Mohon tunggu...
Ahmad Faizal Abidin
Ahmad Faizal Abidin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sebagai seorang mahasiswa yang selalu berusaha memberikan hal-hal bermanfaat untuk semua orang, saya senang berbagi ide dan inspirasi dalam berbagai bentuk.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Banjir Besar di Demak: Mengungkap Jejak Selat Muria yang Hilang

23 Maret 2024   11:27 Diperbarui: 25 Maret 2024   15:19 751
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kondisi Alun-alun Demak yang saat ini tergenang air banjir, Selasa (19/3/2024). Foto: KOMPAS.com/NUR ZAID

Wilayah terdampak banjir di Kabupaten Demak, Jawa Tengah, mengalami perluasan hingga mencakup dua kecamatan tambahan, yaitu Kecamatan Mijen dan Kecamatan Bonang, berdasarkan laporan terbaru dari Pos Komando Penanganan Bencana Banjir pada Jumat, 22 Maret 2024. 

Dengan demikian, total kecamatan yang terdampak banjir menjadi 13. Banjir tersebut disebabkan oleh limpahan genangan air dari Kecamatan Karanganyar yang meluap hingga Kecamatan Mijen, menggenangi sejumlah lahan pertanian warga. 

Di sisi lain, Kecamatan Bonang terdampak oleh limpasan air banjir dari wilayah sekitarnya, ditambah dengan banjir rob. Hingga saat ini, delapan kecamatan masih terendam banjir, yakni Kecamatan Karanganyar, Sayung, Demak, Wonosalam, Karangtengah, Gajah, Mijen, dan Bonang. Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Demak mencatat adanya penurunan yang signifikan pada jumlah pengungsi.

Menurut Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, pada Sabtu, 23 Maret 2024, jumlah pengungsi yang masih bertahan di pos pengungsian mencapai 17.078 jiwa tersebar di 97 titik pengungsian. Namun, terdapat empat kecamatan yang sudah tidak memiliki pengungsi lagi, yaitu Kecamatan Mranggen, Kecamatan Karangawen, Kecamatan Guntur, dan Kecamatan Dempet.

BPBD Kabupaten Demak terus melakukan upaya pemompaan air di wilayah Kecamatan Demak dengan melibatkan bantuan mobil pompa dari BPBD Kota Pekalongan, BPBD Kabupaten Jepara, dan BPBD Kabupaten Pemalang. Upaya tersebut dilakukan untuk mengurangi tingkat genangan air dan membantu mengatasi dampak banjir yang terjadi.

Banjir di Demak (Foto: Dok BNPB)/news.okezone.com
Banjir di Demak (Foto: Dok BNPB)/news.okezone.com

Banjir yang melanda Demak, Jawa Tengah, tidak hanya menjadi peristiwa dramatis bagi seluruh masyarakat yang terdampak, tetapi juga menghadirkan kisah-kisah pribadi yang penuh perjuangan, salah satunya dialami oleh Oktaviyaningrum, seorang warga Kampung Krapyak, Kelurahan Bintoro, Kecamatan Demak. 

Oktaviyaningrum, atau Okta, seperti yang biasa dipanggil, mengalami proses persalinan yang mengharukan di tengah kepungan banjir pada Minggu, 17 Maret 2024. Meskipun rumahnya terkepung banjir, Okta merasakan mulas yang menandakan persalinan akan segera terjadi. Namun, situasi semakin memburuk dengan genangan air yang mulai menggenangi sekitar rumahnya akibat jebolnya tanggul sungai di kampungnya karena hujan dengan intensitas tinggi.

Pada saat yang kritis itu, suaminya masih terlibat dalam upaya bersama warga untuk menutup tanggul dengan menggunakan sandbag, demi mencegah meluasnya banjir. Suami Okta berada pada persimpangan antara menyelesaikan pekerjaan tanggul atau langsung pulang untuk mendampingi sang istri yang akan melahirkan. 

Akhirnya, suaminya memutuskan untuk pulang dan membawa Okta ke klinik persalinan. Perjalanan ke klinik tidaklah mudah. Keduanya harus menumpang perahu karet melintasi banjir yang melanda sekitar rumah mereka, kemudian melanjutkan perjalanan menggunakan mobil. Walaupun jaraknya hanya 30 menit, namun setiap menit terasa penuh dengan ketegangan.

Okta menggambarkan pengalaman tersebut sebagai penuh tantangan, terutama karena tidak disangka bahwa dia akan melahirkan di tengah-tengah situasi banjir. Bahkan saat perjalanan ke klinik, tinggi air sudah mencapai lebih dari 15 sentimeter. Setelah berhasil melahirkan, Okta dan suaminya bingung akan pulang ke mana karena banjir di rumah mereka semakin tinggi. 

Akhirnya, mereka memutuskan untuk mengungsi di sebuah musala dekat rumah, meskipun kondisinya dianggap tidak representatif bagi seorang ibu yang baru saja melahirkan. Namun, karena kondisi semakin tidak aman, mereka dipindahkan ke pengungsian di Wisma Halim, bersama dengan 216 warga lainnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berangkat ke Jawa Tengah untuk melakukan tinjauan terhadap penanganan banjir di wilayah Kabupaten Demak. Dalam kunjungannya, Presiden didampingi oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto dan Bupati Demak Eisti'anah. Bersama-sama, mereka mengunjungi pos pengungsian di SMK Ganesha Kecamatan Gajah dan Wisma Halim di Kecamatan Wonosalam. 

Presiden menyatakan apresiasi terhadap kerja sama yang terjalin antara berbagai instansi dalam upaya penanganan darurat banjir yang melanda wilayah Kabupaten Demak. Beliau berharap bahwa upaya-upaya yang telah dilakukan, seperti penerapan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC), operasi pemompaan air, dan penutupan tanggul, dapat mempercepat proses surutnya genangan banjir. 

Tindakan tersebut merupakan bagian dari komitmen pemerintah untuk memberikan bantuan dan dukungan maksimal kepada masyarakat yang terdampak bencana alam. Presiden Jokowi menegaskan pentingnya koordinasi yang efektif antara berbagai pihak terkait dalam menangani situasi darurat seperti ini, guna memastikan bahwa bantuan dan upaya penanganan dapat terselenggara dengan efisien dan tepat waktu.

Melalui kunjungan ini, Presiden juga ingin memberikan semangat dan dukungan langsung kepada para korban banjir serta tim penanganan bencana yang bekerja keras di lapangan. Hal ini mencerminkan komitmen pemerintah untuk hadir di tengah-tengah masyarakat dalam situasi sulit seperti ini, serta memberikan solusi konkret untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh bencana alam. 

Di pengungsian tersebut, Okta merasa lebih aman dan fasilitas yang disediakan cukup memadai, termasuk ketersediaan air bersih, makanan, dan tempat ibadah. Selain itu, kebutuhan bayinya seperti baju, popok, dan minyak telon juga terpenuhi dengan baik. 

Petugas di pengungsian memberikan perhatian khusus terhadap Okta dan bayinya, dengan melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin dan memberikan asupan makanan sesuai kebutuhan ibu menyusui. Pj Gubernur Jawa Tengah, Nana Sudjana, turut mengunjungi pengungsian yang dihuni oleh Okta dan warga lainnya. Beliau menyatakan bahwa terdapat sekitar 24.600 pengungsi di Demak dan 5.800 pengungsi di Kabupaten Kudus sebagai dampak dari banjir yang melanda wilayah tersebut.

Selat Muria

Selat Muria pada masa Sultan Trenggana (1521--1546)/id.wikipedia.org
Selat Muria pada masa Sultan Trenggana (1521--1546)/id.wikipedia.org

Selat Muria merupakan sejarah yang kaya akan kehidupan perdagangan dan geografi wilayah Jawa Tengah. Dahulu, Selat Muria adalah jalur perdagangan yang sibuk, menghubungkan Pulau Jawa dengan Pulau Muria. Wilayah ini dikenal sebagai pusat perdagangan yang ramai dengan kota-kota seperti Demak, Jepara, Pati, dan Juwana yang menjadi pusat-pusat perdagangan utama. 

Pada sekitar tahun 1657, terjadi peristiwa penting di Selat Muria yang mengubah wajah geografisnya. Akibat endapan sungai yang mengalir ke laut, selat ini mengalami pendangkalan yang signifikan, sehingga menyebabkan hilangnya Selat Muria secara perlahan. Pulau Muria yang terpisah menjadi bersatu dengan Pulau Jawa. 

Di masa lampau, Pulau Muria memiliki ciri khas bentang alam yang unik, dengan Gunung Muria sebagai fitur sentralnya. Di bagian selatan, terdapat perbukitan Patiayam yang terbentuk dari aktivitas vulkanik Gunung Muria di masa lampau.

Kawasan perbukitan Patiayam juga memiliki nilai paleontologi yang penting, dengan ditemukannya berbagai fosil seperti kerbau purba, banteng, keluarga rusa, babi hutan, gajah, dan fosil-fosil moluska. Di samping itu, Pulau Muria juga menjadi lokasi pusat pemerintahan dan perdagangan di pesisir utara Jawa, termasuk kota-kota penting seperti Jepara, Kudus, dan Pati. 

Selat Muria merupakan daerah perdagangan yang vital, dengan pelabuhan-pelabuhan yang ramai serta berbagai komoditas perdagangan seperti kain tradisional, garam, terasi, dan beras yang diperdagangkan. Selain itu, industri galangan kapal juga berkembang di kawasan ini, menghasilkan kapal-kapal jukung Jawa yang terkenal.

Namun, akibat konflik politik dan pendangkalan selat yang semakin parah, pusat perdagangan bergeser ke Pelabuhan Sunda Kelapa dan Jepara. Pendangkalan yang terjadi disebabkan oleh endapan fluvial dari sungai-sungai yang bermuara di Selat Muria, seperti Sungai Serang, Sungai Tuntang, dan Sungai Lusi. 

Upaya untuk menggali endapan tersebut tidak berhasil, dan selat tersebut akhirnya tidak dapat dilalui oleh kapal-kapal besar. Sisa-sisa Selat Muria dapat dilihat dari sungai-sungai seperti Kalilondo dan Sungai Silugunggo, yang merupakan saksi bisu dari masa kejayaan Selat Muria. Daerah yang dulunya Selat Muria ini sering kali dilanda banjir saat musim hujan, menambahkan catatan kesulitan bagi wilayah ini yang pernah menjadi pusat perdagangan yang megah.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Demak terus giat melakukan pemompaan air di wilayah Kecamatan Demak. Upaya ini dilakukan dengan melibatkan bantuan mobil pompa dari BPBD Kota Pekalongan, BPBD Kabupaten Jepara, dan BPBD Kabupaten Pemalang. 

Tindakan tersebut mencerminkan komitmen pemerintah daerah dalam mengatasi dampak banjir yang melanda, serta upaya preventif untuk mencegah terulangnya bencana serupa di masa yang akan datang. Dalam menghadapi situasi saat ini, para ahli dan pemerintah daerah bekerja keras untuk merumuskan strategi dan tindakan yang efektif dalam mengatasi banjir. Upaya-upaya ini mencakup langkah-langkah teknis seperti pemompaan air, pengaturan aliran sungai, dan peningkatan infrastruktur pengamanan terhadap banjir. 

Selain itu, juga dilakukan kegiatan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang cara menghadapi bencana banjir dan langkah-langkah yang perlu diambil untuk meminimalkan dampaknya. Masyarakat diminta untuk tetap waspada dan mematuhi arahan yang diberikan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat. 

Ini termasuk memperhatikan peringatan dini, menjauhi daerah yang berpotensi terkena banjir, serta siap mengungsi ke tempat yang aman jika diperlukan. Kerjasama antara pemerintah daerah, ahli, dan masyarakat sangatlah penting dalam upaya pencegahan dan penanggulangan bencana banjir, sehingga dapat meminimalkan kerugian dan dampak yang ditimbulkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun