Dalam beberapa kesempatan saya melihat di situs online berita  dan foto  yang memperlihatkan langit yang lebih cerah dari sebelumnya dan air laut di pantai yang terlihat lebih jernih dari sebelum pandemi.
Alam sepertinya sedang berlibur dalam pemahaman alam itu sendiri dimana aktivitas manusia yang biasanya memenuhi dan melakukan pengrusakan , ekspolitasi dan mengotori dengan sampah-sampah yang ditinggalkan saat ini berhenti paling tidak untuk sementara waktu.
Salah satu aktivitas manusia itu bernama pariwisata dimana saat berkumpulnya banyak orang yang berada pada destinasi wisata, tidak saja wisatawan yang berkunjung tetapi juga pelaku wisata yang melakukan kegiatan usahanya.
Pada artikel yang dimuat pada situs online the Guardian dengan judul agak mengerikan dan panjang artikelnya "The end of tourism?" menyoroti kegiatan pariwisata yang banyak mengeksploitasi alam dan dunia satwa.
Dalam artikel tersebut juga disinggung mengenai aktivitas pariwisata yang banyak diperdebatkan yaitu terganggunya satwa Komodo dalam berkembangbiak  pada habitatnya sendiri yang diakibatkan oleh kegiatan pariwisata.
Pariwisata memang terkadang berlawanan dengan pembangunan akan tetapi tidak perlu harus merusak alam yang telah memberikan kehidupan kepada manusia sejak awal dari kehidupan ini semua.
Alam dan dunia satwa memang tidak berdaya ketika dirusak dan dieksploitasi untuk kegiatan pariwisata, mereka akan berdiam diri dan akan selalu menerima kunjungan manusia dan melalui pantai dan pegunungan, alam selalu memberikan kedamaian bagi siapa saja yang berkunjung, termasuk orang-orang yang mungkin sudah melakukan hal buruk kepada alam.
Akan tetapi dengan berdiam dan tidak berdaya bukan berarti Sang Pemilik alam yaitu Tuhan Sang Pencipta berdiam diri juga dengan melihat keberlangsungan dan pembiaraan atas kegiatan pengrusakan alam ciptaanNya.
Efek Pariwisata
Efek dari Mass Tourism yaitu Overtourism adalah salah satu contoh dari dampak pariwisata terhadap pengrusakan alam sekitarnya, disamping banyaknya turis yang tidak bertanggung jawab dan tidak peduli dengan alam sekitar dengan membuang sampah sembarangan dan menyebabkan kebakaran akibat membuang puntung rokok pada alam yang kering adalah beberapa contoh dari ini semua.
Overtourism juga berdampak pada masyarakat lokal terutama pada daerah yang akan lebih banyak jumah turisnya daripada jumlah penduduknya pada saat liburan tiba.
Venice di Italia adalah salah satu contoh dampak yang diakibatkan oleh overtourism, tidak hanya dampak lingkungan berupa polusi laut akibat kedatangan kapal pesiar yang besar namun juga terhadap masyarakat asli penduduk Venice yang terganggu dalam melakukan aktivitas sehari-harinya.
Keberadaan masyarkat asli Venice juga dipertanyakan ketika banyaknya pendatang yang bermukim disana untuk mendirikan usaha dalam sektor pariwisata.
Di Indonesia sendiri kekhawatiran akan overtourism justru datang dari pendapat dan penilaian dari luar Indonesia yang justru seharusnya menjadi perhatian khusus dan tidak diabaikan dengan datar.
Pelaku wisata yang selalu mengatakan bahwa mereka adalah menerapkan konsep ekowisata juga dipertanyakan keseriusan mereka dalam pemahaman ekowisata itu sendiri ketika mereka membangun kawasan mereka dengan merusak alam itu sendiri dan tidak memperhatikan alam ketika sudah melakukan usahanya.
Beberapa resort atau penginapan  yang justru dibangun di kawasan yang dilindungi yang berarti sebenarnya tidak diperbolehkan adanya bangunan disana dan bahkan ada yang dibangun dalam radius tidak aman dari gempa bumi, akan tetapi dengan dalih bahwa mereka menggunakan konsep ekowisata maka berdirilah resort tersebut.
Kapal-kapal yang membuang jangkar walaupun sudah disediakan mooring buoy untuk mengikat kapalnya untuk tidak merusak terumbu karang disekitarnya masih terus berlangsung dan malah dibiarkan oleh beberapa pengelola wisata.
Kembali ke alam.
Mungkin Sang Pencipta saat ini sedang mengingatkan kita semua untuk lebih memperhatikan dan mencintai alam yang telah memberikan kehidupan kepada kita semua, dan mungkin sedang memberikan ruang dan waktu kepada alam untuk beristirahat dan berlibur dengan  caranya sendiri.
Pariwisata memang sangat digemari oleh hampir seluruh umat di dunia untuk melihat kebudayaan, tradisi dan kebiasaan lain di berbagai tempat di dunia namun ketika kita sebagai kita yang biasanya datang dan pulang dengan tidak banyak melibatkan diri dalam memelihara alam dan sekitar di destinasi wisata yang telah dikunjungi dan meninggalkan sampah dan perusakan akan membuat pariwisata di tempat tersebut tidak bersahabat dengan alam pada akhirnya.
Ketika laut sudah menjadi Tempat Pembuangan Akhir sampah yang dilakukan oleh beberapa orang , polusi tidak bisa dihindari dan penyelam yang melakukan kegiatan menyelam dan snorkelling bisa jadi melihat kekeruhan air laut dan mungkin bahkan tidak lagi menjadi spot yang sehat untuk melakukan kegiatan tersebut.
Baik itu perkotaan, pantai, gurun hingga pegunungan dan dimanapun aktivitas pariwisata berlangsung akan terus mengalami pengrusakan bila cara kita memperlakukan alam masih sama dengan dulu.
Perhatian Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dalam mendengungkan ekowisata dalam kenormalan baru sangat diapresiasi namun akan kembali kepada para pelaku wisata dan wisatawan itu sendiri dalam memperlakukan alam dan dunia satwa.
Dalam artikel-artikel saya sebelumnya selalu saya juga selalu mengingatkan kita semua untuk menjadi wisatawan yang responsible dan responsif dalam era kenormalan baru nanti tidak hanya terhadap apa yang terlihat akan tetapi juga apa yang terlewati dan tidak diperhatikan pada destinasi wisata yang kita kunjungi terutama pada alam.
Geowisata
Selain dari ekowisata, geowisata yang menerapkan keberlangsungan bumi dengan mendalami dan memahami alam dari mula dan perkembangannya dapat menjadi pengetahuan untuk menimbulkan kepedulian kita terhadap bumi.
Jarang dari kita yang memahami sejarah dari danau Toba misalnya yang dahulu merupakan gunung yang meletus dengan dasyatnya atau sebab kenapa adanya danau air asin di pulau Satonda.
Dengan memahami apa yang terjadi dahulu pada destinasi wisata alam pada khususnya diharapkan akan menimbulkan pengetahuan dan kesadaran kita untuk lebih memperhatikan dan peduli kepada alam dan tidak hanya sebatas pemanis lidah.
Pada tahun lalu saya sempat berdiskusi dengan salah seorang yang menekuni geowisata ini dan memberikan gambaran atau seperti mapping akan destinasi wisata alam di Indonesia dan saya menemukan beberapa hal yang sebelumnya saya tidak tahu.
Kita juga jarang menemukan pada handbook atau buku panduan yang benar-benar secara detil menerangkan destinasi wisata dari sisi kebumian dan mungkin ini juga bisa dijadikan pemikiran kita semua terutama bagi pelaku wisata dalam mengedukasi para wisatawan.
Alam memang tidak bisa marah saat dirusak dan dieksploitasi akan tetapi ketika alam sudah jenuh, Sang Pencipta pun turun tangan untuk melindungi keberlangsungan bumi sebagai rumah bagi generasi mendatang.
Dalam lirik lagu dari Kenny Loggins yang berjudul 'Conviction of the Heart' yang memang ditulis sebagai perhatian dia terhadap keberlangsungan bumi menyebutkan 'You say you're aware, believe and you care, but Do you care enough ?', dan benar adanya bahwa kita sering mendengar dan berkata bahwa kita peduli dengan alam tapi sampai dimana kepedulian kita itu?
Kesehatan memang menjadi prioritas dalam kenormalan baru, namun bumi saat ini sepertinya lagi menuntut perhatian dan kepedulian kita, bukan hanya untuk generasi kita saat ini saja tapi untuk generasi mendatang.
Buatlah langkah pertama untuk melakukan perubahan sehingga akan mudah untuk membuat langkah selanjutnya, bumi yang kita telah tinggali selama ini memang lagi ingin beristirahat dan melakukan perbaikkan diri, dan kita sebagai penghuninya diminta juga untuk berubah.
'
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H