Baca juga : Turki Pertama Kali Juara VNL Setelah di Final kalahkan Wakil Asia dengan Skor Telak
Asal Usul Malam Satu Suro
Kalender Jawa pertama kali diterbitkan oleh Raja Mataram Sultan Agung Haryokromokusumo pada tahun 931 H atau 1443 M. Pada zaman Kerajaan Isalam Demak, Sunan Giri II ingin menggabungkan penanggalan Jawa dengan Penaggalan Hijriyah.
Sedangkan tradisi malam satu Suro bermula saat zaman Sultan Agung, di mana masyarakat mengikuti sistem penanggalan tahun Saka yang diwariskan dari tradisi Hindu, sedangkan Kesultanan Mataram Islam sudah menggunakan sistem kalender Hijriah (Islam).
Berawal dari keinginan memperluas ajaran Islam di Tanah Jawa, Sultan Agung berinisiatif memadukan kalender Saka dengan kalender Hijriah menjadi kalender Jawa. Malam satu Suro dimulai sejak Jumat Legi bulan Jumadil akhir tahun 1555 Saka atau 8 Juli 1633 Masehi.
Selain itu, Sultan Agung juga ingin menyatukan Pulau Jawa dan dia tidak ingin rakyatnya terpecah belah karena perbedaan keyakinan agama. Sultan Agung juga ingin menyatukan kelompok santri dan abangan. Lalu, setiap hari Jumat legi, dilakukan laporan pemerintahan setempat sambil pengajian oleh para penghulu kabupaten, ziarah kubur dan haul ke makam Ampel dan Giri.
Maka dari itu, 1 Muharram atau malam satu Suro Jawa dimulai pada hari Jumat legi juga ikut dikeramatkan.
Baca juga : Persija Jakarta Merangsek ke Papan Atas Klasemen Sementara Liga 1 BRI Setelah Libas Tamunya 4-1
Hal-hal yang Dilarang Saat Malam Satu Suro
Pada malam 1 Suro ada beberapa larangan yang tidak boleh dilakukan yaitu
1. Tidak boleh bicara atau berisik