hutan di Bumi memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan karbon dioksida di atmosfer. Mereka berfungsi sebagai "penyerap karbon alami" yang membantu mengurangi dampak dari emisi yang dihasilkan oleh aktivitas manusia. Proses fotosintesis, di mana tumbuhan seperti fitoplankton di laut dan pepohonan di darat menyerap karbon dioksida (CO) dari atmosfer dan mengubahnya menjadi oksigen, adalah salah satu mekanisme kunci dalam siklus ini.
Laut danNamun, seiring dengan pemanasan global yang semakin parah, para ilmuwan mulai khawatir bahwa kemampuan alam untuk menyerap karbon bisa terganggu. Ketika suhu Bumi meningkat, ekosistem yang sebelumnya efisien dalam menyerap karbon mulai mengalami tekanan. Misalnya, hutan yang terlalu panas atau mengalami kekeringan berkepanjangan dapat mengalami penurunan dalam laju fotosintesis. Selain itu, lautan yang menghangat dapat mengganggu fitoplankton, mengurangi kemampuannya untuk menyerap CO.
Jika tumbuhan dan hutan kehilangan efektivitasnya dalam menyerap karbon, maka lebih banyak emisi akan tetap di atmosfer, mempercepat perubahan iklim dan meningkatkan risiko pemanasan global yang lebih ekstrem. Fenomena ini menjadi peringatan serius bagi kita bahwa upaya menjaga ekosistem alam dan mengurangi emisi semakin mendesak untuk mencegah krisis iklim lebih lanjut.
Hutan Menyerap Karbon Dioksida Menurun pada 2023
Menurut laporan The Guardian, data awal dari penelitian internasional menunjukkan bahwa pada tahun 2023, jumlah karbon dioksida (CO) yang diserap oleh hutan, tumbuhan, tanah, dan lautan menurun drastis. Tahun 2023 menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat, dan hal ini memengaruhi kemampuan alam untuk berfungsi sebagai penyerap karbon.
Hasil akhir studi mengungkapkan bahwa penyerapan karbon oleh hutan, tumbuhan, dan tanah hampir berhenti sepenuhnya. Dengan kata lain, pada tahun 2023, beberapa "penyerap karbon" alami di Bumi tidak lagi efektif mengisap CO dari atmosfer seperti biasanya. Ini tidak hanya terjadi di daratan, tetapi fenomena yang sama juga teramati di lautan, di mana fitoplankton yang biasanya membantu menyerap CO juga terganggu.
Penurunan kemampuan penyerapan karbon ini adalah pertanda mengkhawatirkan. Jika tren ini berlanjut, lebih banyak karbon akan tetap berada di atmosfer, mempercepat pemanasan global dan memperburuk dampak perubahan iklim. Kejadian ini menyoroti krisis iklim yang semakin mendesak, karena mekanisme alami yang selama ini membantu menyeimbangkan emisi manusia mungkin tidak dapat lagi berfungsi secara efektif dalam menghadapi kondisi lingkungan yang semakin ekstrem.
Studi pada tahun 2023 menemukan bahwa pencairan gletser Greenland dan lapisan es Arktik terjadi lebih cepat daripada sebelumnya. Pencairan es ini memberikan dampak serius pada kemampuan laut untuk menyerap dan menyimpan karbon. Biasanya, laut memainkan peran penting dalam siklus karbon, terutama melalui organisme seperti fitoplankton yang menyerap karbon dioksida (CO) saat melakukan fotosintesis. Namun, ketika es mencair, kemampuan ini terganggu.
Zooplankton, binatang mikroskopis yang memakan fitoplankton atau alga, juga terkena dampak negatif dari mencairnya es laut. Ketika es mencair, lebih banyak sinar matahari mencapai permukaan laut, dan zooplankton yang biasanya berada dekat permukaan kini harus bersembunyi lebih dalam untuk menghindari paparan cahaya yang berlebihan. Akibatnya, mereka menghabiskan lebih banyak waktu di kedalaman laut yang lebih rendah.
Hal ini mengganggu siklus karbon alami, karena pergerakan zooplankton dan interaksinya dengan fitoplankton menjadi tidak optimal. Proses penguraian dan penyerapan karbon yang biasanya terjadi melalui rantai makanan laut juga berkurang. Secara keseluruhan, ketidakseimbangan ini menyebabkan penurunan kemampuan lautan untuk menyerap dan memproses karbon, memperburuk akumulasi CO di atmosfer dan berkontribusi pada pemanasan global.
Aktivitas Manusia Menyebabkan Penurunan Menyerap karbon