Mohon tunggu...
Ahmad Faizal Abidin
Ahmad Faizal Abidin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sebagai seorang mahasiswa yang selalu berusaha memberikan hal-hal bermanfaat untuk semua orang, saya senang berbagi ide dan inspirasi dalam berbagai bentuk. Mulai dari artikel mendalam, opini yang membuka wawasan, puisi yang penuh makna, hingga cerpen yang menghibur dan humor yang segar. Setiap karya yang saya hasilkan bertujuan untuk memberi nilai tambah, memperkaya pengetahuan, dan menghadirkan senyuman di tengah rutinitas sehari-hari. Melalui tulisan, saya berharap bisa membangun jembatan pemahaman dan mendorong kreativitas, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pendidikan atau Penyiksaan? Santri Jadi Korban Kekerasan di Lingkungan Pesantren

5 Oktober 2024   14:12 Diperbarui: 5 Oktober 2024   14:23 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pinterest.com/tempomedia 

Peristiwa kekerasan yang terjadi di salah satu pesantren, seperti penyiraman air cabai terhadap santri, tidak hanya berdampak pada korban secara pribadi, tetapi juga mencemarkan nama baik pesantren sebagai lembaga pendidikan yang seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan kemanusiaan. Pesantren selama ini dikenal sebagai institusi yang memiliki peran penting dalam pembinaan akhlak, spiritualitas, dan moral generasi muda. Dengan reputasi sebagai tempat penggemblengan ilmu agama yang penuh kasih sayang dan kedisiplinan, tindakan kekerasan yang dilakukan oleh seorang oknum justru bertentangan dengan prinsip-prinsip tersebut.

Kekerasan fisik yang dilakukan atas nama sanksi ini berpotensi merusak citra pesantren di mata masyarakat. Padahal, pesantren memiliki peran strategis dalam membentuk generasi yang berakhlak mulia dan memiliki nilai-nilai kemanusiaan yang luhur. Ketika tindakan yang tidak sesuai dengan ajaran agama dan prinsip pendidikan tersebut terjadi, masyarakat akan melihat pesantren secara negatif, mencurigai adanya praktik serupa di tempat lain, meskipun kejadian tersebut mungkin hanya dilakukan oleh segelintir oknum. Stigma ini dapat merusak kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga pesantren secara keseluruhan.

Selain itu, kasus semacam ini menodai nilai-nilai yang selama ini dipegang teguh oleh pesantren, yaitu kesabaran, keikhlasan, kasih sayang, dan penghormatan terhadap hak-hak manusia. Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh oknum tidak hanya melanggar norma-norma agama yang seharusnya dijaga oleh pesantren, tetapi juga mengabaikan nilai kemanusiaan yang seharusnya menjadi landasan utama dalam mendidik para santri.

Pesantren sebagai institusi pendidikan agama harus memastikan bahwa para pengurus, guru, dan pemimpin di dalamnya menjalankan tugas dengan penuh tanggung jawab dan integritas moral. Perlunya penerapan regulasi yang lebih tegas dan pengawasan yang ketat menjadi penting agar pesantren dapat terus menjaga reputasinya sebagai lembaga yang mendidik dengan cara yang bermartabat. Hanya dengan menjaga konsistensi dalam penerapan nilai-nilai agama dan perlindungan hak-hak anak, pesantren bisa tetap dipercaya oleh masyarakat sebagai tempat yang aman dan berwibawa dalam membimbing generasi muda.

Tanggung Jawab Bersama 

Kasus penyiraman air cabai terhadap santri di Aceh Barat menjadi pengingat nyata bahwa kekerasan terhadap anak merupakan masalah serius yang tidak boleh diabaikan. Kekerasan fisik maupun psikis terhadap anak memiliki dampak jangka panjang yang dapat merusak perkembangan mental, emosional, dan sosial mereka. Kasus ini menegaskan bahwa tindakan kekerasan di lingkungan pendidikan, khususnya terhadap anak-anak, bukan hanya masalah individu atau lembaga, tetapi merupakan persoalan yang memerlukan perhatian dan tanggung jawab bersama dari berbagai elemen masyarakat.

Pemerintah memiliki peran utama dalam menciptakan kebijakan dan regulasi yang melindungi anak-anak dari kekerasan. Salah satunya adalah penerapan Undang-Undang Perlindungan Anak yang harus ditegakkan dengan tegas. Pemerintah juga perlu memastikan bahwa setiap lembaga pendidikan, termasuk pesantren, mematuhi standar perlindungan anak dan menyediakan mekanisme pengaduan yang efektif bagi korban kekerasan. Selain itu, pemerintah bisa melakukan pengawasan lebih ketat terhadap lembaga pendidikan agar kejadian kekerasan dapat dicegah sejak dini.

Lembaga pendidikan, baik pesantren maupun sekolah umum, memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk melindungi setiap peserta didiknya. Pendidikan yang baik seharusnya berlandaskan pada kasih sayang, penghormatan, dan pemahaman terhadap kebutuhan anak. Kekerasan bukanlah cara yang tepat untuk mendidik, melainkan dapat menghambat proses belajar dan merusak psikologis anak. Lembaga pendidikan perlu mengembangkan pendekatan disiplin yang lebih manusiawi, serta memberikan pelatihan kepada guru dan pengurus untuk menangani pelanggaran secara bijaksana, tanpa melibatkan kekerasan.

Masyarakat juga memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi anak-anak. Kesadaran publik tentang hak-hak anak dan bahaya kekerasan harus terus ditingkatkan. Masyarakat perlu berani melaporkan kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di sekitarnya dan memastikan bahwa mereka tidak bersikap acuh tak acuh. Selain itu, orang tua dan keluarga sebagai unit sosial terkecil harus mengajarkan nilai-nilai penghormatan, kasih sayang, dan cara-cara penyelesaian konflik yang damai kepada anak-anak sejak dini.

Secara keseluruhan, pencegahan kekerasan terhadap anak memerlukan sinergi antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat. Masing-masing memiliki peran strategis dalam memastikan bahwa anak-anak, sebagai generasi penerus bangsa, tumbuh dalam lingkungan yang aman, positif, dan mendukung perkembangan mereka secara optimal. Kasus ini menjadi pengingat bahwa setiap tindakan kekerasan, sekecil apa pun, memiliki dampak besar pada masa depan anak dan tidak boleh dibiarkan terjadi lagi.

Beberapa langkah yang perlu dilakukan antara lain: 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun