Dengan perlahan, ia bangkit dan memandang layar ponselnya. Tak ada pesan baru. Hanya pemberitahuan dari aplikasi ojek online yang memberitahukan bahwa tugas hari ini dimulai. Tak ada pilihan lain, ia harus menjalani hari-hari seperti itu---mengejar setoran dan berharap mendapatkan tip dari pelanggan yang murah hati. Setiap pagi dimulai dengan keputusasaan yang sama. Rasanya tidak ada yang berubah, hanya siklus yang terus berputar.
Pekerjaan sebagai pengemudi ojek online bukanlah yang pertama kali ia jalani di kota besar ini. Sebelumnya, ia sempat bekerja serabutan di berbagai tempat, dari mencuci piring di warung makan hingga menjadi tukang parkir di pusat perbelanjaan. Namun, semua itu terasa seperti upaya sia-sia untuk mengubah nasib. Waktu berjalan lambat, dan setiap harinya, ia merasa semakin terjepit. Orang-orang di sekitarnya tampak lebih maju, lebih sukses. Rafi hanya bisa bertahan dan menyembunyikan rasa malu di balik senyuman tipis.
Di tengah-tengah keterbatasan ini, Rafi selalu merasa ada yang hilang. Di desa, ia terbiasa bekerja keras tanpa banyak pertanyaan. Tetapi di kota, rasanya hidup ini lebih kejam. Setiap malam, ia merasa semakin asing. Jauh dari keluarga, jauh dari tanah yang dulu ia sebut rumah. Meski begitu, ada satu hal yang tetap ia pegang: harapan untuk bisa memberi kehidupan yang lebih baik bagi dirinya sendiri, bahkan jika itu berarti harus merangkak dari bawah.
Hari-hari berjalan seperti mimpi buruk tanpa akhir. Hingga suatu malam, seperti biasa, Rafi berkeliling kota, menunggu pelanggan yang memesan. Di tengah perjalanan, ponselnya bergetar, memberi tanda bahwa ada orderan masuk. Tanpa berpikir panjang, ia segera melaju ke titik penjemputan. Jalanan kota yang sibuk membuatnya harus ekstra hati-hati. Begitu banyak pengendara yang tak peduli, menerobos lampu merah, dan membuat suasana semakin menegangkan.
Namun, tak seperti biasanya, kali ini ia mendapatkan pelanggan yang berbeda. Seorang gadis cantik dengan pakaian modis sedang menunggu di pinggir jalan. Dia tampak panik, berlari menuju motor Rafi. "Tolong, Pak! Saya dikejar orang!" teriak gadis itu dengan napas terengah-engah. Suaranya terdengar begitu cemas, dan wajahnya penuh rasa takut.Â
Tanpa banyak tanya, Rafi segera menghidupkan mesin motor dan melaju dengan kecepatan penuh. Ia tak tahu apa yang terjadi, namun nalurinya mengatakan bahwa gadis itu membutuhkan pertolongan. Rafi mengatur napas, berusaha fokus pada jalan yang semakin padat. Dari kaca spion, ia melihat beberapa orang berlari ke arah mereka, namun ia memutuskan untuk tidak berhenti. Hatinya berdegup kencang. Ini bukan hanya soal mengantar orang, tapi tentang menjaga hidup seseorang yang terancam.