"Semua orang pasti pernah gagal." Menyambar pula ucapan ibunya dalam pikiran.Â
Semua orang hebat bahkan pendekar paling sakti pun pernah gagal. Termasuk ayahnya, seorang ahli pedang yang gagal menghentikan Kebo Alas. Namun, apakah Dimas itu seperti ayahnya? Seorang pemimpin yang mau taruhkan nyawa demi selamatkan rakyatnya?
Kepalanya semakin berat. Keraguan semakin menumpuk. Pikirannya hanya menyatakan bahwa ia seorang pengecut. Seorang yang hanya bisa membuat keadaan semakin buruk. Ia juga merasa tidak berguna.
"Hanya mereka yang mau untuk bangkit dari kegagalan itulah yang akan menjadi pemenang." Dimas tersentak. Kata-kata ibunya itu seperti sambaran petir yang dahsyat di kepala.Â
Dimas belum mencoba untuk bangkit. Selama ini, ia hanya lari dari kenyataan. Bersembunyi dari balik rasa bersalah tanpa mau berusaha bangkit. Kegagalan bukanlah akhir dari segalanya. Kegagalan bisa jadi sebuah awal.
Dimas pegang erat-erat pedang tersebut. Cahaya-nya berdenyut semakin cepat dan terang.
"Masih ada kesempatan," ucapnya seraya memandangi seluruh ruangan. "Aku akan berlatih di sini!".Â
Ia pandangi sekali lagi pedang sakti itu. Bayangan wajahnya terpantul pada mata pedang yang bersinar hangat dengan raut penuh keyakinan.
"Sekarang, aku harus temukan jalan keluar dari sini dan menjadikan kuil ini sebagai tempat berlatih ilmu pedang sakti."Â
Ia melangkah menuju lorong dan menebaskan pedang sakti itu untuk membukakannya jalan keluar.
Bersambung.