Mohon tunggu...
Ahmad Nizar Chamdani
Ahmad Nizar Chamdani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Universitas Brawijaya, Malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Integrasi Iman dan Ilmu

7 Desember 2021   23:00 Diperbarui: 7 Desember 2021   23:02 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PENDAHULUAN

Ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap berbagai aspek kehidupan manusia. Nasib dunia dan umat manusia cenderung bergantung pada kemajuan ilmu pengetahuan dan penerapan-penerapannya yang disebut teknologi.

Banyak ilmuan yang beranggapan bahwa ilmu pengetahuan sangat bertentangan dengan agama. Mereka menganggap ilmu pengetahuan tidak dapat disatukan dengan agama. Abdullah M. Al-Rehaili menyatakan dalam buku Bukti Kebenaran al-Qur'an bahwa para pemikir barat saat ini berada di tengah-tengah perselisihan antara agama dan ilmu pengetahuan. Saat ini hampir tidak mungkin mereka menerima kenyataan adanya pertemuan secara mendasar antara agama dan ilmu pengetahuan. Hal tersebut sangat bertentangan dengan pandangan islam terhadap ilmu pengetahuan, agama islam sangat menekankan pada ilmu pengetahuan.

"Ternyata ilmu pengetahuan dan teknologi tidak membawa kejayaan dan kebahagiaan bagi umat manusia bila manusia hanya dipimpin oleh inteleknya saja dengan menyingkirkan segala nilai-nilai keagamaan" (Prawirosudirjo,1975).

Islam adalah agama yang mengajarkan bahwa ilmu pengetahuan dan agama merupakan sesuatu yang saling berhubungan dan saling melengkapi. Agama merupakan sumber ilmu pengetahuan dan ilmu pengetahuan merupakan sarana pengaplikasian untuk segala sesuatu yang tertuang di dalam ajaran agama. Antara agama dan ilmu pengetahuan akan saling menguatkan dan bersinergi sehingga menciptakan pribadi-pribadi yang taat pada beragama dan terdepan pada ilmu pengetahuan.

Salah satu hal yang membuat Islam berbeda dengan agama lainnya adalah penekanannya terhadap masalah ilmu. Al-Qur'an dan Hadits yang merupakan sumber pokok agama Islam banyak menjelaskan tentang keutamaan-keutamaan ilmu pengetahuan. Di dalam Al-Qur'an, "kata al-ilm dalam kata jadinya digunakan lebih dari 780 kali" (Ghuslyani, 1988).

Di dalam Agama Islam sendiri, setiap umat islam diwajibkan untuk menuntut ilmu, baik ilmu tentang keagamaan maupun ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagaimana hadits yang telah disabdakan oleh Nabi Muhammad Saw., "menuntut ilmu itu wajib atas setiap umat muslim." (HR. Ibnu Majah). 

Selain itu, ilmu pengetahuan juga bisa menjadi salah satu sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.. Sebagaimana hal tersebut dijelaskan dalam hadits berikut ini: "Tuntutlah ilmu, sesungguhnya menuntut ilmu itu dapat mendekatkan diri kepada Allah 'Azza wa Jalla. Dan mengajarkan ilmu kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah shadaqah. Sesungguhnya ilmu pengetahuan menempatkan orang yang memilikinya dalam kedudukan terhormat dan mulia (tinggi). Ilmu pengetahuan merupakan keindahan bagi ahlinya di dunia dan akhirat." (HR. Rabi').

Di dalam Al-Qur'an Surat Al-Mujaadilah ayat 11 dikatakan bahwa Allah Swt. akan memberikan penghargaan yang tinggi bagi orang-orang yang berilmu. Allah Swt. berfirman yang artinya:

"...Allah Swt. akan meninggikan orang orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat...." (QS. Al-Mujaadilah [58]: 11). Di dalam ayat tersebut disebutkan bahwa Allah Swt akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan memiliki ilmu pengetahuan.

Iman menurut bahasa berarti kepercayaan, keyakinan, ketetapan hati atau keteguhan hati. Iman berasal dari Bahasa Arab dengan kata dasar amana yu'minu imanan yang artinya percaya. Di dalam buku Pahala Dalam Islam Zainudin menjelaskan bahwa iman adalah percaya dalam hati dan mengikrarkan dengan lisan, serta melaksanakan dengan anggota badan. Dalam Al-Qur'an Surah Al-Hujurat ayat 15 Allah Swt. berfirman yang artinya:

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar." (QS. Al-Hujurat []: 15).

Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa iman adalah membenarkan Allah Swt. dan Rasul-Nya tanpa ada keraguan, berjihad dijalan Allah dengan harta dan jiwa. Kalimat pada akhir ayat "mereka itulah orang-orang yang benar" merupakan indikasi bahwa pada waktu itu terdapat golongan yang mengaku beriman tanpa bukti yang nyata, golongan tersebut sungguh telah berdusta dan mereka tidak dapat memahami hakikat keimanan yang sebenarnya. Mereka beranggapan bahwa iman hanyalah berupa pengucapan yang dilakukan oleh bibir, tanpa suatu bukti perbuatan apapun.

Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Menuturkan bahwa iman adalah membenarkan dan
meyakini allah sebagai tuhan yang memiliki kuasa atas alam semesta dan yang harus sembah. Iman sebenarnya merupakan jalan untuk memudakan akal pikiran manusia, dengan cara menerima seluruh ketentuan Allah pada setiap sesuatu, baik yang dapat dilihat atau tidak dapat dilihat, yang di tetapkan maupun yang dinaikan. Iman juga menuntut untuk aktif dalam menggapai hidayah, mendekatkan diri kepada Allah, dan beraktivitas selayaknya aktivitas para kekasih-Nya (hambanya yang saleh).

Ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam semesta. Dalam Al-Qur'an terdapat banyak sekali ayat yang menunjukkan fakta-fakta ilmiah tentang ilmu pengetahuan saat ini, seperti fakta ilmiah mengenai penciptaan alam semesta ini yang disebutkan didalam Al-Qur'an sampai fakta ilmiah mengenai ibadah dan sunah-sunah Rasulullah.  Hal ini menunjukkan bahwa ajaran islam tidak dapat dipisahkan dengan ilmu pengetahuan dan ilmu pengetahuan juga sangat berkaitan dengan keimanan.

 

PEMBAHASAN

A. Integrasi

Kata integrasi berarti utuh atau menyeluruh yang berasal dari bahasa latin "integer". Secara etimologi, integrasi dapat diartikan sebagai pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh. Definisi lain mengenai integrasi adalah suatu keadaan dimana kelompok-kelompok etnik beradaptasi dan bersikap komformitas terhadap kebudayaan mayoritas masyarakat, namun dengan tidak meninggalkan kebudayaan mereka masing-masing. Adapun menurut Depdikbud dalam KBBI, "Integrasi merupakan pembaruan hingga menjadi kesatuan yang utuh dan bulat".

B. Iman

1. Definisi Iman

Iman secara bahasa berarti "kepercayaan, keyakinan, ketetapan hati atau keteguhan hati". Abul 'Ala al-Maududi menerjemahkan iman dalam bahasa inggris yaitu, "to know, to believe, to be convinced beyond teh last shadow of doubt yang artinya: mengetahui, mempercayai, meyakini yang di dalamnya tidak terdapat keraguan apapun".

Iman berasal dari bahasa Arab yang memiliki kata dasar amana-yu'minu-imanan. Artinya beriman atau percaya. "Percaya dalam bahasa indonesia artinya meyakini atau yakin bahwa sesuatu (yang dipercaya) itu, memang benar atau nyata adanya" (Kaelany HD, 2000).

Iman adalah sikap seseorang yang sifatnya lebih mendalam dan bertempat di dalam hati. Sebagaimana yang terdapat dalam surah Al-Hujurat ayat 14 yang artinya:

"Orang-orang Arab Badui berkata, "kami telah beriman." Katakanlah (kepada mereka), "kamu belum beriman, tetapi katakanlah "kami telah tunduk (islam)," karena iman belum masuk kedalam hatimu. Dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikit pun (pahala) amalmu. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."

2. Unsur-unsur Iman

"Musaddad telah menceritakan kepada kami, ia berkata bahwa Ismail Ibn Ibrahim telah menceritakan kepada kami, Abu Hayyan aL-Taimiy dari Abi Zurah telah menyampaikan kepada kami dari Abi Hurairah berkata, Nabi SAW suatu hari ketika orang-orang berkumpul, maka datang seorang laki-laki dan berkata: apakah iman itu?, Nabi menjawab Iman adalah percaya kepada Allah, kepada malaikat Allah, kitab-kitab Allah, Rasulrasul Allah, ketentuan-ketentuan Allah SWT dan percaya kepada Hari kiamat" (HR. Bukhori, Muslim, Abu Daud, aT-Turmudzi, Ibnu Majah dan Ahmad bin Hambal)

Berdasarkan hadits tersebut didapat bahwa unsur-unsur (rukun) iman sebagai berikut:

  • Iman kepada Allah Swt.

Iman kepada Allah Swt. maksudnya adalah membenarkan adanya Allah Swt., dengan cara meyakini dan mengetahui bahwa Allah Swt. benar-benar wujud atau ada karena Dzatnya sendiri (Wajib Al-wujud li Dzati), Tunggal dan Esa, Yang Maha Kuasa, yang hidup dan berdiri sendiri, yang kekal dan bersifat Azali untuk selamanya. "Dia Maha Mengetahui dan Maha Kuasa terhadap segala sesuatu, berbuat apa yang Ia kehendaki, menentukan apa yang ia inginkan, tiada sesuatupun yang sama dengan-Nya, dan Dia Maha Mengetahui" (Zain, 1998).

  • Iman kepada para Malaikat

Iman kepada para malaikat adalah percaya bahwa malaikat itu makhluk ciptaan Allah Swt. yang tidak pernah membangkang dan selalu patuh dengan perintah Allah Swt. "Kita percaya bahwa malaikat merupakan makhluk pilihan Allah, mereka tidak berbuat dosa, tidak melawan kepada-Nya, pekerjaannya semata-mata menjunjung tinggi tugas yang diberikan kepada mereka masing-masing". (Kaelany, 2000).

Malaikat adalah makhluk agung, jumlahnya banyak dan tak terbilang, tak ada yang bisa menghitungnya kecuali hanya Allah semata. Allah menciptakan malaikat dari cahaya, menciptakan mereka dengan tabiat baik, tidak mengenal kejahatan, dan mereka tidak diperintahkan ataupun melakukan kejahatan. Karena itu mereka hanya taat kepada Allah Swt., tidak mendurhakai apapun yang diperintahkan, dan melakukan segala perintah yang disampaikan. Mereka bertasbih kepad Allah Swt. sepanjang waktu siang dan malam tanpa kenal lelah, tidak pernah bosan beribadah kepada Allah, dan tidak memiliki sifat sombong. (Al-Jazairi, 2014).

  • Iman kepada kitab-kitab Allah Swt.

Iman kepada kitab-kitab Allah Swt. ialah meyakini bahwa kitab-kitab tersebut datang dari sisi Allah Swt. yang diturunkan kepada beberapa Rasul pilihan-Nya. Satu-satunya referensi yang menjadi sumber untuk mengetahui kitab-kitab Allah secara rinci adalah Al-Qur'an yang merupakan kitab yang terjaga sedemikian rupa, tanpa penambahan maupun pengurangan , tanpa pendistorsian, serta tidak ada perubahan ataupun penggantian sama sekali di dalamnya. Al-Qur'an akan terus terjaga dengan penjagaan Allah hingga batas akhir kehidupan dunia ini.

Beriman kepada kitab-kitab Allah wajib secara syar'i maupun logika. Yang dimaksud dengan iman kepada kitab-kitab Allah adalah membenarkan bahwa kitab-kitab tersebut telah diturunkan melalui firman-firman Allah. Ada yang disampaikan secara langsung tanpa pperantara maupun secara tidak langsung melalui perantara malaikat (Hafidz, 2001).

  • Iman kepada para rasul

Iman kepada Rasul adalah percaya dan yakin sepenuhnya bahwa Allah Swt. telah mengutus para Rasul kepada manusia untuk memberi petunjuk kepada umatnya, serta berperan sebagai pembawa kabar gembira dan peringatan untuk manusia. Jumlah Nabi dan Rasul yang wajib kita imani ada 25.

  • Iman kepada hari akhir

Hari akhir adalah hari kiamat atau hari dimana terjadi kehancuran alam semesta seisinya. Iman kepada hari akhir berarti meyakini sepenuhnya bahwa hari kiamat pasti akan benar-benar terjadi, termasuk juga hari kebangkitan. Hari kebangkitan (yaumul ba'ats) yaitu hari dimana manusia dibangkitkan dari kubur mereka dalam keadaan hidup, setelah jasad mereka dikembalikan dengan seluruh bagiannya seperti saat masih berada di dunia (Zain, 1998).

  • Iman kepada takdir (Qada' dan Qadar)

Iman kepada Qada' dan Qadar adalah percaya bahwa segala hak, keputusan, dan perintah yang berlaku pada manusia dan seluruh makhluk-Nya tidak pernah lepas dari kehendak dan kekuasaan Allah Swt. (Suriasumarti, 2001).

Sebagai makhluk yang lemah kita harus percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi pada diri kita merupakan kehendak atas izin Allah Swt., jadi kita sebagai manusia biasa harus berserah diri kepada Allah Swt. dengan cara berusaha, berdo'a dan berikhtiar kepada Allah Swt.. Artinya kita sebagai manusia hanya bisa berusaha dan sesungguhnya Allah Swt. yang akan menentukan.

Jadi sebagai seorang mukmin kita wajib percaya dan yakin kepada rukun-rukun iman yang akan menjadi benteng yang kokoh dalam kehidupan kita di dunia dan kita memang harus yakin bahwa Allah Swt. lah Tuhan kita, Islam sebagai agama, Nabi Muhammad sebagai Rasul, Al-Qur'an sebagai petunjuk, serta kita berpegang teguh kepada agama Islam dan beriman kepada semua yang telah diciptakan oleh Allah Swt. (Wahyudin, 2014).

C. Ilmu

1. Definisi Ilmu

Ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan ilmu dengan pengetahuan-pengetahuan lainnya (Suriasumarti, 2001). Dalam ensiklopedia Indonesia didapat pengertian ilmu pengetahuan sebagai suatu sistem dari berbagai pengetahuan-pengetahuan masing-masing mengenai suatu lapangan pengalaman tertentu yang disusun sedemikian rupa menurut asas-asas tertentu hingga menjadi kesatuan suatu sistem dari berbagai pengetahuan yang masing-masing didapatkan sebagai hasil pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan secara teliti dengan memakai metode-metode tertentu. Sedangkan menurut Endang Saifuddin Anshari, ilmu pengetahuan ialah usaha pemahaman manusia yang disusun dalam suatu sistem mengenai kenyataan, struktur, pembagian, bagian-bagian, dan hukum hukum tentang hal ikhwal daya pikiran yang dibantu penginderaan manusia itu, yang kebenarannya diuji secara empiris, riset, dan eksperimen.

Dari semua pendapat para ahli tersebut, pada intinya adalah sama walaupun dari segi redaksinya berbeda dan kesemuanya dapat saling melengkapi karena tidak ada pendapat yang sempurna melainkan saling melengkapi antara satu pendapat dengan pendapat yang lainnya. Selain itu pengetahuan akan dapat disebut ilmu jika memenuhi 4 syarat berikut:

  • mempunyai objek yang dikaji atau dipelajari
  • memiliki suatu tujuan
  • diperoleh melalui metode ilmiah
  • sistematis

2. Klasifikasi Ilmu dalam Islam

a. Menurut Al-Ghazali

  • Berdasarkan tingkat kewajibannya
  • Ilmu pengetahuan fardhu'ain
  • Ilmu pengetahuan fardhu kifayah
  • Berdasarkan sumbernya
  • Ilmu pengetahuan syari'ah
  • Ilmu pengetahuan ghairu syari'ah
  • Berdasarkan fungsi sosialnya
  • Ilmu pengetahuan yang terpuji
  • Ilmu pengetahuan yang tercela

b. Menurut Ibnu Khaldun

  • Ilmu Filsafat
  • Ilmu Tradisional/Konvensional
  • Ilmu Alat

D. Integrasi Iman dan Ilmu

Menurut Al-Qur'an, manusia memiliki potensi untuk meraih ilmu pengetahuan dan mengembangkannya dengan izin Allah. Banyak sekali ayat yang memerintahkan manusia untuk melakukan berbagai cara untuk mewujudkan hal tersebut. Berkali-kali juga disebutkan di dalam Al-Qur'an betapa tinggi kedudukan orang-orang berilmu dan berpengetahuan.

Dalam perspektif Al-Qur'an, Ilmu terdiri dari dua macam, yaitu ilmu yang diperoleh tanpa upaya manusia yang disebut ilmu ladunni dan ilmu yang diperoleh atas usaha yang dilakukan manusia atau disebut dengan ilmu kasbi. Ayat-ayat Al-Qur'an yang menjelaskan tentang ilmu kasbi lebih banyak daripada yang menjelaskan tentang ilmu ladunni. Pembagian ini disebabkan karena dalam pandangan Al-Qur'an ada hal-hal yang ada tetapi tidak dapat diketahui melalui upaya manusia sendiri. Oleh karena itu, obyek ilmu dalam perspektif Al-Qur'an meliputi materi dan non materi, fenomena dan nomena, bahkan ada wujud yang tidak hanya tidak dapat dilihat tetapi juga tidak dapat diketahui (Shihab, 1998).

Ilmu pengetahuan adalah prasyarat untuk mewujudkan salah satu tujuan diciptakannya alam raya ini, yaitu untuk manfaat kepentingan umat manusia. Akan tetapi, ilmu pengetahuan diberikan oleh Allah melalui kegiatan manusia sendiri dalam upaya memahami alam raya ini. Hal ini berbeda dengan agama yang diberikan dalam bentuk wahyu atau pengajaran lewat para utusan Allah.

Dalam upaya memahami alam sekitar itu, manusia mengerahkan dan mencurahkan akalnya dan alam menjadi obyek pemahaman sekaligus sumber pemahaman bagi mereka yang berfikir. Bentuk kegiatan memahami alam itulah yang disebut akal. Oleh karena itu, akal bukanlah alat manusia untuk menciptakan kebenaran melainkan untuk memahami dan menemukan kebenaran yang memang dari semula sudah ada dan berfungsi dalam lingkungan di luar diri manusia.

Secara aktual memang manusia belum, bahkan mungkin tidak akan pernah memahami seluruh alam raya. Akan tetapi, secara potensial, manusia dapat memahami alam itu. Ketika terungkap seluruh rahasia alam ini, baik mikro dalam diri manuisia sendiri maupun makro dalam seluruh cakrawala, maka pada saat itulah manusia akan menyadari sepenuhnya kebenaran ilahi.  

"Akan Kami perlihatkan kepada mereka (manusia) tanda-tanda Kami di seluruh cakrawala dan dalam diri mereka sendiri, sehingga akan menjadi jelas bagi mereka bahwa Al-Quran atau bisa juga Tuhan itu benar adanya." QS. Fushshilat (41): 53

Dalam memanfaatkan alam itu, manusia tidak boleh membatasi diri hanya untuk tujuan mengeksploitasi alam, tetapi juga harus memanfaatkan alam itu sebagai sumber pengambilan pelajaran dalam mendekatkan diri kepada Allah dan dalam menjalin hubungan yang harmonis dengan sesama makhluk. Maka dari itu, selain bersifat tidak eksploitatif, manusia juga harus menunjukkan sikap-sikap yang apresiatif terhadap alam lingkungan sebagai bentuk kebesaran Allah. Sebab meskipun alam ini berkedudukan lebih rendah daripada manusia, hal tersebut hanya terjadi dalam hierarki kosmis yang bersifat batiniyyah, yang terbebas dari ruang da waktu, seluruh alam dan manusia merupakan sesama makhluk ciptaan Allah Swt. (Madjid, 1992).

Oleh karena itu, sekalipun manusia adalah makhluk tertinggi dan khalifah Allah di bumi, dan sekalipun alam ini dibuat lebih rendah (taskhir) agar dapat digunakan oleh manusia, tetapi hubungan manusia dengan alam sekitarnya harus disertai dengan sikap rendah hati yang sewajarnya, dengan melihat alam sebagai sumber ajaran dan pelajaran untuk menerapkan sikap tunduk kepada Allah (islam). Manusia harus menyertai alam sekitarnya dalam bertashbih memuji Allah, antara lain dengan memelihara keseimbangan alam itu dan menunbuhkannya ke arah yang lebih baik (ishlah), bukan dengan cara melakukan kerusakan dan pengrusakan di muka bumi (fasad fil ardhi). Dengan demikian, ilmu pengetahuan empiris tidak akan ada artinya, jika tidak menjaga persepsi batin manusia mengenai keadaannya, potensi-potensinya, resiko-resiko yang dihadapinya sebagai manusia, dan nasibnya di akhirat nanti (Madjid, 1992).

Ilmu pengetahuan ini adalah ilmu pengetahuan ilmiah karena didapatkan dari hasil pengamatan dengan mata dan telinga, tetapi ilmu pengetahuan ini pada akhirnya harus "sampai ke hati" dan mampu menghidupkan iman dan persepsi batin manusia. Tanpa memiliki persepsi batin ini, ilmu pengetahuan dan teknologi itu dapat menjadi kekuatan yang sangat berbahaya. Dengan demikian, pengembangan ilmu pengetahuan, di satu sisi, haruslah dibarengi dengan kekuatan iman dan penajaman persepsi batin di sisi lain.

Ayat Al-Qur'an hendaknya dijadikan sebagai landasan teori (grand theory) dalam penyelidikan dan penelitian ayat-ayat Allah yang tersebar di alam, diri manusia, dan sejarah. Maka temuan-temuan tersebut yang harus dipakai untuk menjustifikasi kebenaran kalamullah yang tersurat di dalam Al-Qur'an. Seandainya penelitian ilmiah menggunakan prosedur sebagaimana yang diungkapkan Al-Qur'an maka dapat dikatakan ia merupakan seorang yang ulul albab. Yakni, orang-orang yang tidak hanya berdzikir dalam keadaan duduk, berdiri, dan berbaring, tetapi juga mereka berpikir, meneliti, dan merenungkan fenomena alam semesta, diri manusia, dan sejarah.

Jadi, dalam perspektif Al-Qur'an ilmu pengetahuan itu mendukung keimanan manusia kepada Allah Swt.. Islam adalah agama yang snagat menekankan pentingnya mengembangkan ilmu pengetahuan. Sehingga ketika islam mencapai puncak kejayaan, ilmu pengetahuan juga mencapai puncakkeemasan yang ditandai dengan lahirnya ilmuwan-ilmuwan besar yang berhasil meletakkan dasar-dasar ilmu pengetahuan yang saat ini dikembangkan oleh para ilmuwan barat.

Dari berbagai penjelasan tersebut, tidak diragukan lagi bahwa islam merupakan agama yang ilmiah dan mendorong perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tujuan akhir dari segala hal tersebut adalah untuk memahami kebesaran Allah swt. sehingga semakin bertambah keimanan seseorang terhadap ajaran agama islam. Dan pada akhirnya mampu menegakkan kalimat-Nya di muka bumi ini sebagai khalifah fil ardh (Susanto, 2012).

Salah satu ayat yang menjelaskan tentang integrasi iman dan ilmu adalah QS. Al-Mujadilah ayat 11. Allah Swt. berfirman yang artinya:

"Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapanglapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan".
(QS.aL-Mujadalah/ 58: 11).

Nilai-nilai yang terkandung dalam ayat tersebut diantaranya:

  • Perintah bersikap baik (Toleransi) terhadap sesama, misalnya dalam suatu majlis, "Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu, "Berlapang-lapanglah dalam majlis, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu." Artinya akan ada balasan setimpal dari Allah
  • Ayat diatas masih merupakan perintah tuntunan akhlak, yaitu menyangkut perbuatan dalam suatu majlis, bagaimana menjalin hubungan harmonis dalam suatu majlis.
  • Pentingnya memiliki ke-Imanan yang tinggi, bahwa iman memberi cahaya pada jiwa dan Allah SWT akan angkat derajat orang beriman.
  • Nilai lainnya adalah wajibnya ber-Ilmu pengetahuan, sebab ilmu pengetahuan memberi sinar pada mata, dalam arti ilmu pengetahuan "terbatas pada materi yang dapat ditangkap oleh panca indera atau masalah-masalah rasional yang dapat dipahami oleh akal saja. Mereka tidak mempercayai berbagai sumber ilmu pengetahuan yang lain selain kedua sumber diatas" (Qardhawi, 1997).

Dari kerangka pemikiran tersebut, terdapat beberapa nilai integrasi iman dan ilmu yang terkandung, diantaranya:

  • Allah SWT akan mengangkat derajat orang-orang yang "beriman", yang taat dan patuh kepada-Nya, melaksanakan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya dan berusaha menciptakan suasana damai, aman dan tentram dalam masyarakat. Maka nilai-nilai Ilahi, agama dan wahyu didudukan sebagai sumber konsultasi, sementara aspek-aspek kehidupan lainnya didudukan sebagai nilai-nilai insani yang mempunyai relasi horisontal lateral atau lateral sekuensal yang harus berhubungan vertikal linear dengan nilai-nilai Ilahi atau agama" (Muhaimin, 2001).
  • Demikian pula, Allah SWT akan mengangkat derajat orang-orang yang "berilmu" yang menggunakan ilmunya untuk menegakan kalimat Allah SWT. "Berarti Islam memang memotivasi kepada manusia untuk giat menuntut ilmu pengetahuan, karena dengan hal itu kedudukan kita akan tinggi dalam pandangan Allah SWT. Orang yang mendapatkan ilmu itu selanjutnya akan mencapai derajat yang tinggi dari Allah SWT" (Nata, 2002).
  • Kemudian orang-orang yang mempunyai derajat yang paling tinggi di sisi Allah SWT ialah "orang yang beriman, berilmu dan ilmunya itu yang diamalkan sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya". Memang ada orang yang diangkat Allah SWT derajatnya lebih tinggi dari pada orang kebanyakan, "yaitu karena Imannya dan karena Ilmunya. Setiap hari pun dapat kita melihat raut muka, pada wajah, pada sinar mata orang yang beriman dan berilmu. Ada saja tanda yang dapat dibaca oleh orang arif dan bijaksana. Akan tetapi kalau tidak diamalkan sesuai perintah Allah maka akan sia-sia saja" (Wahyudin, 2014).

Didalam ajaran agama islam, nilai keimanan dan ilmu pengetahuan harus diseimbangkan. Jadi kita sebagai umat muslim harus menyeimbangkan antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan melalui sistem yang terencana. Untuk menerapkan integrasi iman dan ilmu perlu melalui uji kebenaran ilmu dan metodologi yang disebut dengan sekuler.

Salah satu langkah untuk menerapkan integrasi iman dan ilmu adalah melalui ajaran pendidikan islam. Dengan sarana Pendidikan Islam seharusnya kita mampu mengintegrasikan pendidikan qalbiyah (Afektif) yang selalu beriringan dan berinteraksi dengan pendidikan Aqliyah (Kognitif) serta perlu diimbangi dengan nilai-nilai amaliyah (Psikomotorik), sehingga dapat menciptakan perilaku manusia yang religius, memiliki integritas dan kecerdasan.

Dengan perpaduan tersebut islam akan benar-benar ditempatkan sebagai sumber semua ilmu, sistem pendidikan dan sistem sosial dan kedua sistem itu harus dipadukan secara integral dari rumusan filosofis, sistem metodologi, kurikulum, materi, manajemen. Kemudian sistem pendidikan itu juga harus diisi semangat Islam yang berfungsi sebagai bagian integral dari program idiologisnya, sehingga pendidikan Islam dapat menghasilkan intelektual muslim dan mujtahid-mujtahid yang memiliki wawasan intelektual yang unggul.

Integrasi antara pendidikan qalbiyah dan aqliyah akan dapat membangun
dan melahirkan kualitas perilaku manusia yang unggul (insan kamil) yaitu, manusia
yang memiliki ideologi, pengetahuan, idealisme, menghargai dan mentaati hukum,
menghargai hak asasi manusia, menghargai perbedaan (pluralisme), memiliki etos
kerja, memiliki citacita perjuangan, serta siap membangun dan mewujudkan tatanan
dunia yang rahmatan lil 'alamin (Taufik, 2019).

Oleh karena itu, maka pendidikan Islam dijadikan sebagai sarana dalam
pengintegrasian ini dimana tujuan pendidikan Islam itu sendiri yang mengarah
kepada terwujudnya insan kamil, di mana manusia yang beriman dan berilmu serta
beramal saleh akan diangkat kedudukannya di sisi Allah SWT dan mendapat tempat
yang baik di sisi manusia (masyarakat).

Iman dan ilmu mengantarkan manusia menjadi makhluk yang utama
sehingga kedudukannya dalam masyarakat pun dihormati, dihargai sementara di
akhirat mendapat kebahagiaan yang kekal.

 

KESIMPULAN

 

Dari pembahasan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa ajaran islam memiliki kaitan yang erat dengan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia merupakan sarana untuk menemukan kebenaran Al-Qur'an dan kebenaran Tuhan itu sendiri. Dalam perspektif Al-Qur'an, ilmu pengetahuan diberikan kepada manusia sebagai bekal manusia menjadi khalifah di muka bumi. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan tak dapat dipisahkan kaitannya dengan keimanan. Allah akan mengangkat derajat manusia yang memiliki keimanan dan ilmu pengetahuan, tidak hanya di dunia tetapi juga di akhirat kelak. Dengan demikian, segala hal terkait pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus dilaksanakan dalam rangka meningkatkan dan memperkuat keimanan kepada Allah dan sebagai sarana manusia mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Selain itu, integrasi iman dan ilmu dapat menciptakan manusia yang unggul dan mampu untuk mewujudkan dunia yang rahmatan lil 'alamin. Integrasi antara iman dan ilmu dapat mengantarkan manusia menuju kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun