“Wah… tenyata bocah itu sangat tampan.” Seru Wahyu Sapta Si Pendekar Angan Yang Ingin, bersebelahan dengan Ay Mahening yang tak putus-putusnya menggunakan Ajian Memandang Tanpa Bulu.
“Fisik aja lu Wahyu, lihat dong perawakannya… Benar-benar tulangan yang bagus untuk menjadi seorang pendekar tanpa tanding!” kecam Mike Reyssen sambil berulang kali menelan air liur seperti harimau betina melihat anak kambing.
“Jika dilihat dari kurasi keseluruhan tubuhnya, jelas remaja ini lebih cocok menjadi pewarisku,” Serobot Yosmo Si Datuk Kurator.
“Setidaknya kubawa dulu berkeliling gunung dan rimba, juga mencicipi karang terjal lewat climbing di sana” ucap Den Bhaghoese sambil menyebut lokasi favorit para climber berlatih border.
“Buang-buang waktu! Mending langsung kubawa ke BEI untuk menggebrak dunia perpialang sahaman dan keuangan, dijamin dolar sialan itu akan langsung mengkeret ditendang rupiah,” sergah Bli Putu tajam, akurat dan terpercaya.
“TENANG SEMUA… PEMIMPIN INGIN BICARA…!” suara koor lima orang kembar mengumandang meredam kebisingan. Rupanya Anhus Anhis Anhus dan lima bayangan mayanya yang amat lucu itu, walau entah mengapa hari ini dia dan saudara virtualnya terlihat begitu berwibawa.
Bay si sosok sengak berhidung gondrong mengangguk kepada Mbah Mupeang, yang langsung mengambil alih forum dengan tawa khasnya yang agak menyebalkan.
“Hak-hak-hak… Seperti kalian semua tahu tentang trik catur…”
“Jangan bertele-tele, Mupeang, langsung saja ke pokok tujuan!” tukas Indira dingin, paham jika Mbah Mupeang mulai berbicara tentang trik catur maka dijamin waktu makan malam akan bergeser mengganti sarapan.
“Huh! Baiklah… Sudah diputuskan sebelumnya bahwa bocah yang bernama Dayat ini akan dididik pertama kali oleh Si Master Pornoaksi Ilmu-Ilmu Peternakan di Jogja…!”
Forum pendekar kembali hingar, penuh dengan interupsi serta teriakan ketidak puasan.