Mohon tunggu...
Ahmad Wijaya
Ahmad Wijaya Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Fakultas Hukum Universitas Negeri Gorontalo

Pengamat dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Negeri Gorontalo

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Saat Politik Bertransformasi Menjadi Reality Show, antara Hiburan vs Subtansi

18 Januari 2024   23:02 Diperbarui: 19 Januari 2024   17:30 653
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Penetapan Pemilu Serentak pada 14 Februari 2024. (Foto:KOMPAS/HERU SRI KUMORO (KUM))

Dalam era informasi yang terus berkembang pesat, politik tidak lagi hanya tentang visi dan misi para pemimpin. Kita seakan-akan hidup dalam sebuah reality show politik, di mana dramatika, intrik, dan kekacauan menjadi pemeran utama. 

Artikel ini akan mengulas fenomena saat politik bertransformasi menjadi reality show, menjelajahi dampaknya terhadap pemahaman masyarakat terhadap proses politik dan implikasinya bagi kualitas kepemimpinan.

Pertunjukan dan Spektakel di Panggung Politik

Politik modern semakin mirip dengan pertunjukan besar yang diatur dengan cermat. Pidato-pidato berapi-api, debat sengit, dan serangkaian acara kampanye yang dramatis menjadi bagian tak terpisahkan. 

Pemimpin politik bukan hanya bertarung untuk meraih dukungan pemilih, tetapi juga berkompetisi dalam menarik perhatian media dan menciptakan tren di ranah sosial.

Media Sosial sebagai Ajang Pertunjukan

Transformasi politik menjadi reality show tidak lepas dari peran sentral media sosial. Kandidat politik kini berlomba-lomba menciptakan konten yang viral, menggugah tawa, atau menyentuh emosi pemirsa. 

Setiap tindakan dan pernyataan diukur dari seberapa banyak like, share, atau retweet yang dapat diperoleh, seolah-olah popularitas di dunia maya menjadi indikator keberhasilan politik.

Gimik Politik sebagai Daya Tarik Utama

Dalam upaya menonjolkan diri, politisi sering kali mengandalkan gimik politik sebagai alat utama. Mulai dari konvoi berhias meriah, penyampaian pidato dari atas mobil terbuka, hingga acara kejutan yang spektakuler. 

Gimik-gimik tersebut bukan hanya mencuri perhatian, tetapi juga menciptakan citra dan identitas yang melekat pada kandidat.

Ontentifikasi vs. Kesenangan Belaka

Dalam era politik reality show, pertanyaan kritis muncul seputar ontentifikasi, yakni sejauh mana kandidat mampu memberikan konten yang substansial. 

Apakah setiap pidato dan tindakan hanya sebatas hiburan belaka, ataukah terdapat kebijakan konkret dan visi mendalam di baliknya? Kesempurnaan tampilan dan kemahiran berbicara menjadi kriteria utama, mengorbankan esensi kebijakan yang mungkin lebih penting.

Dampak Terhadap Pemahaman Politik Masyarakat

Berubahnya politik menjadi reality show tidak hanya menciptakan hiburan semata, tetapi juga dapat merubah pemahaman masyarakat terhadap politik. 

Pemilih cenderung lebih terpaku pada citra dan penampilan, mengabaikan substansi dan kebijakan yang seharusnya menjadi landasan memilih pemimpin. Transformasi ini meruncing pada perilaku memilih berdasarkan popularitas, bukan kualitas kepemimpinan.

Pentingnya Pendidikan Politik yang Berkualitas

Dalam menghadapi realitas politik ini, pentingnya pendidikan politik yang berkualitas menjadi semakin nyata. 

Masyarakat perlu dilengkapi dengan pengetahuan yang memadai untuk menyaring informasi dan memahami pentingnya melihat di balik layar politik reality show. Kritik yang konstruktif dan analisis mendalam perlu ditekankan dalam upaya membentuk pemilih yang cerdas.

Kritik Satir sebagai Cermin Masyarakat

Dalam menghadapi fenomena politik yang semakin mirip reality show, kritik satir muncul sebagai bentuk resistensi dan refleksi masyarakat. 

Kartun politik, meme, dan satire menjadi sarana untuk mengomentari keadaan politik dengan cara yang menghibur namun menyentil. 

Satir memberikan celah untuk melihat kembali apakah politik yang bertransformasi ini benar-benar sesuai dengan harapan dan nilai-nilai masyarakat.

Implikasi terhadap Kualitas Kepemimpinan

Akhirnya, perubahan ini tidak hanya berdampak pada pemahaman masyarakat, tetapi juga pada kualitas kepemimpinan yang dihasilkan. 

Apakah pemimpin yang dipilih mampu memenuhi ekspektasi dan tuntutan masyarakat, ataukah mereka hanya mahir dalam pertunjukan dan pencitraan? Kualitas kebijakan dan kemampuan mengelola negara menjadi taruhan besar dalam reality show politik ini.

Saat politik bertransformasi menjadi reality show, kita perlu bertanya pada diri sendiri sejauh mana kita ingin terlibat dalam pertunjukan ini. Apakah kita lebih memilih pemimpin yang mampu memberikan hiburan sementara atau yang memiliki substansi dan visi yang nyata? 

Dalam memilih, mari lebih cermat dan kritis, sehingga politik tidak hanya menjadi pertunjukan semata, tetapi juga panggung untuk menciptakan masa depan yang lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun