Mohon tunggu...
Ahmad Maulana S
Ahmad Maulana S Mohon Tunggu... Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan -

Founding partner di Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan // Penikmat kutak-katik kata yang gemar mengembara dari satu bait ke larik yang lainnya // Cuma seseorang yang ingin menjadi tua tanpa rasa bosan, setelah sebelumnya beranak-pinak seperti marmut atau cecurut // Salam hangat persahabatan...^_

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Bersama Teman yang Tepat, Kita Bisa Melakukan Apapun dan Menjadi Siapapun

11 Juli 2015   03:43 Diperbarui: 11 Juli 2015   03:43 1021
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dijey yang begitu repot membantu mencetak buku puisi pertama saya dengan sumringah, dan membuat saya cengar-cengir menikmati juga sayur asem di rumahnya, walau saya jelas tidak pernah suka jenis sayur kecut tersebut.

Bintang yang dengan entengnya langsung membeli buku tersebut, yang setelahnya saya sering berpikir bahwa dia membelinya hanya karena menghargai saya, walau sebuah foto kecil di sudut facebooknya sempat membuat saya bingung yang mana wajah si pramugari Singapore Airlines itu dan yang mana muka kucingnya. Berbeda dengan Oenk yang berkali-kali membeli untuk dijadikan kado ulang tahun teman-temannya, atau Mulan yang justru menangisinya saat masih menjadi draft, dan beberapa cewek sastra yang berebut minta buku tersebut ditanda tangani saya di stasiun UI, seakan-akan saya adalah penjelmaan absurd dari Sutardji Calzoem Bahri!

Effa-Mama Ella-Rudi-Ulfa dan keluarga yang menyambut dengan sangat ‘hingar’ kabar tentang penerimaan saya di UI jauh melebihi keluarga saya sendiri, seakan-akan saya adalah salah satu bagian terpenting dari keluarga mereka. Juga Ivan yang tak pernah memperlihatkan kecemburuannya atas keamat dekatan saya dengan Effa -yang juga sering saya jadikan parameter dan sparing partner dalam bisnis saya tanpa sepengetahuannya- yang saya amat berterima kasih kepadanya karena terus membuat saya percaya bahwa Effa mampu dia jadikan amanah.

Barry yang tanpa berpikir panjang sontak bersedia menyisihkan rupiahnya untuk saya hingga mencapai digit juta tertentu, yang tentu saja langsung saya tolak karena memang saya hanya ingin mengetahui ketulusan dia dan bukan ketulusan uangnya.

Sementara Oenk dan Firman jelas bukan teman bagi saya. Mungkin sedikit mirip dewa, yang tentu saja bukan Dewa Babi!

Semua ketulusan itulah yang membuat mereka tetap hidup dan berkelebat-kelebat dalam hati saya, yang kerap membuat saya tersenyum sendiri selama menjalani ritual insomnia abadi.

Dan untuk merekalah saya tulis puisi ‘Hidupmukah Hidupku’  yang saya posting sebelum tulisan ini, dengan begitu banyak kata-kata ‘hidup’ yang membuat lidah saya terpelintir-pelintir serta ‘korsleting kecil’ akan makna kata tersebut pada saat proses kreatifnya. Walau seringkali diri saya yang lain juga berkata bahwa puisi itu sebenarnya cuma buat Mulan.

Tak pernah saya kikir untuk berpikir, nikmat Tuhan manakah yang bisa untuk saya dustakan? Hidup yang lebih baik, kuliah di kampus yang 'lumayan' punya nama, serta begitu banyak ‘Teman Tim yang Tepat’ yang saya miliki, ditambah lagi dengan streetsmart yang saya dapat dari Mulan, yang seringkali mampu membuat saya bergerak lebih cepat dan lebih luas dari yang lain, tentu tak sulit buat saya untuk memilih masa depan yang paling keren kelak yang saya inginkan.

Semua terlihat begitu sempurna. Hanya saja sayangnya ada cacat kecil yang menjadikan segalanya tak berjalan dengan semestinya. Dan cacat kecil tersebut adalah: Saya tak menginginkannya...!!!

Mungkin banyak yang mengira saya dungu, neurotik atau sekedar orang yang senang membuat sensasi saat memutuskan untuk meninggalkan semua yang telah saya peroleh dengan susah payah itu. Mengapa tidak? Bahkan diri saya sendiripun seringkali menghardik dan menyudutkan saya dengan segala macam falsafah dan dogma. Bahwa belajar adalah ibadah. Dan bahwa dengan menyia-nyiakan yang saya punya berarti saya telah mengkhianati seseorang yang ‘kursinya’ telah saya ambil, karena bila saya tak mendudukinya, tentu orang lain itulah yang menempati posisi saya ini, dan sebagainya-dan sebagainya yang tetap saja tak mampu untuk merubah sedikitpun pendirian saya.

Tapi saya memang benar-benar tak pernah menginginkan semuanya! Tak pernah berminat untuk menjadi orang yang lebih ‘terhormat’, atau barangkali menjadi seseorang yang memiliki nilai dan harga lebih dengan gelar akademik di belakang nama, serta pekerjaan dan status sosial yang mewah dan mentereng lainnya. Dan semua yang telah saya upayakan dengan begitu njelimet dan payah-payah itu, memang cuma karena Mulan. Cuma untuk Mulan. Dan cuma demi Mulan. Karena buat Mulan, apa sih yang tidak saya beri dan lakukan? Bahkan jika Mulan meminta hidup saya sekalipun, tentu tak perlu hitungan detik buat saya menyerahkannya... dengan bahagia! Karena cinta memang seringkali tak pernah bisa untuk punya logika, bahkan untuk orang-orang yang ‘sekaliber’ saya sekalipun, yang katanya memiliki pemahaman dan pengalaman yang jauh melebihi usia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun