Bagi sebagian besar masyarakat yang membayangkan telur sebagai benda bercangkang keras yang bisa dipecahkan---seperti telur ayam yang biasa kita temui sehari-hari---jawaban ilmiah bahwa telur ada lebih dulu mungkin terasa kurang memuaskan.Â
Ini karena orang cenderung mengaitkan "telur" secara khusus dengan telur bercangkang keras, yang seringkali dianggap sebagai telur ayam. Namun, jika kita memperluas definisi telur untuk mencakup semua bentuk telur sepanjang sejarah evolusi, jawabannya menjadi lebih jelas.
Dr. Ellen Mather, seorang ahli paleontologi dari Flinders University yang mempelajari burung purba, menjelaskan bahwa jika kita menganggap telur dalam pengertian evolusioner yang lebih luas---sebagai struktur yang mendukung perkembangan embrio---maka tidak diragukan lagi bahwa telur muncul lebih dulu sebelum ayam.Â
Namun, definisi ini mencakup semua jenis telur, termasuk telur lunak atau tanpa cangkang keras, yang digunakan oleh banyak makhluk laut purba, jauh sebelum ayam berevolusi.
Meskipun telur-telur pertama tidak memiliki cangkang keras, mereka tetap berfungsi sebagai "telur" dalam arti biologis, yaitu wadah yang mendukung kehidupan. Oleh karena itu, dari perspektif ilmiah, telur (dalam bentuk apapun) sudah ada jutaan tahun sebelum spesies ayam modern muncul.
Bagi mereka yang hanya menganggap telur sebagai benda bercangkang keras yang bisa dipecahkan, ini mungkin bukan jawaban yang intuitif. Namun, dalam konteks evolusi yang luas, jawaban ini menunjukkan bahwa telur, sebagai alat reproduksi, jauh mendahului ayam dan menjadi salah satu inovasi evolusi yang memungkinkan terciptanya berbagai macam spesies, termasuk ayam.
Untuk menjawab teka-teki tentang mana yang lebih dulu, telur atau ayam, setelah memahami evolusi telur, langkah selanjutnya adalah memahami asal usul ayam itu sendiri.Â
Para ilmuwan sepakat bahwa ayam domestik pertama berasal dari spesies unggas liar yang disebut Gallus gallus, atau dikenal sebagai ayam hutan merah. Unggas ini berevolusi sekitar 50 juta tahun lalu di wilayah Asia Tenggara dan sekitarnya.
Gallus gallus adalah nenek moyang dari ayam modern, dan burung ini secara alami hidup di hutan-hutan lebat. Namun, transisi dari ayam liar menjadi ayam domestik melibatkan campur tangan manusia.Â
Ketika manusia mulai membersihkan hutan untuk menanam padi dan millet---kira-kira 8.000 tahun yang lalu---burung-burung liar ini tertarik pada lingkungan baru di pinggiran ladang-ladang yang terbuka. Ladang menyediakan sumber makanan yang melimpah, seperti biji-bijian dan serangga, yang membuat unggas hutan merah tertarik mendekati aktivitas manusia.
Selama ribuan tahun, manusia mulai menjinakkan dan memelihara burung-burung ini, sehingga terbentuklah ayam domestik modern. Proses domestikasi ini melibatkan seleksi alam dan seleksi buatan yang dilakukan oleh manusia, sehingga menciptakan variasi genetik yang membedakan ayam modern dari nenek moyangnya yang liar.