Mohon tunggu...
Ahmad Maulana S
Ahmad Maulana S Mohon Tunggu... Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan -

Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan // Penikmat kutak-katik kata yang gemar mengembara dari satu bait ke larik yang lainnya // Cuma seseorang yang ingin menjadi tua tanpa rasa bosan, setelah sebelumnya beranak-pinak seperti marmut atau cecurut // Salam hangat persahabatan...^_

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

[Lomba PK] Arjuna di Medsos: Legenda Sempak Terlarang

2 Juni 2016   07:28 Diperbarui: 2 Juni 2016   21:10 579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjadi satu-satunya siswa yang berhasil memanah burung terbang di sekolah kemarin membuat kepercayaan diri Juna bertambah tebal. Digenggamnya erat wejangan Guru Durna tentang adab belajar, untuk dijadikan bekal dalam pengembaraannya memunguti ilmu demi ilmu pada banyak kejadian besar yang kelak disinggahinya.

“Fokus ke yang paling inti…” bisik Juna menggumam ulang petuah dari guru utamanya tersebut, sambil bersegera meraih kertas dan mulai merangkai satu-dua kata yang diharapkan akan menjadi karya terhebat yang pernah dibuatnya.

“Mengapa tak menggunakan Smartphone saja, Juna? Bukannya hal itu jauh lebih mudah serta  lebih praktis?” tanya Yudistira lembut sambil mengusap sayang kepala adiknya.

Juna menggeleng pelan, sebelum akhirnya menjawab dengan agak tersipu, “Enggaklah, Bang Tira. Juna khawatir lebih banyak fesbukan sama mereka, dan malah jadi hilang fokus.”

Yudistira tersenyum mahfum. Dia tahu meski masih remaja, entah mengapa Juna memiliki begitu banyak penggemar di akun medsosnya, yang tentu saja rata-rata dari jenis perempuan.

Kembali diusapnya rambut Juna yang agak gondrong, sebelum akhirnya ditinggalnya Juna yang terlihat asyik mencorat-coret kertas.

“Belenggu Angan” tulis Juna singkat sebagai judul karangannya, yang sedetik kemudian langsung dia coret kembali sebab merasa bagaimana mungkin judul seperti itu mampu dikembangkan menjadi karya terhebatnya? Lha wong maknanya saja sudah sangat merampas kebebasan angan dan pikir, bagaimana pula isinya kelak?

Kembali Juna menulis beberapa kata di kertasnya.

“Cinta dalam Secangkir Hujan”.

“Tuan Anu Presiden Buncis”.

“Jilbab yang Menyentil”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun