinya sendiri, bahkan jika itu berarti harus merangkak dari bawah.


Hari-hari berjalan seperti mimpi buruk tanpa akhir. Hingga suatu malam, seperti biasa, Rafi berkeliling kota, menunggu pelanggan yang memesan. Di tengah perjalanan, ponselnya bergetar, memberi tanda bahwa ada orderan masuk. Tanpa berpikir panjang, ia segera melaju ke titik penjemputan. Jalanan kota yang sibuk membuatnya harus ekstra hati-hati. Begitu banyak pengendara yang tak peduli, menerobos lampu merah, dan membuat suasana semakin menegangkan.


Namun, tak seperti biasanya, kali ini ia mendapatkan pelanggan yang berbeda. Seorang gadis cantik dengan pakaian modis sedang menunggu di pinggir jalan. Dia tampak panik, berlari menuju motor Rafi. "Tolong, Pak! Saya dikejar orang!" teriak gadis itu dengan napas terengah-engah. Suaranya terdengar begitu cemas, dan wajahnya penuh rasa takut. 


Tanpa banyak tanya, Rafi segera menghidupkan mesin motor dan melaju dengan kecepatan penuh. Ia tak tahu apa yang terjadi, namun nalurinya mengatakan bahwa gadis itu membutuhkan pertolongan. Rafi mengatur napas, berusaha fokus pada jalan yang semakin padat. Dari kaca spion, ia melihat beberapa orang berlari ke arah mereka, namun ia memutuskan untuk tidak berhenti. Hatinya berdegup kencang. Ini bukan hanya soal mengantar orang, tapi tentang menjaga hidup seseorang yang terancam.


Selama beberapa menit, Rafi membawa gadis itu melalui jalanan sempit dan gang-gang kecil yang jarang dilalui kendaraan. Ia tahu jika mereka berhenti, pengejar itu bisa saja mengejar mereka. Setelah beberapa waktu, mereka berhasil menyingkirkan pengejar tersebut, dan Rafi membawa gadis itu ke sebuah kafe yang sepi dan aman. Sesampainya di sana, gadis itu menghela napas panjang dan menatap Rafi dengan mata penuh terima kasih.


"Terima kasih banyak, Pak. Anda benar-benar menyelamatkan saya," katanya dengan suara yang masih bergetar. Rafi hanya mengangguk, mencoba tidak terkesan meskipun hatinya berdebar kencang. "Tidak masalah, Mbak. Apa yang terjadi?" tanyanya pelan, berusaha tetap tenang.


Gadis itu bercerita bahwa ia baru saja diculik oleh seorang pria yang mengaku sebagai pengusaha. Rafi mendengarkan dengan penuh perhatian, merasa ada sesuatu yang aneh dari cerita gadis itu. Ia tahu bahwa hidupnya sendiri penuh dengan kesulitan, tetapi ia tidak menyangka bisa terlibat dalam situasi seperti ini. "Tapi... terima kasih, Pak. Anda benar-benar baik. Nama saya Amara," katanya, memperkenalkan diri dengan senyuman yang sedikit dipaksakan.


Rafi tersenyum samar. "Rafi," jawabnya singkat. Meski pertemuan mereka hanya berlangsung sekejap, ia merasakan ikatan yang aneh antara dirinya dan Amara. Ada sesuatu dalam diri gadis itu yang membuatnya merasa lebih hidup. Mungkin itu hanya perasaan sesaat, namun Rafi merasa perlu tahu lebih banyak tentangnya.


Amara bercerita bahwa ia adalah seorang influencer yang cukup terkenal di media sosial. Hidupnya penuh dengan kemewahan dan dunia yang jauh berbeda dari dunia Rafi. Rafi tak pernah membayangkan bahwa seseorang yang terlihat begitu sempurna di layar ponsel bisa memiliki masalah sebesar itu. Namun, ia tahu bahwa dunia Amara penuh dengan kepalsuan. Dalam sekejap, ia menyadari bahwa meskipun dunia mereka berbeda, keduanya memiliki satu kesamaan---terjebak dalam realitas yang mereka tidak pilih.


Setelah percakapan panjang, Amara memutuskan untuk mengajak Rafi untuk lebih dekat mengenal dunia yang ia tinggali. "Kamu pasti penasaran bagaimana rasanya hidup seperti saya, kan?" Amara bertanya dengan senyum nakal. Rafi hanya bisa tertawa kecil. "Saya lebih tertarik belajar bertahan hidup di kota ini. Kalau itu berarti mengenal dunia kamu, saya akan coba."  


Hari itu menjadi titik balik dalam hidupnya. Tanpa ia duga, pertemuannya dengan Amara akan mengubah jalan hidupnya selamanya. Amara, yang ternyata adalah seorang influencer terkenal, mengajaknya untuk lebih dekat mengenal dunia yang jauh berbeda dari yang pernah ia bayangkan. Dunia yang penuh dengan kemewahan, tetapi juga penuh jebakan dan intrik yang lebih besar. Dengan langkah hati-hati, Rafi mulai memasuki dunia yang tidak pernah ia impikan sebelumnya. Dunia yang akan menguji kekuatan mental dan moralnya.


---


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun