Mohon tunggu...
Ahmad Maulana S
Ahmad Maulana S Mohon Tunggu... Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan -

Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan // Penikmat kutak-katik kata yang gemar mengembara dari satu bait ke larik yang lainnya // Cuma seseorang yang ingin menjadi tua tanpa rasa bosan, setelah sebelumnya beranak-pinak seperti marmut atau cecurut // Salam hangat persahabatan...^_

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

(3) Kepada Umi Setyowati, Maut Untuk Anakku

12 Oktober 2015   07:48 Diperbarui: 12 Oktober 2015   08:26 526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Um, seringkali kutemukan ucapmu di kolom komentar, tentang betapa selalu sukanya dirimu akan cangkir kata-kata yang kuposting di Kompasiana, yang katamu bertabur kisah cinta yang indah gemerlap penuh rasa.

Tapi tahukah kau, Um, bahwa jauh waktu sebelum akhirnya kugarap begitu banyak roman bergenre picisan, semua yang menetes dari tintaku melulu berisi kepedihan. Walau memang masih juga tentang cinta. Hanya saja cinta yang amat jauh berbeda. Cinta yang acapkali terlihat rumit, kalut serta tak berhenti bergelut di sesama rasanya.

Biar pagi ini kuajak kau ke salah satu kisahnya…

 

setelah kepergianmu

yang tiba-tiba dan penuh gemuruh

aku terjebak kenangan

dalam lingkaran-lingkaran rasa yang membelenggu

hidup, tentang semua

 

sederet kisah telah lagi terangkai di sini

terus, tentang Mentari

hari ini usianya genap lima Agustus

 

empat puluh delapan purnama yang lalu, aku

dibuatnya terkejut

bukan karena pipisnya membasahi kemeja

ku, sebab

hampir setiap malam ia

memilirkannya

dipelukku, saat ia begitu lelap dan meresapi

lembut jari kurus kedua tanganku yang tak pernah

hendak: usai

dalam gelora mengukir cinta

atau ketika hangat

dekapku

begitu memberinya nyaman

sebab ia tahu

bahwa di balik raga yang getas dan kering milikku

ada cinta yang penuh, untuknya

dan ia, selalu membalasnya

walau hanya dengan pipis

sebab ia butuh

lebih, dari sekedar kasur

 

tapi bukan itu yang membuatku

terkejut

melainkan ia, mentariku

mulai berbicara

ludahnya menyembur kemana-mana

sementara dari bibir kecilnya

terdengar suara: efps… efps…

 

hampir lepas kontrol tubuh lembut itu

kuraih

wajah kami tak berjarak

dan aku, kembali takjub

bahkan terharu

sebab ia begitu cadel

dan sengau mengucapkan: pa… pa… pa…

pa-pa

sambil jari-jari kecilnya

menggapai-gapai di hidungku

sementara tangan yang lain, terperangkap

dalam belukar gondrong rambutku

 

lantas saja wajah cahaya itu

membasah, sebab kecup sayangku

begitu hujan menerpanya

lalu gelak terangkai

dalam tarian gerak yang menendang-tendang

 

harusnya kebahagiaan tak pernah perlu dicerna

atau dibagi

tapi aku cuma seseorang

yang rapuh

yang hanya dibentuk oleh waktu

yang kini, terbelenggu

 

dan waktu terus berlari sebab bahagia

memacunya untuk lebih

bersegera

begitu juga ia, Mentariku

walau

sebenarnya ia cuma fusi

dari segala ilusi

akan resah dan pedihnya sepi

hari ini usianya genap lima Agustus

 

dan waktu yang berlari seperti selalu harus

berlari

begitu juga hati, sebab jiwa

bukan baja

walau gaibnya: sanggup, melahirkan hidup

walau cuma semu

 

setelah pertarungan yang panjang

sebuah layar kututup lagi

 

: Mentariku tak pernah terlahir.

(‘Maut Untuk Anakku’ dalam Di Bawah Kibaran Dosa).

 

Begitulah, Um. Di balik hal-hal yang tampaknya indah, mapan serta mencocoki selera, biasanya selalu ada cerita pilu yang menggumpal di tepian kenangannya. Ya, seperti juga kamu dan kalian yang membaca posting ini. Iya, kamu… juga kalian.

 

Dari saya,

Ahmad Maulana S.

Kepala Suku Genk Cinta yang Penuh Konflik Tahun 2222 SM.

-oOo-

Ikuti Event Surat-menyurat di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun