Kecemasan muncul ketika kita merasa tidak dapat mengikuti atau memenuhi harapan tersebut, sementara rasa depresi bisa timbul dari perasaan bahwa hidup kita tidak seindah yang ditampilkan orang lain.Â
Sifat media sosial yang terus-menerus menampilkan highlight kehidupan orang lain juga memicu perasaan bahwa kita selalu ketinggalan sesuatu yang penting, meskipun hal tersebut sebenarnya tidak relevan dengan kesejahteraan kita.
Dengan begitu, FOMO tidak hanya menciptakan perasaan kurang, tetapi juga memutuskan kita dari kenyataan bahwa setiap orang menjalani perjalanan hidup yang unik dengan tantangan masing-masing.
2. Hilangnya Empati dan Komunitas
a. Polarisasi Opini
Media sosial, yang pada awalnya diciptakan untuk menghubungkan orang-orang, kini sering kali menjadi platform yang memperkuat polarisasi opini dan memicu perdebatan yang tidak sehat.Â
Algoritma media sosial cenderung menyajikan konten yang sesuai dengan minat dan pandangan pengguna, yang dikenal sebagai filter bubble atau echo chamber. Ini berarti kita lebih sering terpapar pada pandangan yang sejalan dengan keyakinan kita sendiri, sehingga pandangan kita semakin mengeras tanpa tantangan dari sudut pandang yang berbeda. Akibatnya, polarisasi meningkat, dan perbedaan pendapat yang seharusnya menjadi ruang untuk berdiskusi, justru berujung pada konflik.
Dalam lingkungan online, banyak pengguna merasa bebas mengekspresikan pandangan mereka tanpa mempertimbangkan dampaknya pada orang lain. Kurangnya komunikasi tatap muka membuat banyak orang cenderung kurang berhati-hati dalam berkomentar, yang sering kali memicu perdebatan kasar atau bahkan serangan pribadi.Â
Hal ini diperburuk oleh anonimitas yang diberikan oleh platform digital, yang membuat orang merasa lebih aman untuk mengutarakan pendapat mereka tanpa harus menghadapi konsekuensi sosial langsung. Tanpa isyarat non-verbal, seperti nada suara atau ekspresi wajah, pesan yang disampaikan sering kali diinterpretasikan secara salah, meningkatkan potensi kesalahpahaman dan konflik.
Lebih jauh, kurangnya empati dalam komunikasi online menjadi semakin nyata. Ketika kita tidak berhadapan langsung dengan orang lain, lebih mudah untuk melupakan bahwa mereka juga manusia dengan perasaan dan perspektif yang berbeda.Â