4. Kurangnya Pengawasan dari Pihak SekolahÂ
Kurangnya pengawasan dari pihak sekolah adalah salah satu faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya kekerasan di lingkungan sekolah. Ketika pengawasan terhadap perilaku siswa kurang ketat atau tidak konsisten, hal ini menciptakan situasi di mana tindakan kekerasan, perundungan, atau perilaku negatif lainnya dapat terjadi tanpa adanya pencegahan atau konsekuensi yang jelas. Dalam kondisi seperti ini, siswa yang memiliki kecenderungan untuk melakukan kekerasan atau perundungan merasa bahwa mereka bisa bertindak tanpa takut akan hukuman, sementara siswa yang menjadi korban mungkin merasa tidak ada perlindungan atau tempat aman untuk melaporkan masalah yang mereka hadapi. Ada beberapa alasan mengapa pengawasan di sekolah bisa kurang efektif:
a. Keterbatasan Sumber Daya Sekolah
Sekolah dengan jumlah siswa yang besar dan tenaga pengajar atau staf yang terbatas sering kali mengalami kesulitan dalam mengawasi semua siswa secara efektif. Dalam situasi ini, beberapa area di sekolah, seperti ruang kelas, kantin, atau area bermain, mungkin tidak mendapat perhatian yang cukup. Tindakan kekerasan atau perundungan sering kali terjadi di tempat-tempat yang kurang diawasi, di mana siswa merasa mereka tidak akan tertangkap. Keterbatasan sumber daya ini menciptakan celah yang memungkinkan perilaku kekerasan berkembang.
b. Kurangnya Kebijakan Pencegahan yang Jelas
Sekolah yang tidak memiliki kebijakan yang jelas dan tegas terkait pencegahan kekerasan sering kali kesulitan menangani masalah ini secara efektif. Tanpa prosedur yang terstruktur untuk menangani perundungan atau kekerasan, siswa yang terlibat dalam tindakan kekerasan mungkin tidak mendapatkan hukuman yang sesuai, sementara korban kekerasan merasa tidak didukung. Selain itu, sekolah yang tidak memiliki program pencegahan kekerasan atau pelatihan untuk guru dan staf tentang bagaimana menangani konflik antar siswa juga lebih rentan mengalami kekerasan di kalangan siswa.
c. Minimnya Interaksi antara Guru dan Siswa
Guru yang kurang terlibat secara langsung dalam interaksi dengan siswa sering kali tidak menyadari dinamika sosial yang terjadi di kelas atau lingkungan sekolah. Ketidakhadiran interaksi yang dekat antara guru dan siswa membuat guru kurang peka terhadap tanda-tanda perundungan atau konflik yang berpotensi berkembang menjadi kekerasan. Sebaliknya, ketika guru dan staf sekolah aktif berinteraksi dengan siswa dan menciptakan lingkungan yang terbuka dan mendukung, siswa lebih mungkin melaporkan masalah dan tindakan kekerasan bisa dicegah lebih awal.
d. Tidak Ada Sistem Pelaporan yang Efektif
Sekolah yang tidak memiliki sistem pelaporan kekerasan yang efektif, baik secara formal maupun informal, sering kali mengabaikan insiden-insiden kekerasan kecil yang bisa berkembang menjadi masalah besar. Siswa yang mengalami atau menyaksikan kekerasan mungkin merasa tidak tahu bagaimana cara melaporkan insiden tersebut atau merasa ragu karena tidak percaya bahwa tindakan akan diambil. Ketidakmampuan sekolah untuk merespon laporan secara cepat dan tepat juga bisa menyebabkan siswa tidak lagi melaporkan kejadian-kejadian kekerasan di masa depan, karena merasa usahanya akan sia-sia.
Pengawasan yang kurang ketat di sekolah menciptakan ruang bagi terjadinya kekerasan, baik fisik maupun emosional, di antara siswa. Untuk mengatasi masalah ini, sekolah perlu meningkatkan pengawasan, baik dengan menambah jumlah staf atau petugas pengawas di area yang rawan, maupun dengan memberlakukan kebijakan pencegahan kekerasan yang tegas dan konsisten. Selain itu, sekolah harus menyediakan sistem pelaporan yang mudah diakses dan responsif terhadap siswa yang membutuhkan bantuan, serta memastikan bahwa guru dan staf memiliki pelatihan yang memadai untuk mengelola konflik dan menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan kondusif bagi semua siswa.